Friday, November 13, 2009

Thank You Lord For This Semester

Hari ini kebaktian penutupan semester di Trinity Theological College, dan hati saya dipenuhi rasa syukur. Ketika prosesi, salib di depan, di belakangnya ada beberapa orang pelayan mimbar, kemudian Alkitab yang dijunjung tinggi dan di belakangnya adalah pengkhotbah. Sambil mata saya mengikuti salib itu dibawa dari belakang menuju ke mimbar, saya sulit menyanyi karena hampir menangis. Tanpa terasa 1 semester sudah berlalu. Entah bagaimana caranya saya berhasil melewati semester ini. Pelayanan di tempat yang baru sebagai gembala ditambah beban kuliah yang berat (lebih berat lagi karena bahasa Inggris saya yang pas-pasan), kadang membuat saya ingin mengerang. Maka ketika hari ini kebaktian penutupan semester dan saya menyerahkan paper saya, sungguh saya sadar, sampai di sini Tuhan sudah menolong.

Perjalanan saya masih panjang. Semester depan ada 2 mata kuliah utama dan 1 mata kuliah tambahan sebagai pendengar yang akan saya ambil. Setelah itu barulah masuk ke pembuatan thesis. Saya tidak tahu apa lagi yang akan saya alami, apa lagi yang akan saya pelajari, proses perubahan apa yang akan terjadi dalam pikiran saya. Tapi saya antusias menantikannya. Saya antusias untuk belajar. Saya antusias menantikan pengalaman berikutnya.

Saya berharap semester depan bisa lebih ketat mengatur waktu untuk belajar dan pelayanan. Sangat sayang kalau akhirnya saya hanya belajar apa adanya di tengah begitu banyak fasilitas belajar yang bisa saya nikmati (kadang saya merasa seperti semut di dalam lumbung gula yang tidak berdaya untuk menikmati gula). Sampai di sini Tuhan sudah menolong, dan kiranya Tuhan terus menolong.

Thursday, November 12, 2009

Mengajarkan Firman Tuhan - 2

Tema khotbah apapun juga, silakan sebut tema apapun juga, pasti ada buku yang sudah membahasnya. Bagian Alkitab mana saja, pasti ada buku tafsiran atau perenungan yang mengupasnya. Di zaman sekarang, tumpukan hasil penelitian dan karya tulis begitu banyak teolog di dunia membuat apapun juga yang ingin disampaikan di dalam khotbah, pasti ada buku yang mendukung persiapannya.

Maka saya yakin, kalau seorang hamba Tuhan berkhotbah "tanpa isi" pasti adalah karena malas persiapan. Saya tahu tidak semua orang punya talenta untuk bicara di muka umum dan menguraikan sesuatu dengan jelas. Tetapi yang saya tekankan adalah "isi" nya.

Saya tidak percaya dengan pelagiarisme dalam berkhotbah. Bagi saya, sekalipun kita mengambil kalimat atau alur atau ide dari buku tertentu, asalkan kita mengerti-merenungkannya-memikirkan cara menyampaikannya, itu bukan pelagiarisme. Sekalipun kita berkhotbah sangat persis seperti yang tertulis di buku itu, itupun bukan pelagiarisme. Mengapa? Kita sudah menjadikan kalimat atau alur atau ide itu sebagai "milik" kita dengan menjadikannya fresh kembali karena melewati jalur mengerti-merenungkan-menyampaikan.

Satu-satunya pelagiarisme di dalam berkhotbah adalah kalau kita mengambil mentah-mentah khotbah orang lain, dan mengkhotbahkannya begitu saja tanpa mengerti-merenungkan-memikirkan cara menyampaikannya kepada pendengar yang spesifik (saya pernah mendengar khotbah seperti ini, disampaikan dengan buruk tetapi rasanya kok ada isinya, ternyata dia sedang mengkhotbahkan naskah khotbah seorang pengkhotbah terkenal). Ini adalah pelagiarisme karena sebenarnya dia bukan berkhotbah. 

Maka khotbah yang baik tidak mungkin dipersiapkan hanya dalam waktu 1-2 jam (kecuali khotbah singkat yang muncul dari perenungan, persiapannya adalah hasil membaca buku dan pergumulan di masa lalu). Butuh berjam-jam untuk mempersiapkan 1 naskah khotbah. Tetapi di tengah begitu banyak buku yang mendukung persiapan khotbah, satu-satunya alasan untuk berkhotbah "tanpa isi" adalah kemalasan.