Wednesday, March 11, 2015

"Boros" dan "Pelit"

Beberapa hari lalu, saya membaca bagian ini dari kitab Ulangan versi parafrase dari The Message:

When you happen on someone who’s in trouble or needs help among your people with whom you live in this land that God, your God, is giving you, don’t look the other way pretending you don’t see him. Don’t keep a tight grip on your purse. No. Look at him, open your purse, lend whatever and as much as he needs. Don’t count the cost. Don’t listen to that selfish voice saying, “It’s almost the seventh year, the year of All-Debts-Are Canceled,” and turn aside and leave your needy neighbor in the lurch, refusing to help him. He’ll call God’s attention to you and your blatant sin. Give freely and spontaneously. Don’t have a stingy heart. The way you handle matters like this triggers God, your God’s, blessing in everything you do, all your work and ventures. There are always going to be poor and needy people among you. So I command you: Always be generous, open purse and hands, give to your neighbors in trouble, your poor and hurting neighbors. (Deuteronomy 15:7-11)

The Message memberi beberapa nuansa yang menarik (walaupun tidak mengubah arti) jika dibandingkan dengan terjemahan bahasa Indonesia:

Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu, tetapi engkau harus membuka tangan lebar-lebar baginya dan memberi pinjaman kepadanya dengan limpahnya, cukup untuk keperluannya, seberapa ia perlukan. Hati-hatilah, supaya jangan timbul di dalam hatimu pikiran dursila, demikian: Sudah dekat tahun ketujuh, tahun penghapusan hutang, dan engkau menjadi kesal terhadap saudaramu yang miskin itu dan engkau tidak memberikan apa-apa kepadanya, maka ia berseru kepada TUHAN tentang engkau, dan hal itu menjadi dosa bagimu. Engkau harus memberi kepadanya dengan limpahnya dan janganlah hatimu berdukacita, apabila engkau memberi kepadanya, sebab oleh karena hal itulah TUHAN, Allahmu, akan memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu dan dalam segala usahamu. Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu." (Ulangan 15:7-11)

Banyak orang “boros” untuk dirinya sendiri. Boros untuk makan di tempat mahal, boros untuk membeli gadget, boros untuk membeli barang mewah, semua untuk dirinya sendiri. Tetapi sebaliknya “pelit” untuk orang lain.

Banyak juga orang yang “boros” untuk orang lain, tetapi untuk orang yang bisa memberi keuntungan kembali bagi dirinya – baik ekonomi atau penghormatan. Banyak juga orang yang “boros” untuk orang lain karena hobi. Aneh? Nggak! Misalnya dia hobi membeli baju, maka dia membeli banyak baju yang mahal hanya untuk dipakai satu atau beberapa kali lalu “disalurkan kepada yang membutuhkan”. Itu bahkan menjadi excuse untuk dia bisa terus beli baju karena tokh disalurkan dan “menjadi berkat”. Atau misalnya dia hobi belanja, maka dia akan belanja apa saja yang dia mau tanpa berpikir banyak tentang kegunaannya. Setelah sekian lama tidak dipakai… baru berpikir mau diberikan kepada siapa.

Ulangan 15:7-11 mengingatkan kita supaya “boros” untuk orang lain. Tetapi bukan karena semua motivasi yang salah tetapi karena “orang itu membutuhkan” dan “Tuhan memerintahkan”. That simple!

Lihat orang yang membutuhkan. Lihat sesamamu yang miskin dan terluka. Jangan pura-pura tidak melihat. Jangan tahan dompetmu. Jangan pelit. Beri apa yang dia butuhkan. Beri pinjaman sekalipun dia tidak mampu membayar. Bagi orang Israel waktu itu, setiap tahun ketujuh, semua hutang kepada sesama orang Israel harus dibebaskan. Perintah Tuhan adalah, sekalipun besok adalah tahun ketujuh dan hutang orang itu besok dihapus, TETAP berikan! That simple!

Orang yang miskin dan membutuhkan akan selalu ada di sekitar kita. Tidak akan pernah habis. Ulangan 15:7-11 tidak mengajarkan supaya kita tidak memakai harta yang Tuhan berikan untuk kepentingan diri sendiri. Tidak. Kita boleh memakainya. Tetapi, alangkah indahnya jika kita terbiasa untuk tidak “boros” bahkan cenderung “pelit” jika itu untuk diri sendiri, sebaliknya “boros” untuk orang yang miskin dan membutuhkan.

Mungkin istilah saya kurang baik. Bukan “boros” tapi “murah hati”. Bukan “pelit” tapi “sederhana”.

Maka saya parafrase lagi:
“Alangkah indahnya jika kita terbiasa hidup lebih “sederhana” supaya kita bisa lebih “murah hati” memberi kepada orang yang miskin dan membutuhkan.”

Di dalam konteks lain, Tuhan Yesus berkata: “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. (Mat 25:40)