Monday, August 23, 2010

Customer Service

Beberapa bulan lalu ada diskusi di koran-koran Singapore tentang penerapan service charge di restoran. Service charge biasanya dikenakan kepada setiap konsumen untuk kemudian dibagikan kepada para karyawan. Sebagian berpendapat ini baik supaya karyawan bekerja tanpa mengharapkan tip dan memilih-milih konsumen. Sebagian  lagi berpendapat cara seperti ini sering di-abuse oleh pihak manajemen yang tidak pernah membagikannya kepada para karyawan. Maka lebih baik mengizinkan pemberian tip sukarela karena akan memacu karyawan untuk memberikan pelayanan yang baik dan juga sebagai evaluasi bagi diri mereka.

Perdebatannya sebetulnya hanyalah seputar sistem mana yang terbaik untuk menghasilkan pelayanan yang baik di industri jasa itu. Satu prinsip dasar yang ada di balik semua itu adalah, mereka akan memberikan pelayanan yang baik kalau itu menguntungkan bagi mereka. Senyum, muka ramah, sikap sopan, pelayanan yang cepat, semua bukan karena mereka senang dan ingin melakukannya tetapi karena itu menguntungkan. Si pemberi jasa berada di posisi yang 'lebih rendah', ia diharapkan untuk melayani, ia diharapkan untuk berbuat seperti yang diinginkan oleh konsumen. Dan kalau konsumen puas, maka dia juga menerima keuntungan. Sekalipun tanpa tip atau service charge, paling tidak si karyawan akan tetap memberi pelayanan yang baik karena takut kepada supervisor yang mengawasi.

Sekarang bayangkan kalau si pemberi jasa berada di posisi yang 'lebih tinggi' dan dia tidak menerima keuntungan apa-apa dari puas atau tidaknya si konsumen. Dia menerima keuntungan kalau atasannya senang bukan kalau anda senang, Misalnya: dosen, administrasi di sekolah dan pegawai kantor pemerintah. Mereka adalah pemberi jasa tapi dalam pengertian tertentu berada di atas yang diberikan jasa. Dosen memberikan nilai. Sekolah bisa menghentikan proses belajar. Administrasi bisa mempermudah/mempersulit. Kantor pemerintah bisa menahan, menghukum atau menolak izin tertentu. Saat itu, kondisi terbalik. Anda marah, anda yang sulit! Apakah pelayanan yang diberikan tetap baik? Apa betul si 'karyawan' berusaha dengan sopan, ramah, dan murah hati, melayani?

Tentu bukan maksud saya bahwa murid itu raja atau rakyat itu bebas berbuat apa saja dan dosen atau pegawai pemerintah harus memenuhi semua permintaan. Tapi mari pikir ulang apa itu service? Apa itu pelayanan? Dalam dunia yang sangat mementingkan diri, sebetulnya tidak ada yang pernah mengerti apa itu pelayanan. Masing-masing melayani hanya kalau menguntungkan dan kalau saya berada di posisi 'lebih rendah'.

Saya jadi membandingkannya lagi dengan gereja dan sekolah teologi. Bagaimana sikap para hamba Tuhan senior terhadap yang yunior? Bagaimana sikap para dosen yang bisa menentukan 'hidup/mati'nya murid dengan nilai dan kebijakan? Bagaimana sikap para karyawan di tata usaha gereja atau administrasi sekolah teologi? Apakah mereka melayani dengan baik? Memperlakukan yang dilayani dengan baik? Merendahkan diri untuk melayani?

Alangkah ironisnya kalau kita sebagai orang kristen juga ikut aturan main dunia - cari apa yang menguntungkan, bermain tinggi rendah posisi, memberikan profesionalitas tanpa pelayanan - dan bukan aturan main Tuhan. Kita tidak pernah boleh lupa apa yang Firman Tuhan ajarkan:

"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih" (Gal 5:13)

"dan rendahkanlah dirimu seorang akan yang lain di dalam takut akan Kristus" (Ef 5:21)

Apakah kita lakukan itu? Dimana contoh keteladanan pelayanan hari ini? Mengapa makin jarang?

Thursday, August 19, 2010

Filemon 5

Di dalam kuliah dengan Prof. Tan Kim Huat, muncul 1 ayat yang membuat saya kaget, Filemon 5. Di dalam bahasa Yunani, ayat itu bisa diterjemahkan begini (perhatikan urutannya):

"Because I hear about your love and your faith which you have toward the Lord Jesus and to all the saints"

Di dalam bahasa Inggris tidak ada masalah yang jelas terlihat (walaupun sebenarnya ada). Tetapi di dalam bahasa Yunani masalahnya segera terlihat. Kata yang diterjemahkan sebagai "which" di dalam bahasa Yunani berbentuk singular. Padahal Paulus mengatakan "your love" dan "your faith", ada dua. Artinya hanya satu yang ditujukan "toward the Lord Jesus and to all the saints" yaitu "faith". Paulus mendengar tentang kasih Filemon dan tentang iman Filemon kepada Tuhan Yesus dan semua orang kudus.

Ini sulit diterima oleh banyak orang karena bagaimana kita beriman kepada Yesus dan semua orang kudus? Beriman kepada Yesus ok, tapi kepada semua orang kudus? Ini mengganggu doktrin kita.
Menarik sekali bahwa kebingungan ini bukan hanya dialami oleh kita tapi bahkan oleh orang-orang Kristen di masa lalu. Di dalam Codex Bezae (dari abad V) dan beberapa naskah salinan Alkitab yang belakangan, urutan kalimatnya dibalik menjadi: "I hear about your faith and your love which you have toward the Lord Jesus and to all the saints" Perfect! Dengan urutan begini maka tidak ada masalah. Paulus mendengar tentang iman Filemon dan tentang kasihnya (bukan imannya) kepada Yesus dan kepada semua orang kudus. Tapi naskah-naskah yang lebih kuno, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa itu salah.

Yang mengejutkan saya adalah NIV sebagai versi Alkitab yang paling banyak dipakai di kalangan Injili (termasuk di Indonesia) memberikan solusi yang lebih kreatif. Mereka menuliskannya begini: "I hear about your faith in the Lord Jesus and your love for all the saints". Brilian! Mereka pisahkan: "iman kepada Yesus" dan "kasih kepada semua orang kudus". Secara doktrin tepat, iman ya kepada Yesus, kepada orang kudus bukan iman tapi kasih.

Tapi yang menyedihkan saya adalah terjemahan itu tidak setia dengan Alkitab! Naskah Yunani mana yang mereka pakai sehingga mereka berani menterjemahkannya begitu?

Dan saya membuka Alkitab bahasa Indonesia (LAI), ternyata.... terjemahannya sama seperti NIV (hanya dibalik lagi): "aku mendengar tentang kasihmu kepada semua orang kudus dan tentang imanmu kepada Tuhan Yesus".

Mungkin sebagian ada yang merasa "ah, hal kecil begini kok diperdebatkan". Betul, ini hal kecil dalam arti tidak akan mengubah apapun tentang kebenaran Kristen. Tapi bagi saya ini hal besar dalam arti ada prinsip yang sangat penting di balik ini: kesetiaan kepada Firman Tuhan.

Argumen dari Douglas Moo dalam PNTC: The Letters to the Colossians and to Philemon bahwa karena Paulus biasanya bicara tentang "iman kepada Yesus" dan "kasih kepada orang kudus" (Kol 1:4, Ef 1:15) maka disini Paulus juga bermaksud seperti itu, tidak bisa diterima. Paulus bisa berbicara dengan maksud dan kalimat yang lain di setiap suratnya. Demikian pula dengan usaha Douglas Moo untuk membuat ayat ini berbentuk kiastik A-B-B'-A' terlalu dipaksakan. Pertanyaannya tetaplah: apa yang dikatakan oleh Alkitab?

Bagaimanapun sulitnya mengerti kalimat Paulus, tapi pertama, terima dulu apa yang dikatakan oleh Alkitab. Istilah "iman" (pistis) bisa berarti faithfulness, kesetiaan. Maka ayat ini bisa berarti Paulus mendengar tentang kasih Filemon dan tentang iman (pistis) Filemon kepada Yesus dan kesetiaan (pistis) Filemon kepada semua orang kudus (orang percaya). Mungkin ada tafsiran lain yang lebih baik. Tapi pada intinya, terima dulu kesaksian Alkitab baru kita renungkan maksudnya.

Kesedihan saya adalah mengapa orang Kristen, orang Injili yang seringkali menyatakan diri setia kepada Firman Tuhan, ternyata lebih setia pada doktrinnya daripada kesaksian Alkitab sendiri?

Monday, August 16, 2010

Pembasuhan Kaki

Selama Retreat GKY Singapore 8-10 Agustus 2010 di Johor Bahru, ada banyak sukacita,
pengalaman, keindahan sentuhan Tuhan yang kami rasakan. Dalam banyak kesempatan, Retreat itu masih menjadi topik pembicaraan di antara para peserta. Salah satu momen yang sangat berkesan bagi mereka adalah ketika saya membasuh kaki empat orang jemaat. Hampir semua orang menangis pada waktu itu.

Menarik mendengarkan bagaimana momen itu menyentuh mereka. Ada yang menangis karena melihat peristiwa itu mengingatkan bahwa mereka harus melayani lebih sungguh. Ada yang menangis karena melihat saya sebagai gembala membasuh kaki. Ada yang bahkan tidak tahu kenapa menangis!

Beberapa orang ada yang bertanya apa yang saya rasakan pada waktu itu. Ada yang mengira bahwa momen itu berbicara dengan kuat kepada mereka yang dibasuh kakinya dan bukan kepada saya yang membasuh. Tidak ada yang tahu, saya juga menangis waktu itu. Pada waktu saya berjalan ke depan dengan handuk di tangan, saya menangis. Momen itu berbicara dengan sangat kuat juga kepada saya.

Yohanes adalah satu-satunya penulis Injil yang mengganti peristiwa perjamuan makan terakhir dengan pembasuhan kaki. Semua penulis Injil bercerita bahwa di malam terakhir itu, Yesus mengadakan perjamuan makan terakhir dengan murid-muridNya. Tapi Yohanes sama sekali tidak menyebut itu dan dia menggantinya dengan peristiwa pembasuhan kaki. Mungkinkah Yohanes sengaja menceritakan ini karena waktu itu orang-orang Kristen sudah mulai berebut kedudukan, mulai berebut menjadi yang terbesar, mulai melupakan kasih dan pelayanan? Bahwa di malam terakhir sebelum Yesus disalib, Dia membasuh kaki murid-muridNya dan meminta mereka saling membasuh kaki satu sama lain.

Kalau kita membaca Yoh 13, gambaran yang diberikan sangat kuat: Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya (13:1), Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia (13:2), Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubahNya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggangNya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-muridNya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggangNya itu (13:4-5), dan setelah Yesus memerintahkan mereka saling membasuh kaki (13:14), Ia sangat terharu, lalu bersaksi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku" (13:21).

Perhatikan suasananya. Yesus tahu Ia akan mati dan akan kembali kepada Bapa. Yesus tahu salah seorang muridNya akan menyerahkan Dia. Yesus bahkan tahu ada yang sedang berpikir untuk menjadi yang terbesar dan semua akan meninggalkan Dia. Semua suara-suara dari hati manusia itu seperti bergema di telinga Yesus. Tapi seperti Dia selalu mengasihi murid-muridNya, demikianlah Dia mengasihi mereka sampai kesudahannya! Dan dia bangun, tanggalkan jubah, ambil kain dan air, lalu membasuh kaki murid-muridNya.

Penderitaan di depan mata sementara murid-muridNya tidak tahu. Sebentar lagi Dia akan tinggalkan mereka sementara mereka masih berdebat siapa yang terbesar. Dalam kesedihanNya melihat murid-muridNya satu persatu, hati Yesus dipenuhi dengan kasih kepada mereka dan Dia membasuh kaki mereka, 1X di ruangan itu dan 1X lagi di atas kayu salib. Dia membasuh kaki mereka, melayani mereka, dengan memberikan nyawaNya.

Saya menangis ketika akan membasuh kaki karena di dalam hati saya, berulang-ulang muncul "Tuhan membasuh kakiku. Tuhan mati bagiku. Tuhan lebih dulu melayani kepadaku."

"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu" (Yoh 13:14)

Friday, August 13, 2010

Imamat 26 - Persekutuan Dengan Sang Kudus

(Posted in 26 June 2008)

Tema yang mendasari kitab Imamat adalah fellowship with the Holy (persekutuan dengan Sang Kudus). Kitab Imamat dari depan sampai belakang berbicara soal imam, korban, peraturan kesucian ibadah dan peraturan kesucian hidup. Maka isi kitab Imamat adalah seputar bagaimana hidup dan bersekutu dengan Tuhan yang kudus.

Bersekutu dengan Sang Kudus adalah hal yang mudah karena kita bahkan diundang untuk itu. Tetapi itu juga bukan hal yang mudah karena kita cenderung melawan Dia. Dan ketika kita melawan Dia, kita menghancurkan persekutuan itu.

Imamat 26 dibagi menjadi 2 bagian: bagian berkat jikalau mereka mentaati Tuhan dan bagian kutuk jikalau mereka tidak mentaati Tuhan.

Bagian berkat dimulai dengan syarat (ay.3): kalau kamu “hidup menurut ketetapanKu” (walk in my laws), “berpegang pada perintahKu” (keep my Commandments) dan “melakukannya” (do them). Kalau mereka sungguh seperti demikian, maka Tuhan memberkati mereka.

Bagian kutuk dimulai dengan kalimat: “Tetapi jika kamu tidak mendengarkan Daku…" (ay.14-15). Jikalau mereka lakukan itu, Tuhan akan menghukum mereka.

Rentetan hukuman yang dituliskan terdengar sangat keras, dari mulai penyakit, tanah yang tidak menghasilkan, binatang buas, sampai yang paling mengerikan dikatakan mereka akan memakan anak mereka sendiri. Rentetan hukuman ini seperti: “Kalau tidak bertobat, ini hukumannya, kalau tidak bertobat lagi, ini tambahannya lagi, kalau masih kurang, ini tambahannya lagi…”. Sangat keras sekali!

Tetapi coba kita pikir dari sisi lain. Kalau hukumannya sederhana dan Tuhan hanya berkata “Jika kamu tidak mendengarkan Daku, Aku tinggalkan kamu”. Apa yang terjadi? Jauh lebih hancur, tidak akan ada yang tahan!

Bayangkan jika ada orang tua yang kesal dengan anaknya yang masih berusia dua tahun, lalu ia menghukum anaknya bukan dengan memarahi, bukan dengan memukul, tapi meninggalkannya di rumah sendirian! Anaknya pasti mati. Itu justru hukuman yang sangat kejam!

Maka dalam daftar hukuman bagi umat Tuhan ini, justru kita melihat keindahan kasih Tuhan. Tuhan tidak tinggalkan umatNya tetapi Tuhan pukul supaya mereka kembali taat. Dan yang sangat indah, kalau mereka kembali, Ia masih disana, Ia tidak pernah tinggalkan, Ia sambut mereka lagi.

Di bagian yang terakhir (ay.40-46), setelah kutukan yang begitu panjang, Tuhan sekali lagi mengungkapkan berita anugrah: “Tetapi bila mereka mengakui kesalahan mereka…Aku akan mengingat perjanjian-Ku dengan Yakub,…Ishak… dan Abraham”.

Pola ini terus terulang di dalam PL. Tuhan menyampaikan berkat yang diberikan kalau mereka taat dan Tuhan menyampaikan kutuk yang dijatuhkan kalau mereka tidak taat. Tetapi selalu diakhiri dengan berita anugrah “kalau kamu bertobat…”.

Bahkan Tuhan katakan: “Apabila mereka ada di negeri musuh mereka, Aku tidak akan menolak mereka dan tidak akan muak melihat mereka, sehingga Aku membinasakan mereka dan membatalkan perjanjian-Ku dengan mereka, sebab Akulah Tuhan, Allah mereka”.

Lihat! Tuhan tidak pernah tinggalkan dan buang umatNya. Hati Tuhan masih selalu menunggu. Tuhan hanya mau mereka kembali kepada Dia. Hanya mengakui kesalahan dan dosa mereka, merendahkan diri di hadapanNya dan mohon kemurahanNya, itu yang Tuhan mau. Dan persekutuan dengan Sang Kudus akan dipulihkan.

Saat ini dimana posisi kita? Apakah dalam persekutuan yang baik dengan Sang Kudus? Atau justru sedang melawan Dia? Kalau kita sedang melawan Tuhan, yang Tuhan inginkan adalah kembali mengaku dosa, merendahkan diri lagi dihadapan Tuhan, dan Tuhan akan memulihkan lagi.

Lihat! Tuhan tidak pernah tinggalkan dan buang kita, umatNya. Hati Tuhan masih selalu menunggu!