Friday, August 31, 2012

Membaca Biografi Kristen

Beberapa kali saya menulis di blog ini tentang buku biografi Kristen yang saya baca. Sudah cukup lama saya tidak membaca buku biografi Kristen lagi. Sampai saya membaca sepotong tulisan dari John Piper dalam buku: Brothers, We Are Not Professionals, terjemahan The Boen Giok (Bandung: Pionir Jaya, 2011):

Teologi yang hidup. Orang-orang suci yang tidak sempurna dan inspiratif. Kisah-kisah anugerah. Inspirasi mendalam. Penghiburan terbaik. Saudaraku, itu layak memperoleh waktu berhargamu. Ingatlah kitab Ibrani pasal ke-11. Dan bacalah biografi Kristen.

Piper benar. Buku-buku biografi Kristen sangat berguna. Mereka membuka mata kita untuk melihat bagaimana Tuhan bekerja dalam hidup berbagai manusia dengan berbagai kondisi. Dan kita baru sadar “wow, Tuhan bisa bekerja begitu”. Mereka membuka wawasan kita bahwa dunia itu luas dan cara Tuhan bekerja itu lebih luas lagi. Mereka menolong kita untuk melihat bahwa kita bukan satu-satunya orang yang mengalami hal seperti itu. Kadang kita merasa pengalaman kita unik, tapi ternyata tidak. Mereka memberikan pelajaran berharga tentang iman, keberanian, dan hikmat dari saudara-saudara seiman. Kita tidak sendirian! Seperti yang dikatakan dalam Ibrani 12:1:

Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita

Maka sekarang saya mulai lagi membaca buku-buku biografi Kristen. Buku biografi adalah buku ‘ringan’ yang bisa dibaca dengan santai. Bagi saya waktu santai itu adalah di waktu pagi. Setiap hari 8-10 halaman cukup memberikan inspirasi kepada saya :)

Wednesday, August 29, 2012

Bilangan 9 – Ketaatan Total

Kitab Bilangan menceritakan bagaimana Tuhan membentuk Israel menjadi tentara Allah. Pemuda yang mampu berperang dari setiap suku dihitung. Urutan lokasi perkemahan diatur. Urutan berbaris diatur. Cara meniup terompet untuk memanggil berkumpul dan bergerak ditetapkan. Teriakan perang juga diserukan setiap kali akan bergerak dan berkemah: “Apabila tabut itu berangkat, berkatalah Musa:

Bangkitlah, TUHAN, supaya musuh-Mu berserak dan orang-orang yang membenci Engkau melarikan diri dari hadapan-Mu." Dan apabila tabut itu berhenti, berkatalah ia: "Kembalilah, TUHAN, kepada umat Israel yang beribu-ribu laksa ini. (Bil 10:35-36).

Dan jelas sekali dari awal, pemimpin tertinggi mereka adalah: TUHAN.

Bilangan 9:17-23 sangat menarik:

Setiap kali awan itu naik dari atas Kemah, maka orang Israelpun berangkatlah, dan di tempat awan itu diam, di sanalah orang Israel berkemah. Atas titah TUHAN orang Israel berangkat dan atas titah TUHAN juga mereka berkemah; selama awan itu diam di atas Kemah Suci, mereka tetap berkemah.

Kelihatannya mudah? Coba lihat lagi kalimat berikutnya:

Apabila awan itu lama tinggal di atas Kemah Suci, maka orang Israel memelihara kewajibannya kepada TUHAN, dan tidaklah mereka berangkat.

Ada kalanya awan itu hanya tinggal beberapa hari di atas Kemah Suci; maka atas titah TUHAN mereka berkemah dan atas titah TUHAN juga mereka berangkat.

Ada kalanya awan itu tinggal dari petang sampai pagi; ketika awan itu naik pada waktu pagi, merekapun berangkatlah; baik pada waktu siang baik pada waktu malam, apabila awan itu naik, merekapun berangkatlah.

Berapa lamapun juga awan itu diam di atas Kemah Suci, baik dua hari, baik sebulan atau lebih lama, maka orang Israel tetap berkemah dan tidak berangkat; tetapi apabila awan itu naik, barulah mereka berangkat.

Atas titah TUHAN mereka berkemah dan atas titah TUHAN juga mereka berangkat; mereka memelihara kewajibannya kepada TUHAN, menurut titah TUHAN dengan perantaraan Musa.

Masih kelihatan mudah? Pasti karena kita tidak mengalaminya!

Bayangkan berapa repotnya memasang tenda. Ini bukan camping! Ini tinggal, lengkap dengan membawa keluarga, anak-anak, orang tua, bahkan ternak. Mereka harus unpacking, membongkar baju, peralatan masak, perlengkapan tidur, dan sebagainya. Dan… tanpa tahu kapan harus packing lagi! Kalau kita tinggal di hotel dan kita tahu hanya akan tinggal tiga hari, maka kita akan memilih apa yang dibawa dari rumah, apa yang dikeluarkan di hotel dan apa yang dibiarkan di koper. Tapi orang Israel tidak tahu itu.

Mereka sampai di suatu tempat, mereka harus unpacking. Dan kapan mereka packing lagi? Tidak tahu. Bisa lama sekali, bisa sebulan, bisa dua hari, bahkan bisa tidak sampai 24 jam!

Tapi Bilangan 9 menceritakan ketaatan yang luar biasa dari orang Israel. Mereka berangkat, mereka berkemah, sesuai titah Tuhan. Mereka berjalan ketika diperintahkan. Mereka tidak berjalan ketika tidak diperintahkan. Mereka tentara Tuhan!

Tuhan tidak bermaksud membuat mereka susah. Tuhan tidak bermaksud membuat hidup mereka tidak tenang. Tapi Tuhan bermaksud mengajar mereka ketaatan total. Mereka tentara Tuhan dan ketaatan mereka kepada Tuhan harus total.

Maukah kita diajar Tuhan seperti itu? Maukah kita ikut pimpinanNya, berjalan atau berkemah? Maukah kita taat total?

Wednesday, August 08, 2012

Pemudi Kesayangan Allah

Tulisan ini saya temukan di blog ini (dalam versi yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diedit). Saya meminta versi bahasa Indonesianya yang ternyata dia temukan dalam sebuah milis. Dari ciri-ciri tulisannya, saya kira aslinya tulisan ini memang dibuat dalam bahasa Inggris. Entah darimana asalnya. Tapi saya menemukan bahwa tulisan ini menyampaikan pesan yang sangat kuat. Saya hanya mengedit secukupnya. Selamat membaca!

(Dipersembahkan bagi para lajang Kristen)


Pemudi kesayangan Allah, ketika aku memperhatikanmu malam ini, aku berharap dapat memperoleh kesempatan untuk bercakap-cakap denganmu. Aku memperhatikan wajahmu yang cantik sementara engkau menyanyi dan menyembah. Engkau mengingatkanku akan diriku sendiri tujuh tahun yang lalu.

Sehabis kebaktian, aku memperhatikan bagaimana engkau masuk ke dalam mobil dengan seorang pemuda yang tak mengenal Allah. Memang benar dia berada di gereja malam ini, dia bahkan maju ke depan dan menitikkan sedikit air mata.

Tujuh tahun silam aku berada di dalam keadaan seperti dirimu. Aku telah mengenal Allah sejak awal masa remajaku dan bertumbuh di bawah khotbah dan pengajaran yang diurapi Allah. Aku tak kekurangan teman-teman pemuda maupun mereka yang mengajakku pergi, seperti yang seringkali terjadi di dalam gereja dimana para pemudi jumlahnya lebih banyak dari para pemuda. Beberapa pemuda yang amat baik dan penuh pengabdian mencoba mendekatiku, namun iblis yang tak pernah lalai memperhatikanku, menunggu dengan sabar untuk menjerat jiwaku, dan ia melihatku ketika aku sedang suam-suam kuku. Aku memang masih pergi ke gereja dan memainkan accordionku dan menyanyi dan melakukan semua hal-hal yang tampak benar secara lahiriah. Namun aku tak pernah lagi punya waktu-waktu khusus dengan Allah dimana kehendakNya dan kehendakku menjadi satu.

Aku berjumpa dengan pemuda itu di tempat kerjaku. Dan tak lama kemudian, tanpa ada yang mengetahuinya, aku merasa seakan-akan aku tak dapat hidup tanpa dia. Dia tahu tentang gerejaku dan ketika ia hadir bersama denganku, ia maju ke depan, menangis, dan akhirnya aku menikahinya, padahal keluargaku dan mereka yang mengasihiku menangis dan merasakan kepedihan. Baru enam bulan kemudian aku menjadi sadar bahwa jiwaku berada di dalam bahaya dan bahwa aku membutuhkan jamahan Allah. Aku berdoa dan menemukan Allah. Lalu pertikaianpun dimulai. Dia tak mau ke gereja lagi. Aku dapat menghitung dengan jari-jariku saat-saat dimana ia pergi ke gereja selama tujuh tahun terakhir ini!

Sebelum menikahinya, pemikiran untuk hidup tanpa dia sungguh tak tertahankan. "Betapa sepinya!" pikirku. Namun sekarang ini aku baru tahu apa arti kesepian yang sesungguhnya, dan aku ingin menceritakannya kepadamu.

Kesepian itu adalah ketika aku menerima berkat Allah dan pulang ke rumah kepada seorang pria yang tak dapat berbagi rasa tentang hal itu denganku. Dia tak menaruh minat; dia sedang menonton televisi.

Kesepian itu adalah ketika aku pergi ke suatu kegiatan gereja seorang diri dan memperhatikan pasangan-pasangan muda lainnya menikmati berkat Allah bersama-sama. Aku boleh memilih, pergi sendiri atau tinggal di rumah sendiri; sebab dia punya minat yang lain.

Kesepian itu adalah merasakan adanya urgensi akan kedatangan Kristus yang sudah semakin dekat dan tahu bahwa orang yang paling engkau kasihi di bumi ini belum siap, bahkan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kepedulian.

Kesepian itu adalah melihat dua anak dilahirkan dan tahu bahwa untuk dapat memiliki pengaruh atas mereka yang bisa melebihi pengaruhnya merupakan suatu mujizat.

Kesepian itu adalah pergi menghadiri suatu Konferensi dan melihat pasangan-pasangan muda yang benar-benar bersatu dan mempunyai dedikasi terhadap pekerjaan Allah dan kemudian melihat... itu dia pemuda yang dulu mengasihimu dan berniat menikahimu! Ia sedang berkhotbah dan masih tetap belum menikah. Oh Tuhan! Tolonglah aku! Aku tak boleh memikirkannya!

Kesepian itu adalah berbaring di ranjang tanpa dapat memejamkan mata oleh karena dihantui perasaan bahwa dia telah mengkhianati kesetiaanmu. Dan kemudian datanglah kepedihan yang tak tertahankan karena mengetahuinya secara pasti. Ia tak peduli kalau aku mengetahuinya. Wanita itu bahkan meneleponku. Setelah beberapa lama, ia berusaha memutuskan hubungan dengan wanita itu. Aku bersumpah bahwa aku akan melakukan apa saja yang dapat dilakukan oleh seorang manusia untuk mempertahankan pernikahan ini. Aku akan lebih banyak mengasihi dia dan lebih banyak berdoa baginya.

Kemudian, tujuh tahun telah berlalu! Sekarang ada dua anak kecil: perempuan dan laki-laki!

Kesepian itu adalah sekarang. Anak-anakku dan aku akan pulang ke apartemen yang gelap, kosong, yang akan merupakan tempat tinggalku sampai tiba saatnya pengacara memutuskan bahwa segala sesuatu telah berlalu. Aku, yang dulunya paling takut hidup sendirian, sekarang ini menyongsong datangnya ketenangan dan kesunyian itu. Ketika aku bercermin, aku melihat bahwa tujuh tahun tidaklah terlalu mengubah wajahku namun di dalam diriku aku telah menjadi tua, dan sesuatu yang dulunya hidup dan indah sekarang sudah mati.

Tentu saja ini bukanlah kisah yang tak lazim. Namun yang istimewa adalah bahwa aku masih tetap hidup bagi Allah. Aku bersyukur bagi keluargaku dan doa-doa syafaat mereka bagiku. 

Oh, aku berdoa bagimu, pemudi kesayangan Allah! Percayalah kepadaku, sebaik apapun dia itu, betapapun dia penuh kasih dan kelembutan, engkau takkan dapat membangun suatu kehidupan yang berbahagia di atas ketidaktaatan kepada Firman Allah. Engkau lihat, apapun yang tersedia bagiku di masa mendatang, aku telah kehilangan kehendakNya yang sempurna bagi hidupku. Aku takkan pernah berhenti membayar harganya oleh karena melanggar perintah Allah! Jangan sampai hal itu terjadi padamu!

"Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (II Korintus 6:14)

(Diambil dari majalah Vanguard)

Monday, August 06, 2012

Kelas Katekisasi

Banyak gereja mengadakan kelas katekisasi sebagai kelas persiapan untuk dibaptis/sidi. Sayang
sekali kelas ini sering dianggap kelas ‘terpaksa’ yang harus diikuti karena mau dibaptis/sidi. Padahal kelas katekisasi, kelas pembinaan, atau kelas apapun untuk belajar kebenaran seharusnya bukanlah kelas membosankan yang terpaksa harus diikuti. Belajar kebenaran itu menyenangkan, menarik dan membebaskan. Mungkin apa yang pernah saya lakukan dengan kelas katekisasi bisa membantu memberikan ide, khususnya bagi anda yang majelis atau hamba Tuhan.

Di GKY Singapore saya mengajar kelas katekisasi dengan Pengakuan Iman Rasuli, dan kemudian ditambah dengan topik2 lain. Sangat disayangkan, banyak gereja yang walaupun mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli setiap minggu, banyak jemaatnya yang tidak mengerti maknanya dengan baik. Padahal Pengakuan Iman Rasuli adalah alat yang sangat berharga untuk mengajar jemaat. Apa yang kita percaya tentang Allah Tritunggal? Apa artinya 'dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria’? Apa artinya ‘gereja yang kudus dan am’? Apa yang kita percaya dengan ‘kebangkitan tubuh’? dst.

GKY sebetulnya memiliki buku panduan katekisasi yang terdiri dari 16 bagian. Tetapi karena di GKY Singapore saya pontang-panting mengajar sendirian kelas katekisasi, kelas pra nikah, dsb, maka saya memutuskan untuk memadatkan kelas katekisasi menjadi hanya 8X pertemuan. Tidak ada topik yang dikorbankan tapi saya memilih hal-hal yang penting dan menjadikan kelas katekisasi sangat padat. Berikut adalah urutannya:

Pertemuan 1: Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi (Apa artinya percaya kepada Allah, siapa Allah, dan konsep Allah Tritunggal)

Pertemuan 2: Aku percaya kepada Yesus Kristus… (Nama Yesus Kristus, Dwi Natur Yesus dan maknanya bagi kita, Kesengsaraan, Kebangkitan, Kenaikan dan Kedatangan Yesus yang kedua kali)

Pertemuan 3: Aku percaya kepada Roh Kudus (Karya Roh Kudus, Karunia Roh Kudus dan berbagai kesalahmengertian tentang Roh Kudus)

Pertemuan 4: Aku percaya kepada Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus (Pengertian tentang gereja)

Pertemuan 5: Aku percaya kepada pengampunan dosa, kebangkitan tubuh dan hidup yang kekal (Manusia diciptakan Allah, jatuh dalam dosa, jalan keselamatan dan jaminan keselamatan)

Pertemuan 6: Alkitab (Alkitab adalah Firman Allah, Memberiklan ringkasan benang merah Alkitab, Saran praktis bagaimana bersaat teduh)

Pertemuan 7: Ibadah dan Sakramen (Konsep ibadah, Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus)

Pertemuan 8: Kisah Gereja, Kisahku (Sejarah gereja singkat, Sejarah GKY, Peranku sebagai anggota GKY: kebaktian, doa, persembahan, pelayanan)

Saya sedang berpikir bahwa seharusnya tambah Pertemuan 9 untuk membahas bagaimana hidup sebagai orang percaya, bagaimana bertumbuh, berdoa, dan membaca Alkitab. Menurut saya 9X pertemuan itu sudah mencakup hal-hal paling dasar dalam kekristenan.

Tema-tema di atas berguna bukan hanya untuk mereka yang baru akan dibaptis/sidi tapi bagi semua orang Kristen. Saya sangat concern dengan banyaknya orang Kristen yang tidak lagi mengerti hal-hal paling dasar dalam kekristenan, mengenai pokok-pokok iman yang seharusnya mereka pegang. Salah satu cara yang bisa tapi jarang kita ‘pergunakan’ adalah kelas katekisasi. Maka di GKY Singapore, kelas itu kami buka untuk umum. Tentunya ada kewajiban hadir bagi yang ingin dibaptis/sidi, tapi bagi yang sekedar ikut mereka bebas untuk datang/tidak datang, bebas memilih untuk datang di pertemuan yang mana. Maka kelas katekisasi itu kami sebut sebagai Basic Christianity Class.

Ada satu tambahan ide lagi. Sejak tahun 2004 saya mengajar kelas katekisasi untuk remaja di GKY Green Ville (di sana kelas katekisasi dibagi dua: untuk yang usia remaja dan dewasa). Setelah beberapa kali memimpin kelas itu, sekitar tahun 2005 atau 2006 saya menambahkan ‘pertemuan kelompok’ di dalam kelas katekisasi. Kalau tidak salah ide ini saya dapatkan dari membaca buku “Post Modern Youth Ministry”. Setiap selesai pertemuan, peserta akan masuk ke dalam kelompok dengan pembimbingnya untuk mendiskusikan lebih lanjut apa yang sudah dibahas dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan. Saya melihat pola ini sangat baik. Dan akhirnya pola ini juga dipakai juga oleh kelas katekisasi umum (dewasa) di GKY Green Ville sampai sekarang.

Banyak hal bisa kita lakukan dengan kelas katekisasi. Kita bisa mengadakan Retreat di akhir kelas katekisasi. Tidak perlu banyak khotbah, tapi minta mereka banyak berdoa dan bersekutu dengan Tuhan. Kita bisa, seperti gereja awal, mengingatkan betapa seriusnya baptisan dengan meminta mereka berpuasa sebelum menerima baptisan/sidi. Tentunya banyak ide lain yang tidak semuanya bisa diterapkan di semua tempat. Tapi sungguh, kelas katekisasi, tidak seharusnya menjadi kelas ‘terpaksa’ tapi kelas mengajarkan kebenaran yang menarik, menyenangkan, dan membebaskan.