Monday, October 25, 2010

Hosana

Seruan "Hosana" di dalam Perjanjian Baru hanya muncul di dalam cerita Yesus memasuki kota Yerusalem. Orang banyak menyambut Yesus sambil berseru-seru: "Hosana! Hosana!"

Hosana berasal dari bahasa Ibrani - yang jika dituliskan menjadi - "hoshi'ah na". Di dalam bahasa Yunani dituliskan menjadi "hosanna".

Di dalam Perjanjian Lama, istilah ini muncul beberapa kali di dalam Mazmur (di dalam Alkitab bahasa Indonesia, di Perjanjian Lama tidak ada kata ini karena ia diterjemahkan dan tidak dituliskan langsung). "Hoshi'ah na" adalah seruan kepada Tuhan yang menyatakan doa supaya Tuhan menolong dan memberikan kemenangan. Maka di dalam Alkitab bahasa Indonesia, "hoshi'ah na" itu diterjemahkan menjadi "selamatkanlah", "berikanlah keselamatan", atau "berilah kiranya keselamatan". Lama kelamaan orang Yahudi mengubah seruan minta tolong ini menjadi seruan perayaan, seruan pembebasan. Dan orang Yahudi bahkan kemudian menafsirkan seruan ini sebagai seruan pengharapan mereka akan Mesias.

Itulah sebabnya pada waktu Yesus masuk ke Yerusalem dengan menunggangi keledai muda, orang banyak yang sedang berkobar-kobar mengharapkan Mesias, bersama-sama berseru "Hosana! Hosana!". Perhatikan perkataan mereka "diberkatilah kerajaan yang akan datang, kerajaan bapak kita Daud.." (Markus 11:9). Harapan mereka saat itu sedang sangat tinggi. Dan seruan mereka "Hosana!" adalah seruan "berikanlah keselamatan" atau mungkin seruan pembebasan "inilah pertolongan dari Tuhan, inilah keselamatan dari Tuhan, Tuhan menolong kita, Hosana!"

Hari ini, pada waktu kita juga berseru "Hosana!" atau "Hosiana!", biar kita ingat bahwa seruan kita "selamatkanlah kami" atau "Tuhan menolong kita" sudah digenapi di dalam Yesus. Jadikan ini seruan pembebasan. Tuhan sungguh sudah menolong kita! Hosana!

Wednesday, October 20, 2010

Kecintaan Pada Firman Tuhan

Hari ini kuliah terakhir New Testament Exegesis (kuliah yang saya ikuti sebagai pendengar).

Sepanjang kuliah selama 1 semester ini, kami sudah dibuat terkagum2 dengan keahlian Prof. Tan Kim Huat dalam mengeksegesis. Kadang-kadang saya pikir kapan ya bisa seperti itu? Walaupun dia sangat baik dalam memberikan penjelasan tetapi saya dan juga banyak murid lain yang terintimidasi, khususnya karena masalah bahasa Yunani.

Hari ini di akhir dari kuliahnya Prof. Tan menyampaikan final speech yang sangat berkesan bagi kami. Dia menceritakan kerinduannya melihat munculnya orang-orang yang serius mempelajari bahasa untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa masing-masing dan dia menceritakan keinginannya supaya setiap kami terus melakukan eksegesis. Dia tahu bahwa sangat mungkin kami semua dengan cepat melupakan morfologi bahasa Yunani, yang menurut dia tidak terlalu masalah dengan banyaknya tools yang ada sekarang ini, tapi dia tekankan jangan lupakan grammar! Baca Alkitab dalam bahasa Yunani, ingat grammar-nya, pikirkan, eksegesis!

Prof. Tan kemudian juga bercerita tentang Karl Barth. Ketika murid2 Karl Barth bertanya bahwa setelah semua eksegesis, penelitiannya dan kerja kerasnya, apa yang bisa dia simpulkan? Dan Barth berkata: JESUS LOVES ME! Sampai di kalimat itu, kami bisa mendengar suara Prof. Tan bergetar dan kami melihat matanya berkaca-kaca. Semua langsung terdiam.

Karl Barth adalah teolog besar yang berprinsip selalu mulai dulu dari Alkitab. Dia mulai dengan Alkitab, baru belajar teologi dan hal-hal lain yang lebih luas. Tapi selalu kembali ke Alkitab dulu.

Prof. Tan kemudian juga bercerita tentang seorang ahli Perjanjian Lama yang dari muda sudah menetapkan hati untuk mempelajari Perjanjian Lama karena melihat begitu banyak orang mengkritisi Perjanjian Lama dan tidak percaya lagi dengan Tuhan. Orang itu berpikir bahwa dia akan hidup selama 75 tahun, maka dia membagi hidupnya menjadi 3 bagian: 25 tahun pertama hidupnya dia pakai untuk belajar berbagai bahasa yang terkait dengan Perjanjian Lama: Ibrani, Aramaik, Akadian, dan lain-lain. 25 tahun kedua hidupnya dipakai untuk studi dan research mempelajari berbagai macam hal terkait dengan Perjanjian Lama dan seluruh Alkitab. 25 tahun terakhir hidupnya dipakai untuk menulis dan mengajar. Dan dia lakukan itu karena dia mencintai Tuhan. Masih adakah orang-orang seperti ini yang muncul?

Prof. Tan menceritakan bebannya supaya ada orang-orang yang mau belajar keras, mati-matian seperti ahli Perjanjian Lama itu. Dan seharusnya ada orang-orang kaya yang tidak menghabiskan uang untuk kemewahan seperti membeli mobil mewah, tapi memakai uangnya untuk mendukung orang-orang seperti itu belajar.

Sepanjang final speech itu berkali-kali kami mendengar suaranya bergetar lagi dan matanya memerah. Dia katakan bahwa walaupun kami tidak menjadi teolog atau scholar besar, tapi pada waktu kami menggembalakan dan berkhotbah, bukankah seharusnya kami komitmen untuk mempelajari Alkitab sebaik-baiknya? Dan dia ulangi lagi kalimat yang sama: JESUS LOVES ME! Itulah kesimpulan yang didapat pada waktu kita sungguh-sungguh mempelajari Alkitab. Semua orang bisa mengatakan yang sama tapi dengan kedalaman yang berbeda.

Saya sangat tergerak dengan apa yang dia sampaikan. Saya bersyukur untuk orang-orang seperti Prof. Tan yang sangat mencintai Firman Tuhan dan Tuhan pakai untuk menjadi scholar. Saya tahu saya tidak akan menjadi scholar seperti dia, terlambat. Serius! Tapi saya juga punya tugas mengajar dan menggembalakan domba-domba Tuhan dengan Firman Tuhan dan saya masih bisa belajar.

Belajar Alkitab tidak pernah mudah, saya tahu itu. Saya bersyukur diingatkan untuk kembali serius belajar semampu saya supaya saya bisa terus mengkhotbahkan Firman Tuhan. Itu panggilan saya.
Saya sendiri sangat.. sangat.. merindukan ada orang-orang muda yang punya talenta untuk belajar teologi dan punya talenta untuk berkhotbah (dua hal yang jarang), mau mendedikasikan hidupnya untuk belajar dan mengajar Firman Tuhan. Dari semuda mungkin, ketika daya pikir dan daya ingat masih sangat baik, mereka mau mulai. Dan saya juga sedih degan kenyataan bahwa orang-orang muda seperti itu sangat.. sangat.. jarang!

Tuhan, kasihani gereja-Mu! Bagaimana umat-Mu bisa mencintai Firman-Mu kalau tidak ada yang mau belajar dan mengajarkan Firman-Mu dengan penuh cinta?

Tuesday, October 19, 2010

Haleluya

"Haleluya" adalah kata yang sangat akrab bagi orang Kristen. Begitu seringnya kata ini diucapkan

sehingga bahkan banyak orang bukan Kristen pun tahu bahwa yang menyebut "Haleluya" pasti adalah orang Kristen. Tapi apa arti "Haleluya"? Saya yakin banyak orang Kristen yang tidak tahu artinya.

"Haleluya" adalah kata dari bahasa Ibrani (yang jika ditransliterasi seharusnya menjadi "haleluyah", ada tambahan huruf 'h' di belakangnya). "Haleluyah" akar katanya adalah "halal" (he was praised) dan "yah" (singkatan dari Yahweh) ditambahkan pronoun "u" di tengah-tengah maka terjemahannya adalah "Praise (you) Yahweh", atau terjemahan bebasnya: Kamu semua pujilah TUHAN (Yahweh)!

Kata ini adalah ajakan bagi jemaat untuk memuji Tuhan dan mengharapkan respons. Pemimpin akan berseru: "Kamu semua pujilah TUHAN!" dan jemaat berespon dengan memuji Tuhan.

Lama kelamaan kata ini dipakai secara independen sebagai ungkapan pujian bagi Tuhan. Maka ketika orang ingin memuji Tuhan, dia bisa langsung mengatakan "Haleluya!" (bukan lagi sebagai ajakan). Maka mungkin terjemahannya menjadi: "Puji Tuhan!"

Di dalam Perjanjian Lama, kata "Haleluya" hanya muncul di Mazmur (23X). Tapi kata ini juga muncul di kitab-kitab lain di luar Alkitab yang ditulis sebelum Perjanjian Baru ditulis, menandakan bahwa orang Yahudi terus memakai kata ini dalam ibadah mereka. Di dalam Perjanjian Baru, kata "Haleluya" muncul di Wahyu (4X) dan ini menandakan bahwa kata ini juga biasa dipakai oleh orang Kristen dalam ibadah mereka.

Di kitab Wahyu, semua kata "Haleluya" munculnya adalah di Wahyu 19, berulang-ulang seperti refrain lagu. Dan Wahyu 19 adalah bagian penutup dari kitab Wahyu: nyanyian kemenangan bagi Anak Domba Allah, Yesus Kristus. Saat itu, seluruh dunia akan berseru bersama-sama "Haleluya! Pujilah Yahweh!"

Mari kita ingat, pada waktu kita mendengar kata ini diucapkan "Haleluya!", kita juga bisa berkata "Puji Tuhan! Puji Allah kita! Haleluya!"