Tuesday, July 15, 2008

Pengalaman Bersama Tuhan


Saya mengamati bahwa sebagian besar gereja-gereja dari kalangan Injili di Indonesia, entah
mengapa, menganggap tabu atau paling tidak menghindari pembicaraan mengenai perasaan-perasaan bersama dengan Tuhan atau pengalaman-pengalaman rohani.

Begitu ada orang yang bicara tentang perasaan-perasaan atau pengalaman seperti demikian, banyak orang yang langsung merasa ‘anti’ atau paling tidak waspada. Misalnya jika ada orang berkata:

“Saya merasa Tuhan menyentuh saya”
“Tiba-tiba saya merasa sangat damai dan ada perasaan hangat di dalam hati”
“Saya melihat seperti ada cahaya dan tiba-tiba saya menangis”
“Saya seperti mendengar Tuhan berkata…”

Kalimat-kalimat itu langsung membuat ‘radar teologi’ kita naik ke atas dan kita siap untuk membom jatuh ‘pesawat musuh’. Mungkin radar anda sekarang juga mulai naik ke atas dan anda siap untuk membom saya?

Saya sangat mengerti ‘bahaya’nya kalimat-kalimat seperti di atas, dan saya sangat tahu penyimpangan-penyimpangan yang selama ini dilakukan oleh orang-orang dengan kalimat-kalimat seperti di atas. Tetapi kalau kemudian kita tabu dengan hal tersebut, kita anti dengan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan seperti itu, saya kira kita "membuang air dalam baskom sekaligus dengan bayi di dalamnya"!

Iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus adalah pusat dari kehidupan rohani kita. Dan kalau iman kita adalah iman kepada Tuhan yang hidup, maka kita pasti mengalami perasaan dan pengalaman bersama dengan Dia. Kita tidak berhubungan dengan Tuhan yang hanya jauh di sana, tetapi Tuhan yang juga dekat dengan kita. Tiap hari Dia bersama kita, dan tiap saat ada yang Dia lakukan terhadap kehidupan kita. Tidak mungkin tidak ada perasaan dan pengalaman bersama dengan Dia.

Di sisi lain, iblis memang bisa menyamar menjadi malaikat terang. Artinya iblis bisa meniru berbagai hal yang dikerjakan oleh Allah sedemikian rupa sehingga orang mengira itu adalah pekerjaan Allah. Maka Iblis bisa meniru dengan memberikan perasaan dan pengalaman yang mirip seperti yang bisa diberikan Allah kepada kita. Dia bisa memberikan perasaan seperti damai, perasaan seperti adanya kehadiran Tuhan, bahkan pengalaman-pengalaman ‘rohani’ yang sangat personal.

Tetapi karena iblis bisa meniru, apakah kalau begitu kita boleh anti dengan perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman yang memang diberikan oleh Tuhan? Bukankah Tuhan memang berbicara kepada kita? Bukankah Tuhan memang menjamah hidup kita? Bukankah kehadiranNya memang seringkali bisa dirasakan dengan jelas oleh anak-anakNya? Lalu mengapa kita anti dengan semua itu? Bukankah seharusnya kita bahkan mengingini pengalaman bersama dengan Tuhan? Itu yang diingini oleh Musa (melihat kemuliaan Tuhan), itu juga yang Elisa doakan supaya bujangnya alami (melihat ada tentara malaikat Tuhan), itu juga yang diberikan Yesus kepada para rasul (memperlihatkan kemuliaanNya dengan berubah rupa bersama dengan kehadiran Musa dan Elia), dan itu juga yang dialami oleh orang-orang percaya di sepanjang Alkitab!

Saya tahu sebagian orang akan berkata “kami tidak anti, tetapi kami selalu harus menguji berdasarkan Firman”. Saya 100% setuju dengan kalimat itu. Tetapi mari kita jujur, apakah selama ini kita memang ‘menguji’ atau sebetulnya cenderung takut dan akhirnya tidak peduli apakah kita mengalami Tuhan atau tidak?

Mengapa kita hanya ‘belajar’ tentang Tuhan dan ‘bekerja’ untuk Dia tetapi kita miskin ‘pengalaman’ bersama dengan Dia?