Saturday, May 28, 2016

Tuhan "Caper"

“You know, don’t you, that I’m the One
who emptied your pantries and cleaned out your cupboards,
Who left you hungry and standing in bread lines?
But you never got hungry for me. You continued to ignore me.”
God’s Decree. 
Saya tertegun membaca gambaran yang sangat dramatis ini di Amos 4:6 (versi The Message). You never got hungry for God. 

TUHAN-lah yang menyebabkan mereka tidak punya makanan. Dia tutup semua sumber makanan mereka. Tetapi, sekalipun kelaparan, mereka tidak pernah lapar akan Tuhan. Dengan nada yang sulit diartikan (sedih/marah/kecewa?), Tuhan berkata: “You continued to ignore me.”
 
Lalu Tuhan melanjutkan dengan nada serupa melalui empat gambaran yang sama dramatisnya:

7-8 “Yes, and I’m the One who stopped the rains
three months short of harvest.
I’d make it rain on one village
but not on another.
I’d make it rain on one field
but not on another—and that one would dry up.
People would stagger from village to village
crazed for water and never quenching their thirst.
But you never got thirsty for me.
You ignored me.”
God’s Decree.
Tuhanlah yang menghentikan curah hujan, membuat tanah kekeringan, dan menjadikan mereka kehausan. Tetapi mereka tidak pernah haus akan Tuhan. You never got thirsty for me. You ignored me.

9 “I hit your crops with disease
and withered your orchards and gardens.
Locusts devoured your olive and fig trees,
but you continued to ignore me.”
God’s Decree.
Ladang mereka dihancurkan-Nya. Kebun, taman, panen, semua sudah disapu habis. But you continued to ignore me.

10 “I revisited you with the old Egyptian plagues,
killed your choice young men and prize horses.
The stink of rot in your camps was so strong
that you held your noses—
But you didn’t notice me.
You continued to ignore me.”
God’s Decree.
Tulah yang dulu ditimpakan kepada orang Mesir untuk membebaskan mereka dari perbudakan sekarang ditimpakan kepada mereka. Bau busuk memenuhi hidung mereka karena banyaknya kematian, baik hewan maupun manusia. Tetapi mereka tetap tidak mengalihkan perhatian kepada Tuhan. But you didn't notice me. You continued to ignore me.

11 “I hit you with earthquake and fire,
left you devastated like Sodom and Gomorrah.
You were like a burning stick
snatched from the flames.
But you never looked my way.
You continued to ignore me.”
God’s Decree.
Tuhan menghajar mereka habis-habisan dengan bencana alam sampai mereka menjadi seperti puntung yang diselamatkan dari api. Tetapi mereka tetap tidak melihat kepada Allah. But you never looked my way. You continued to ignore me.

Di satu sisi, Tuhan bertindak seperti hakim yang sedang menjalankan penghakiman melalui berbagai malapetaka yang dialami umat-Nya. Tetapi, di sisi lain, Tuhan seperti orang tua yang sedang berusaha menarik perhatian anak-Nya. Uang jajan distop, mobil ditarik, baju tidak dibelikan lagi, telpon diputus - semua hanya supaya si anak mau datang ke orang tua.

Apakah Tuhan marah? Ya, Dia marah karena anak-Nya berdosa. Tetapi Dia tidak ingin menghancurkan anak-Nya. Satu-satunya yang Dia inginkan adalah supaya anak-Nya datang kepada-Nya.

Amazing bukan? Tuhan "caper"! Dia cari perhatian! Dia berusaha menarik perhatian anak-Nya untuk kembali kepada-Nya. Datang saja kepada-Nya, lihat saja Dia, bicara saja dengan Dia! But they continued to ignore Him.

Maka tidak ada cara lain, Dia akan lebih jelas lagi, lebih nyata lagi, dan kalau perlu lebih keras lagi. Time’s up. Prepare to meet your God!

12 “All this I have done to you, Israel,
and this is why I have done it.
Time’s up, O Israel!
Prepare to meet your God!”
Saya kira, hari ini, Tuhan sangat mungkin melakukan yang kurang lebih sama kepada kita seperti kepada Israel dulu. Caranya mungkin berbeda tapi kerinduan Tuhan sama. Apakah Tuhan juga sedang caper kepadamu? Don't ignore Him.

Thursday, May 12, 2016

Hamba Tuhan: Role Model Dalam Ibadah

Ada satu peran hamba Tuhan di dalam ibadah yang jarang disadari: Menjadi role model.

Di banyak gereja, pada waktu ibadah, gembala dan juga hamba Tuhan lainnya biasanya akan duduk di barisan paling depan (di beberapa gereja, mereka bahkan duduk di mimbar menghadap jemaat). Satu hal yang sering tidak disadari, baik oleh hamba Tuhan maupun jemaat sendiri, selama ibadah berlangsung ada banyak mata yang akan berulang kali memperhatikan hamba Tuhan di depan itu. Bukan hanya pada waktu dia berdiri di mimbar memimpin pujian atau doa, bukan hanya ketika dia duduk menghadap jemaat, tetapi bahkan juga pada waktu dia duduk membelakangi jemaat.

Jemaat sendiri mungkin tidak terlalu sadar. Tetapi kalau saja dilakukan survei berapa banyak dan berapa sering jemaat "melirik" hamba Tuhan yang ada di depan membelakangi mereka, hasilnya bisa mengejutkan. 

Maka apa yang dilakukan hamba Tuhan di dalam ibadah akan mempengaruhi jemaat. Tentu pengaruhnya tidak akan langsung terasa, tetapi bertahap dan menyebar. Setelah berbulan-bulan atau mungkin beberapa tahun, pengaruhnya akan terlihat. 

Kalau hamba Tuhan tidak serius beribadah, sering keluar di tengah ibadah, menerima telpon, main handphone, ngobrol, maka jemaat sangat mungkin juga akan tidak serius beribadah. Mungkin banyak yang akan bolak-balik keluar, bercanda, bisik-bisik di tengah ibadah, dst. Kalau hamba Tuhan sikapnya dari belakang terlihat tidak serius menyanyi, misalnya tengok kiri kanan, melipat tangan, menengok ke belakang, atau apa lah yang ketahuan sama jemaat, maka jemaat sangat mungkin juga tidak akan serius menyanyi. 

Tentu sikap hamba Tuhan bukan satu-satunya faktor yang menentukan keseriusan jemaat dalam beribadah. Tetapi, sulit dipungkiri, itu faktor yang ikut menentukan.

Saya pernah beberapa kali melayani di gereja yang sangat jelas hamba Tuhan nya tidak serius beribadah. Suasana ibadah di situ sangat terasa berantakan. Ketika gereja itu kemudian berganti gembala, dan beberapa waktu kemudian saya kembali melayani di sana, saya terkejut melihat perubahannya. Jemaat menyanyi dengan sungguh dan mendengar khotbah dengan serius. Dari sekian banyak penyebab yang mungkin, tidak bisa dipungkiri salah satunya adalah faktor teladan hamba Tuhan nya. Sepanjang ibadah, dia duduk di depan, menyanyi dengan sungguh, dan serius mendengarkan khotbah.

Saya ingat Prof. Bruce Leafblad pernah berkata, "Jangan tanya apakah hamba Tuhan menjadi role model atau tidak di dalam ibadah. Jawabannya: Pasti!" Pertanyaannya apakah dia role model yang baik atau buruk.

Maka caveat pastor!

Thursday, May 05, 2016

Panggilan

Di dalam bukunya yang terkenal, “The Call”, Os Guinness membedakan dua macam panggilan di dalam hidup orang Kristen.

Panggilan yang pertama dan terutama adalah panggilan untuk mengikut Kristus. Panggilan ini adalah yang menyangkut seluruh keberadaan kita sebagai manusia. Hidup kita, hati kita, jiwa dan raga kita, seluruhnya adalah untuk menyembah Dia. Tidak ada apapun yang boleh menyaingi panggilan yang terutama ini. Oswald Chambers pernah berkata, “Waspadalah atas segala sesuatu yang menyaingi kesetiaan kepada Yesus Kristus” dan “pesaing terbesar kesetiaan kepada Yesus adalah pelayanan bagi Dia”. Bagaimana bisa begitu? Karena, “tujuan panggilan Tuhan adalah kepuasan Tuhan, bukan untuk mengerjakan sesuatu bagi Dia.”

Kalimat Oswald Chambers itu perlu diperdengarkan (kalau perlu diteriakkan) lagi di telinga kita. “Mengikut Yesus-setia pada Yesus-memuaskan Tuhan” sering seperti konsep yang abstrak bagi kita. Jauh lebih mudah untuk membayangkan bentuk konkrit yang harus dilakukan dalam rangka “mengikut Yesus-setia pada Yesus-memuaskan Tuhan”, a.k.a. “pelayanan” (baik di gereja maupun melalui profesi). Tetapi, di dalam prosesnya akhirnya kita mempersamakan keduanya. Maka perlahan-lahan, “pelayanan” menjadi sama dengan “penyembahan”. Kita merasa sudah “mengikut Yesus-setia pada Yesus-memuaskan Tuhan” dengan melakukan “pelayanan”. Bisakah kita melihat masalahnya disini?

“Mengikut Yesus-setia pada Yesus-memuaskan Tuhan” adalah soal hati, arah, tujuan, motivasi, yang mengarahkan apa yang kita lakukan. Sementara “apa yang kita lakukan”, arahnya, tujuannya, motivasinya, bisa untuk memuaskan Tuhan atau membesarkan diri. Ketika kita mempersamakan keduanya, pasti muncul masalah besar. Kita bisa berdalih bahwa “kita tidak mencari untung”, “kita sedang berusaha menggunakan karunia yang Tuhan berikan”, atau “kita ingin memberi yang terbaik untuk Tuhan” melalui apa yang kita lakukan. Tetapi, pertanyaan yang terus menggantung adalah, apakah sungguh di dalam hati kita hanya-dan-hanya ingin mengikut Yesus? Apakah kita hanya-dan-hanya memuaskan Tuhan?

Panggilan yang kedua, menurut Os Guinness, barulah yang lebih konkrit, yaitu “dalam segala hal kita harus berpikir, berbicara, hidup, dan bertindak sepenuhnya bagi Dia”. Mungkin itu berarti pekerjaan, profesi, atau kehidupan sehari-hari, yang kita jalani sebagai respons atas arahan dan panggilan Tuhan. Tetapi, jangan menjadikan panggilan kedua ini sebagai yang pertama dan terutama.

Saya tertempelak membaca kalimat Os Guinness di bawah ini:
Do we enjoy our work, love our work, virtually worship our work so that our devotion to Jesus is off-center? Do we put emphasis on service or usefulness, or being productive in working for God – at his expense? Do we strive to prove our own significance? To make difference in the world? To carve our names in marble in the monuments of time?
Apakah kita menikmati pekerjaan kita, mencintai pekerjaan kita, secara virtual menyembah pekerjaan kita sehingga kesetiaan kita kepada Yesus tergeser? Apakah kita menaruh penekanan pada pelayanan atau kegunaan, atau menjadi produktif dalam bekerja untuk Allah – dengan mengorbankan Dia? Apakah kita berjuang untuk membuktikan signifikansi diri kita? Untuk membuat perbedaan di dalam dunia? Untuk mengukir nama kita pada monumen-monumen waktu?
Siapa sih yang tidak ingin hidupnya berguna dan produktif? Siapa sih yang tidak senang berhasil membuat perbedaan di dalam dunia? Di dalam kelemahan, siapa sih yang tidak bangga membayangkan hidupnya signifikan dan dikenang? Tidak ada yang salah dengan hidup berguna, produktif, membuat perbedaan, signifikan dan dikenang. Tetapi, menjadi masalah dan salah besar ketika kita mengejar semua itu seakan-akan itulah panggilan kita yang pertama dan terutama.

Os Guinnes mengingatkan, panggilan kita yang pertama dan terutama bukanlah to do something tetapi we are called to Someone. Kunci untuk menjawab panggilan itu adalah untuk setia tidak kepada siapapun (termasuk diri kita) dan apapun selain kepada Allah.

Saya perlu mengunyah kebenaran ini lebih lama supaya meresap.