Tuesday, November 21, 2017

Baptisan 191117

Salah satu sukacita besar yang saya alami dengan menjadi seorang pendeta adalah ketika melakukan baptisan. Hati saya selalu sangat bersyukur dan terharu melihat orang-orang yang memberi diri untuk dibaptis.

Saya tahu hidup Kristen tidak akan mudah. Mereka yang dibaptis tidak akan luput dari ujian dan pencobaan. Bahkan mereka pasti akan mengalami banyak jatuh bangun. Hidup sebagai anak Tuhan di tengah dunia yang membenci Tuhan pastilah tidak mudah. Hidup sebagai anak Tuhan di tengah dunia dimana kuasa kegelapan mengintai pastilah sulit. Memulai hidup baru setelah sekian lama berada di hidup yang lama pastilah berat.

Tetapi, baptisan adalah peristiwa sukacita. Bagi Martin Luther, itu seperti mengenakan “cincin kawin.” Baptisan adalah saat dimana kita menyatakan “sumpah setia” kita kepada Tuhan, di hadapan Tuhan dan semua orang. Itulah juga saat dimana kita dimeteraikan oleh Tuhan sebagai milik Kristus. Oh, how wonderful event it is!

Bulan Juli sampai November tahun ini saya ikut membimbing kelas katekisasi dewasa di GKY Green Ville. Hari minggu lalu, ada 58 orang yang menerima baptisan dewasa/sidi (27 di antaranya dari kelas katekisasi remaja) dan 8 orang yang atestasi (pindah keanggotaan gereja) ke GKY Green Ville.

Walaupun kali ini bukan saya yang melayani baptisan/sidi, tapi selama 4 bulan beberapa kali mengajar mereka, Retreat bersama mereka, sering chat dan rapat mengenai mereka, membuat saya merasa took a small part in their journey. I'm happy for them.

With some of them :-)

Saya juga bersukacita melihat keluarga iman yang terbentuk di gereja. Bukan hanya keluarga dari mereka yang menerima baptisan/sidi yang datang dan bersukacita. Para mentor kelompok di kelas katekisasi dewasa juga sengaja datang, ikut mendoakan, dan memberikan selamat. Para pembimbing remaja dan anak-anak remaja juga ikut datang menyambut teman-temannya yang menerima baptisan/sidi. I really thank God for that.

Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia.  Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. (Kolose 2:6-7)

Friday, November 10, 2017

NOT "One Bag At a Time"

Sudah cukup lama blog ini terabaikan. Saya sendiri geregetan tapi apa boleh buat. Sebelum pulang ke Jakarta, saya sudah tahu bahwa saya akan sibuk. Saya juga sudah terbiasa sibuk dari dulu. Tetapi selama beberapa bulan ini, saya betul-betul-betul-betul sibuk.

Di satu sisi, disertasi masih harus dikerjakan. Di sisi lain, berbagai pelayanan khotbah, rapat, pertemuan dengan banyak orang, mempersiapkan program tahun depan, dll, seperti tidak ada habisnya mengalir. Satu berhasil diselesaikan, maka tiga lagi yang datang #eh

Saya ingat sebuah cerita tentang Bill Hybels yang ditulis oleh Gary L. McIntosh dan Samuel D. Rima dalam buku mereka Overcoming the Dark Side of Leadership. Di bawah ini saya ceritakan dengan kata-kata saya sendiri.

Pada waktu kecil, Bill Hybels biasa membantu ayahnya menurunkan kentang busuk dari truk. Setelah berjam-jam bekerja, satu karung demi satu karung diturunkan, Bill mengeluh ke ayahnya berapa banyak lagi karung kentang yang masih harus diturunkan. Ayahnya akan menjawab: “Jangan kuatir Billy, kamu hanya perlu menurunkan karung itu satu persatu saja (one bag at a time).” Bertahun-tahun kemudian, itu menjadi etika kerja dia: “one bag at a time.” Tidak peduli berapa pun besarnya tugas yang dihadapi, dia tidak pernah mundur sampai tugas itu selesai. Tetapi, ketika dia memimpin gereja dengan jemaat 14.000 orang, tidak akan pernah mungkin dia bisa menyelesaikan tugasnya. Solusinya? Kerja lebih keras. Teruskan, one bag at a time, sampai tugas itu selesai. Tetapi, setiap kali dia berhasil menurunkan satu karung kentang busuk, maka ada tiga lagi yang menunggu. Kebutuhan psikologis dia untuk menyelesaikan tugas mengosongkan truk penuh kentang busuk itu membuat dia menjadi workaholic. Setiap menit hidupnya dikuasai oleh pekerjaan. Sampai suatu kali, beberapa menit sebelum dia harus memimpin pemberkatan nikah dan beberapa jam sebelum dia harus berkhotbah di kebaktian, dia menyandarkan kepalanya di meja dan menangis sejadi-jadinya. Dia betul-betul kehabisan kekuatan fisik, emosi, dan rohani.

Sejujurnya, saya mulai merasa seperti Bill Hybels yang sedang menurunkan kentang busuk dari truk penuh muatan itu. Tidak habis-habis. One bag at a time. Kerja lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, tetap tidak pernah selesai! Hanya saja saya belum sampai breakdown seperti dia.

Beberapa bulan super sibuk ini mengajar saya banyak hal. Salah satunya adalah saya tidak mau menurunkan kentang busuk terus menerus. Dan saya tidak mau bekerja sekedar dengan konsep one bag at a time. Lalu solusinya? Jangan tanya saya sekarang hehe.. Saya belum bisa merumuskannya dengan baik. Saya hanya tahu bahwa something wrong dalam hidup seperti itu dan akan betul menjadi super wrong kalau diteruskan. Ada beberapa rencana yang terpikir oleh saya. Masih akan trial and error. Yang pasti, apa yang saya alami selama beberapa bulan ini, dan kisah Bill Hybels, menjadi rambu peringatan besar bagi saya.

Sedikit update tentang studi saya: Saya baru saja menyelesaikan revisi disertasi saya. Hanya tinggal dipercantik sedikiiittt lagi, lalu saya harus menyelesaikan introduksi (tinggal sedikit lagi) dan konklusi. Terakhir bibliografi. Menurut perhitungan, saya perlu sekitar 8 hari kerja lagi untuk menyelesaikannya. Masalahnya tidak mudah menemukan waktu 8 hari kerja itu di Jakarta :-( Setelah itu selesai? Belum juga. Kalau pembimbing saya meminta untuk revisi lagi, saya masih harus berkata “here I am.” Tapi paling tidak sekarang saya lebih optimis bisa selesai.

Setelah studi ini selesai, itulah saatnya rencana saya untuk tidak sekedar menurunkan kentang, NOT one bag at a time, bisa mulai dijalankan. Saat ini, apa boleh buat, bring it on… but have mercy on me, o God. 


Dapat karangan bunga lagi hehehe... #darianakgokil #virtual #lebay #hasileditan #penghiburan