Tema khotbah apapun juga, silakan sebut tema apapun juga, pasti ada buku yang sudah membahasnya. Bagian Alkitab mana saja, pasti ada buku tafsiran atau perenungan yang mengupasnya. Di zaman sekarang, tumpukan hasil penelitian dan karya tulis begitu banyak teolog di dunia membuat apapun juga yang ingin disampaikan di dalam khotbah, pasti ada buku yang mendukung persiapannya.
Maka saya yakin, kalau seorang hamba Tuhan berkhotbah "tanpa isi" pasti adalah karena malas persiapan. Saya tahu tidak semua orang punya talenta untuk bicara di muka umum dan menguraikan sesuatu dengan jelas. Tetapi yang saya tekankan adalah "isi" nya.
Saya tidak percaya dengan pelagiarisme dalam berkhotbah. Bagi saya, sekalipun kita mengambil kalimat atau alur atau ide dari buku tertentu, asalkan kita mengerti-merenungkannya-memikirkan cara menyampaikannya, itu bukan pelagiarisme. Sekalipun kita berkhotbah sangat persis seperti yang tertulis di buku itu, itupun bukan pelagiarisme. Mengapa? Kita sudah menjadikan kalimat atau alur atau ide itu sebagai "milik" kita dengan menjadikannya fresh kembali karena melewati jalur mengerti-merenungkan-menyampaikan.
Satu-satunya pelagiarisme di dalam berkhotbah adalah kalau kita mengambil mentah-mentah khotbah orang lain, dan mengkhotbahkannya begitu saja tanpa mengerti-merenungkan-memikirkan cara menyampaikannya kepada pendengar yang spesifik (saya pernah mendengar khotbah seperti ini, disampaikan dengan buruk tetapi rasanya kok ada isinya, ternyata dia sedang mengkhotbahkan naskah khotbah seorang pengkhotbah terkenal). Ini adalah pelagiarisme karena sebenarnya dia bukan berkhotbah.
Maka khotbah yang baik tidak mungkin dipersiapkan hanya dalam waktu 1-2 jam (kecuali khotbah singkat yang muncul dari perenungan, persiapannya adalah hasil membaca buku dan pergumulan di masa lalu). Butuh berjam-jam untuk mempersiapkan 1 naskah khotbah. Tetapi di tengah begitu banyak buku yang mendukung persiapan khotbah, satu-satunya alasan untuk berkhotbah "tanpa isi" adalah kemalasan.