Friday, December 28, 2012

Rumah Doa Bethel

(Revisi 7 Jan 2015)

Saya ingin merekomendasikan Rumah Doa Bethel.

Beberapa tahun lalu, hampir setiap bulan saya mengajak sekitar 15 orang pemuda dari GKY Green Ville untuk retreat di Rumah Doa Bethel. Biasanya kami sampai di sana malam hari, lalu istirahat. Besok paginya masing-masing berdoa pribadi di kamar-kamar doa atau pondok-pondok doa. Ada bahan yang saya sediakan jika mereka merasa membutuhkan bantuan. Setelah sarapan, kami sharing, lalu ada beberapa session bicara tentang doa dan kemudian berdoa lagi. Siang hari istirahat – sesuatu yang jarang di Jakarta. Sore hari duduk-duduk ngobrol di teras dengan suasana yang sejuk dan teduh. Lalu setelah berdoa lagi, malam hari kami ke Kampung Daun (mungkin hanya 100m lebih dari situ). Paginya masing-masing berdoa pribadi lagi, lalu pulang. Retreat seperti itu sangat meneduhkan.

Rumah Doa Bethel tidaklah besar. Kapasitasnya hanya 8 kamar @max. 3 orang. Alamatnya di Bandung di Kompleks Triniti Kav. C1-C3A, satu kompleks dengan Kampung Daun. No. telpon: 022-2784580. Sekarang ini (Januari 2015), biayanya Rp.250.000/kamar (tidak dihitung per orang). Untuk makan boleh mencari sendiri atau minta disiapkan dengan biaya sekali makan Rp.36.000/orang untuk makan siang dan malam dan Rp. 21.000/orang untuk makan pagi. Tinggal telpon untuk reservasi.

Setiap kita membutuhkan waktu untuk tenang, berdoa, dan mencari wajah Tuhan. Kita membutuhkan waktu dan tempat untuk itu. Untuk ke Rumah Doa Bethel, tidak perlu beramai-ramai, bisa pergi sendirian kesana. Baru-baru ini saya kesana, istri saya menemani satu malam lalu saya melanjutkan satu malam lagi sendirian.

Jika anda belum pernah Retreat pribadi atau Retreat kecil, cobalah lakukan (dimanapun, tidak harus di Rumah Doa Bethel). Jika anda sudah pernah, cobalah lakukan lagi. Kita semua perlu itu.

Additional notes (7 Jan 2015):
Saya baru saja kembali dari sana di awal tahun 2015. Ada beberapa hal yang menjadi masukan saya bagi pengelola. Sekarang ini Rumah Doa Bethel dikelola secara lebih "profesional". Saya beri tanda kutip karena profesional mungkin di dalam arti lebih rapih, lebih teratur, lebih ada sistem-nya, tapi bukan berarti lebih nyaman. Saya sendiri merasa ada beberapa hal yang menjadi lebih tidak nyaman sekarang ini, paling tidak adalah hilangnya suasana kekeluargaan.

1. Dulu ketika ke sana saya bisa dengan mudah minta tambah 1 malam atau mengurangi 1 malam. Tergantung suasana hati dan kebutuhan rohani saya. Sekarang sulit, profesionalisme menuntut manajemen seperti hotel, booking harus pasti berapa orang, berapa kamar, tanggal berapa sampai tanggal berapa, pembayaran harus didahului uang muka, dst.

2. Dulu saya tinggal bilang mau pesan makan untuk pagi atau siang atau malam dan berapa porsi. Menu terserah. Belakangan saya harus pilih menu, masih ok. Sekarang bahkan saya harus menghadapi "marketing" seperti mengapa tidak ambil paket saja, mengapa tidak pesan makan malam sekalian, nanti susah keluar lho di sana, dst.

3. Dulu (satu setengah tahun yang lalu) biaya menginap Rp.150.000/kamar (untuk 1-3 orang), sekarang Rp.250.000. Entah salah dimana, tadinya waktu reservasi saya diberitahu bahwa harganya Rp.300.000/malam dan bahkan akan naik lagi! Rumah Doa menjadi berkat bagi orang-orang yang ingin sendirian menenangkan diri di sana tetapi bagi yang dari Jakarta (ada biaya bensin dan tol) jika ke sana sendirian biayanya menjadi cukup mahal. Saya mengerti bahwa biaya operasional Rumah Doa juga besar, tetapi mengelola sebuah tempat untuk melayani dengan sebuah wisma memang berbeda.

Dulu ketika melakukan pembayaran saya selalu disodori amplop persembahan yang bisa diisi jika saya mau. Sekarang saya terkejut dengan kalimat: "Jangan lupa ada amplop persembahan yang HARUS diisi."

4. Sistem penggunaan ruang doa, walaupun maksudnya supaya lebih teratur malah jelas tidak baik. Saya terganggu dengan kebijakan mereka yang tidak mengizinkan kami menggunakan semua ruang doa dengan bebas dengan alasan "reserved" untuk tamu lain yang mungkin tiba-tiba datang. Kami yang sudah datang duluan, menginap di sana, harus selalu mengalah jika ada tamu lain yang tiba-tiba datang... bagi saya itu sangat tidak masuk akal. Ada banyak ruang doa dan pondok doa, mengapa tidak dibiarkan natural saja, ada yang pakai ya sudah, ada yang kosong ya silakan masuk.

5. Saya kaget melihat ada TV di ruang tengah/ruang makan. Ruang itu berada persis di depan kamar dan menjadi ruang yang nyaman tempat sharing dan membaca buku. Bagaimana jika ada tamu yang memutar TV di situ? Sewaktu kami di sana memang tidak ada yang memutar TV, tapi waktu rombongan teman saya ke sana, ada keluarga lain yang berada di situ dan memutar TV. Sangat mengganggu. Rumah Doa tidaklah besar dan suara TV akan sangat mengganggu.

Saya harap ada rekan-rekan yang punya akses ke pengelola untuk menyampaikan masukan-masukan di atas. Di luar keluhan-keluhan di atas, suasana Rumah Doa tetap baik dan menjadi berkat bagi kami. Saya tidak tahu dimana bisa menemukan tempat seperti ini lagi yang tidak terlalu jauh dari Jakarta. Maka saya menulis bukan untuk menjelek-jelekkan tetapi saya ingin tempat ini terus menjadi berkat bagi saya dan banyak orang lain.

 Bangunan utama berisi kamar, ruang makan dan ruang pertemuan. Di depan terlihat teras tempat duduk-duduk waktu pagi atau sore. 

 Di tengah adalah aula, di kiri kanan adalah bangunan berisi kamar-kamar doa, sayang saya tidak punya fotonya.

 Kamar

Pondok doa, ada beberapa yang seperti itu