“Kita bukan saja harus memberitakan Injil kepada orang lain. Kita juga harus mendengar dan menerima berita Injil, bukan hanya satu kali waktu percaya, tetapi terus menerus. Kita harus mengkhotbahkan Injil terus menerus kepada diri kita sendiri.”
Sudah lama saya mendengar pernyataan itu. Saya mengamininya. Tetapi berita Injil seperti apa yang harus kita khotbahkan?
Injil pertama-tama adalah tentang keselamatan. Berita Injil adalah tentang Yesus yang “telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini” (Galatia 1:4). Injil adalah kuasa Allah yang menyelamatkan kita.
Tetapi Injil juga memiliki dimensi yang lain.
Injil juga adalah berita bahwa Tuhan sudah merobohkan tembok pemisah (Efesus 2:11-18). Tidak ada lagi pemisahan suku, yang jauh dan yang dekat dengan Allah. Suku bangsa dan bahasa tidak boleh lagi menjadi pemisah di antara umat Allah. Kita semua dijadikan manusia baru yang diperdamaikan dengan Allah oleh salib. Maka setiap orang yang percaya kepada Allah diterima sebagai kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota keluarga Allah.
Satu catatan yang penting: Tidak berarti ini adalah keluarga yang tanpa aturan – semua, asalkan percaya, tidak peduli bagaimana “percaya”nya dan “kelakuan”nya, harus diterima tanpa ada teguran dan koreksi. Paulus berkata keluarga ini “dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Efesus 2:20) dan menjadi sebuah bangunan “bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan… tempat kediaman Allah, di dalam Roh” (Efesus 2:21-22). Jelas ada pekerjaan rumah yang besar untuk keluarga ini. Tetapi, bagaimanapun, suku bangsa dan bahasa tidak boleh menjadi pemisah atau pembeda di dalam Kristus.
Apakah kita mengkhotbahkan Injil ini terus menerus kepada diri kita sendiri?
Injil adalah berita bahwa Tuhan peduli kepada setiap orang, khususnya mereka yang lemah dan tertindas (Lukas 4:18-19). Berita Injil adalah berita bahwa Tuhan sedang bekerja menjadikan dunia baru, yang penuh keadilan, belas kasihan, dan kebenaran. Tuhan tidak akan tinggal diam dan membiarkan segala ketidakbenaran di dalam dunia terus berjalan. Hari ini, gereja, harus memberitakan ini kepada dunia dan mengerjakannya.
Apakah kita mengkhotbahkan Injil ini terus menerus kepada diri kita sendiri?
Injil juga adalah berita bahwa Tuhan menerima kita apa adanya, tanpa syarat (Roma 5:10). Tuhan mengasihi kita bukan pada waktu kita baik tapi pada waktu kita masih seteru. Bagaimana mungkin hari ini, ketika kita sudah menjadi anak-anakNya, Dia tidak mengasihi kita ketika kita melakukan kesalahan? Sebesar apapun kesalahan kita, tidak akan membuat Dia membatalkan kasihNya bagi kita. Sebesar apapun kebaikan kita, tidak akan membuat Dia lebih mengasihi kita.
Sebuah kalimat di dalam film The Greatest Showman sangatlah baik: “You don’t need everyone to love you, just a few good people.” Engkau tidak perlu dikasihi semua orang, cukup beberapa orang yang baik saja. Bukankah yang terbesar di antara “beberapa yang baik” itu adalah Yesus? Jika Yesus mengasihi kita, itu sudah lebih dari cukup. Bonusnya adalah beberapa orang di sekitar kita yang melaluinya Tuhan berbisik: Aku mengasihimu.
Apakah kita mengkhotbahkan Injil ini terus menerus kepada diri kita sendiri?
Kalau Injil adalah Tuhan menerima kita apa adanya, maka Injil juga adalah Tuhan menerima dan mengasihi saudara-saudara seiman kita apa adanya. Mereka mungkin punya banyak kelemahan yang mengganggu kita. Mereka mungkin tidak cocok dengan kita. Bahkan mereka mungkin menyakiti kita. Tetapi, kalau Tuhan mengasihi mereka, bukankah kita harus mengasihi mereka juga? Kalau Tuhan mengampuni mereka, bukankah kita harus mengampuni mereka juga?
Injil juga adalah pengharapan bahwa hidup kita sedang menuju kepada sebuah keadaan dimana Tuhan akan menghapuskan segala yang jahat di dunia ini dan menyempurnakan segala yang masih menunggu (Wahyu 20:1-5). Bukan hanya sakit dan penderitaan yang akan dihapuskan, tetapi kasih yang sulit di tengah keluarga yang tidak sempurna, relasi yang berantakan karena kesalahan, dan pelayanan yang seperti tidak ada hasilnya, akan menemui kesempurnaannya.
Sejujurnya, saya sering tidak mengkhotbahkan Injil itu kepada diri sendiri. Di tengah tekanan kehidupan, saya sering berjuang sendiri dan gagal sendiri. Akhirnya saya tidak mengingat dengan kuat siapa Tuhan, siapa saya, siapa orang lain, dan untuk apa saya hidup. Maka betapa saya perlu lagi dan lagi datang kepada salib Kristus, dan mendengar berita InjilNya. Hanya dengan itu saya punya kekuatan untuk hidup dan melayani.
Sudahkah mendengar berita Injil, hari ini?