Thursday, February 11, 2016

Langkah-langkah Memulai Masa Pacaran

Valentine Day is just around the corner again. It seems to be an appropriate time to talk about dating :-)

Ok, saya tidak bermaksud menulis textbook cara “pendekatan”. Tapi setelah mendengar berbagai cerita “gosip-seputar-pdkt-dan-pacaran”, saya merasa ada yang kurang “pas”. Maka saya berharap paling tidak tulisan pendek ini bisa sedikit menolong mereka yang sedang bergumul - untuk bergumul dengan benar.

Apa itu “pacaran”? Sederhananya, pacaran adalah masa dimana seorang pria dan seorang wanita mengambil komitmen untuk lebih saling mengenal dan menjajaki menuju ke pernikahan.

Perhatikan definisi itu. Hanya seorang pria dan seorang wanita, tidak bisa “seorang” dengan “beberapa orang”. Lalu ada “komitmen”. Tetapi komitmennya bukan untuk “hidup bersama”. Komitmennya bukan “to stay together forever and ever”. Komitmennya bukan “you are mine and I am yours”.  Tidak ada hal seperti itu dalam pacarana! Komitmennya hanyalah “lebih saling mengenal dan menjajaki menuju ke pernikahan”. Maka di dalam pacaran, SAMA SEKALI tidak boleh ada relasi yang sifatnya seksual. Relasi yang dijalin bukan bersifat fisik tetapi komunikasi – pemikiran, perasaan, pengalaman, nilai hidup, iman, dst. Komitmennya hanyalah menjajaki apakah saya dan dia bisa hidup bersama seumur hidup nantinya. 

Walaupun pacaran memang tidak ada komitmen seperti pernikahan, bukan berarti boleh dimulai dengan sembarangan. Bagaimanapun pacaran melibatkan emosi, waktu dan tenaga dari dua pihak, yang sangat sayang untuk disia-siakan. Maka untuk mulai berpacaran harus ada “tingkat kepastian tertentu” – merasa suka, cocok, mau komitmen berelasi, barulah dimulai. Sehingga faktor “gambling” dan “sembarangan” diminimalisir. Di masa pacaran nanti, kedua belah pihak akan sama-sama lagi menilai dan berdoa apakah benar bisa dilanjutkan ke pernikahan. Artinya setelah ada “tingkat kepastian yang lebih tinggi” baru memberanikan diri masuk ke komitmen seumur hidup.

Untuk masuk ke masa pacaran, ada 2 pertanyaan yang perlu ditanyakan terlebih dulu oleh setiap orang:

Pertama, apakah benar ada ketertarikan, ada perasaan suka, dan melihat ada kecocokan? Tidak bisa tidak, perlu waktu untuk menjawab ini.

Kedua, apakah benar mau berkomitmen memasuki masa pacaran?  Memang bukan komitmen untuk menikah atau apapun yang serius, tapi hanya komitmen mengkhususkan waktu, tentunya juga emosi dan pikiran, untuk mengenal dan menguji kecocokan menuju ke pernikahan.

Pikirkan dan doakan untuk menjawab 2 pertanyaan itu. Libatkanlah Tuhan di dalam pergumulan yang sangat penting ini.

Mulai dari yang pria, kalau memang jawaban untuk yang pertama dan kedua adalah “ya”, BARU sesudah itu dia boleh menyatakan secara eksplisit ke yang wanita. Ini penting! Hanya setelah yang pria yakin, BARU dia boleh menyatakan. Lalu tunggu jawaban apakah yang wanita juga setuju untuk masuk ke masa pacaran. Maka giliran si wanita untuk bertanya kepada diri sendiri dua pertanyaan di atas itu dan mendoakannya.

Urutan di atas harus jelas.

Beberapa kesalahan yang biasa terjadi:

Pertama, terlalu cepat memasuki masa pacaran. Tanpa ada “tingkat kepastian tertentu” - hanya berdasarkan perasaan suka (yang mungkin sesaat) lalu berani masuk ke masa pacaran.

Emosi memang selalu melambung jauh lebih cepat dari akal sehat. Pada waktu emosi melambung, dengan cepat kita akan berkata “tertarik, suka, cocok, MAU!” Itu sebabnya perlu waktu untuk membuat emosi "turun" dan stabil dulu, baru bisa berpikir jernih apakah memang tertarik, suka, cocok dan mau pacaran. Jangan mengambil komitmen apapun dalam keadaan emosi yang sedang sangat melambung. Banyak orang yang nekat mengambil komitmen waktu lagi “melayang-layang” dan kecewa setelah “layangan”nya turun ke bumi.

Berikan waktu beberapa bulan untuk berteman saja (tanpa romantisme at all!) dan usahakan tidak pergi berduaan tapi selalu bersama dengan teman-teman lain. Jika relasi disertai banyak romantisme – kata-kata mesra, kontak terus menerus, sering pergi berduaan, apalagi ada kontak fisik, maka tidak pernah akan ada kematangan dalam pergumulan. Romantisme dan kontak fisik sudah berjalan mendahului komitmen dan akal sehat akan jauh tertinggal di belakang.

Kesalahan kedua, berlawanan dengan yang pertama, yaitu terlalu lama mengambil keputusan. Pria memang harus bertanya kepada diri sendiri dua pertanyaan di atas dan mendoakan. Tetapi jangan lupa, ini bukan mencari kepastian untuk “menikah” tapi untuk “memasuki masa penjajakan menuju ke pernikahan”. Jadi tidak bisa harus pasti dan yakin “she is the one” baru mau pacaran. Tidak akan pernah yakin! Keyakinan itu baru bisa didapat nanti waktu di masa pacaran. Maka masa memikirkan dan mendoakan ini tidak perlu terlalu lama (walaupun bukan berarti terlalu cepat dan sembarangan).

Alasannya adalah: Ketika seorang pria merasa suka, sadar atau tidak sadar dia akan banyak “mendekati” si wanita. Dia akan cukup sering kontak, memberi perhatian, dsb. Kalau si wanita tidak suka dengan dia, maka gampang, si wanita pasti akan menjauh. Tapi kalau si wanita suka, maka dia akan kasihan sekali karena perasaannya terus diaduk-aduk. Di satu sisi dia merasa si pria mendekati dia (membuat dia berharap), tapi di sisi lain si pria tidak maju-maju. Jadi seperti digantung – friendzoned.  Apalagi kalau kemudian setelah sekian lama, akhirnya si pria memutuskan untuk tidak mau memasuki masa pacaran. Sekian lama si wanita merasa didekati, diperhatikan, lalu si pria tiba-tiba menjauh! Itu sangat menyakitkan. Memang namanya juga lagi bergumul dan jawabannya bisa “tidak”, tapi justru itu sebabnya jangan terlalu lama. Kasarnya, mau ya mau, nggak ya nggak :-)

Dengan alasan yang sama, setelah pria menyatakan, jangan yang wanita kemudian giliran friendzoning dia. Memang pasti perlu waktu untuk berpikir dan berdoa. Tidak ada patokan juga berapa waktu yang diperlukan, tapi 6 bulan pasti terlalu lama.

Kesalahan ketiga, si pria yang sama sekali belum ada kepastian ini bilang ke si wanita, “saya lagi mendoakan kamu”. Woohooo…. Bagi wanita (yang cenderung lebih emosional), informasi itu tidak ada bedanya dengan “pernyataan langsung”. Bagi dia itu artinya si pria menyukai dia. Dia akan sangat berharap dan sangat sakit hati ketika akhirnya “hasil doa” si pria adalah “tidak”. Maka saya sangat tidak setuju dengan cara seperti itu.

Pria harus berpikir dan berdoa sendiri dulu, walaupun sambil mendekati – asal jangan lama-lama. Setelah ada keputusan bahwa dia mau, BARU menyatakan. Barulah saat itu “bola”nya dilempar ke si wanita untuk memutuskan. Jangan sampai setelah bola dilempar ke si wanita, dengan alasan “sama-sama mendoakan”, lalu si wanita memutuskan “mau” sementara si pria memutuskan “tidak”. Bukan begitu urutannya.

I hope that helps. Selamat bergumul – dengan benar :-)