Monday, April 08, 2013

Phebe Bartlet – Kisah Pertobatan

Di dalam buku A Faithful Narrative of the Surprising Work of God in the Conversion of Many Hundred Souls in Northampton, and the Neighboring Towns and Villages of Hampshire in New England yang terbit tahun 1737, Jonathan Edwards mengisahkan tentang pertobatan seorang gadis kecil bernama Phebe Bartlet. Saya terjemahkan bebas:

Phebe lahir pada bulan Maret, tahun 1731. Pada akhir bulan April, atau awal Mei, 1735, dia sangat tergerak karena pembicaraan kakaknya (yang mungkin telah bertobat tidak lama sebelumnya, pada usia sekitar sebelas tahun) dan yang kemudian berbicara kepadanya dengan serius mengenai hal-hal yang agung dari Kekristenan. Waktu itu orang tuanya tidak tahu dan biasanya ketika memberikan nasihat kepada anak-anaknya, mereka tidak khusus bicara kepada Phebe, dengan alasan dia masih sangat muda dan mereka pikir tidak mampu untuk mengerti: tetapi setelah kakaknya bicara kepadanya, mereka mengamati bahwa Phebe mendengar dengan sungguh-sungguh ketika mereka menasihati anak-anak yang lain; dan mereka perhatikan Phebe terus menerus, beberapa kali dalam sehari, mencari tempat tenang untuk berdoa diam-diam…

Pada hari kamis, hari terakhir bulan Juli, sekitar tengah hari, ketika Phebe berada dalam ruang tempat dia biasa berdoa, ibunya mendengar dia bicara dengan keras, sesuatu yang tidak biasa dan tidak pernah didengar ibunya. Dan suaranya seperti orang yang sangat mendesak; tetapi ibunya hanya bisa mendengar beberapa kata ini (dengan gaya seorang anak kecil, tetapi diucapkan dengan kesungguhan, dan dari jiwa yang tertekan): “Berdoa, Tuhan yang terpuji, beri aku keselamatan! Aku berdoa, memohon, ampuni semua dosaku!” Ketika ia selesai berdoa, ia keluar dari ruangan, dan duduk dengan ibunya, dan menangis keras… dia terus menangis dengan sungguh-sungguh selama beberapa waktu, sampai akhirnya tiba-tiba dia berhenti menangis dan mulai tersenyum, dan berkata dengan tersenyum, “Ibu, kerajaan sorga datang kepadaku!”

Ibunya terkejut dengan perubahan yang tiba-tiba dan dengan ucapan itu; dan tidak tahu harus berbuat apa, maka dia tidak berkata apa-apa. Dan Phebe berkata lagi, “Ada lagi yang datang padaku, dan ada lagi, ada tiga”. Dan ketika ditanya apa maksudnya, dia menjawab, “Satu adalah Jadilah kehendakMu; dan ada lagi yang lain Menikmati Dia selamanya”. Tampaknya yang dia maksud adalah tiga bagian dari buku katekisasi yang muncul di pikirannya.

Setelah anak itu berkata demikian, ia kembali ke ruangan untuk berdoa. Dan ibunya pergi ke rumah kakaknya di sebelah rumah, dan ketika ia kembali, anak itu keluar dari ruangan dan berkata kepada ibunya, “Aku bisa menemukan Tuhan sekarang!” karena sebelumnya dia pernah mengeluh bahwa dia tidak bisa menemukan Tuhan. Lalu anak itu berkata lagi, “Aku mencintai Tuhan!” Ibunya bertanya berapa besar dia mengasihi Tuhan, apakah lebih dari mengasihi ayah ibunya, ia berkata “Ya”. Lalu ibunya bertanya apakah ia mengasihi Tuhan lebih dari adik kecilnya Rachel. Dia menjawab, “Ya, lebih dari apapun!”

Kemudian, karena Phebe berkata dia bisa menemukan Tuhan, kakaknya bertanya dimana dia bisa menemukan Tuhan. Dia menjawab, “Di sorga”. Kakaknya bertanya, “Mengapa? Apa kamu pernah ke sorga?” “Tidak” jawabnya. Dengan jawaban itu tampaknya ketika berkata dia bisa menemukan Tuhan sekarang, Phebe tidak sedang berimajinasi membayangkan sesuatu yang kelihatan sebagai Tuhan. Ibunya bertanya apakah ia takut ke neraka, dan itu membuat dia menangis. Dia menjawab, “Ya dulu aku takut, tapi sekarang aku tidak boleh takut”. Ibunya bertanya apakah Phebe berpikir bahwa Tuhan sudah memberikan dia keselamatan. Dia menjawab, “Ya”. Ibunya bertanya, kapan. Dia menjawab, “Hari ini”.

Malam itu ketika berbaring di ranjang, Phebe memanggil salah seorang sepupunya yang masih kecil dan berkata kepadanya bahwa sorga lebih baik dari bumi. Keesokan harinya, hari Jumat, ibunya menanyakan dia berdasarkan buku katekisasi, untuk apa Tuhan menciptakan dia. Dia menjawab “Untuk melayani Dia”, dan menambahkan “setiap orang harus melayani Tuhan, dan mendapat keuntungan dalam Kristus”.

Edwards kemudian menceritakan satu cerita lagi yang menunjukkan kepekaan Phebe akan dosa dan dampaknya dalam hidupnya:

Suatu kali di bulan Agustus, tahun lalu, Phebe pergi dengan beberapa anak yang lebih besar untuk memetik buah prem (plum) di halaman tetangga, tanpa sadar apa yang dia lakukan itu salah.Tetapi ketika sampai di rumah dengan membawa buah prem itu, ibunya dengan lembut menegur dia dan memberitahu bahwa dia tidak boleh mengambil buah prem itu tanpa izin karena itu berdosa: Allah sudah memerintahkan untuk tidak mencuri. Phebe terkejut sekali, dan menangis dan berseru, “Aku tidak mau buah prem ini!” dan berbalik ke kakaknya Eunice, dengan sungguh-sungguh berkata kepadanya, “Mengapa kamu mengajak aku pergi ke pohon prem itu? Aku harusnya tidak pergi kalau kamu tidak mengajak”.

Anak-anak lain sepertinya tidak terlalu peduli; tetapi tidak ada yang bisa menenangkan Phebe. Ibunya berkata bahwa dia bisa pergi dan minta izin sekarang, dan itu bukan lagi dosa untuk memakannya. Lalu ibunya mengirim salah seorang anak untuk pergi ke rumah pemilik pohon itu dan ketika dia kembali, ibunya memberitahu Phebe bahwa pemiliknya sudah memberi izin, dan sekarang Phebe boleh memakannya dan itu bukan mencuri. Itu membuat Phebe diam sebentar, tetapi kemudian dia menangis lagi dengan keras. Ibunya bertanya apa yang membuat dia menangis lagi, kenapa dia menangis padahal mereka sudah minta izin. Apa yang mengganggu pikirannya sekarang? Berkali-kali ibunya bertanya, sebelum akhirnya dia menjawab – karena itu dosa!

Phebe masih menangis cukup lama, dan dia berkata dia tidak akan pergi lagi kesana walaupun Eunice memintanya seratus kali pun. Dan dia lama tidak mau makan buah prem, karena masih ingat dosanya yang lalu itu.

Kisah Phebe membuat saya termenung. Phebe kecil ini menunjukkan ciri orang yang berpindah dari mati kepada hidup, dari gelap kepada terang. Itulah pertobatan! Itulah keselamatan! Saya yakin dalam kelemahannya, Phebe masih akan berbuat dosa ketika dia besar. Tapi hidup suci bukan berarti tidak berbuat dosa lagi, tapi peka dengan dosa (Phebe menangis terus karena dosanya - yang bagi banyak orang hanya sepele), menganggap serius dosa (Phebe bahkan sampai lama tidak mau makan buah prem lagi karena dosa itu begitu jelas bagi dia), bertekad tidak berdosa lagi (Phebe berkata walaupun seratus kali diajak, dia tidak akan mau lagi). Bagaimana dengan kita?