Ketika pulang ke Jakarta beberapa minggu lalu, saya duduk di sebelah seorang perempuan. Sedikit percakapan dengan dia membuat saya tahu bahwa dia bekerja di Singapore sebagai domestic worker. Sudah 2 tahun dia di Singapore dan ini adalah kepulangannya yang pertama kali ke Indonesia.
Tidak heran dia bingung bagaimana mengisi kartu bea cukai yang dibagikan di pesawat. Saya kemudian membantunya. Ketika keluar dari pesawat dia juga bingung harus kemana dan saya menunjukkan dia jalan ke imigrasi. Selepas imigrasi, dia bingung lagi dimana mengambil bagasi. Setelah semua selesai, dia jalan duluan untuk keluar.
Tiba-tiba saya lihat dengan dia berjalan tergesa-gesa kembali ke arah saya dengan wajah ketakutan. Dia berkata: “Pak, tolong saya… saya nggak boleh keluar di situ… orangnya aneh banget.. saya takut…” Saya jadi bingung ada apa. Tapi instink saya sebagai orang Indonesia tahu bahwa ini pasti ada kaitannya dengan UUD (ujung-ujungnya duit). Maka saya panggil 1 orang porter dan bertanya “apa betul dia tidak boleh keluar dari sana?” Jawaban porter itu khas dalam sistem korupsi Indonesia: “wah musti ada yang bantu pak”. Saya tahu maksudnya. Lalu saya katakan “saya baru ketemu dengan dia, saya cuma mau nolong dia, sebetulnya harusnya keluar dimana?” Setelah sadar dia tidak akan mendapat uang dari saya, porter itu berkata bahwa memang secara peraturan tidak boleh, tiap TKW (sekarang nama kerennya “Penata Layan Rumah Tangga”) memang harus keluar dari pintu khusus.
Saya tahu dia pasti akan dimintai uang. Tapi saya tidak berdaya. Akhirnya saya hanya menenangkan dia dan berpesan supaya dia mengeluarkan sedikit uang di kantong dan jangan membuka dompetnya. Waktu dia pergi, perasaan saya seperti melepas dia masuk ke jalur ‘pembantaian’.
Sambil berjalan keluar, saya merasa muak dengan korupnya sistem di Indonesia. Orang itu naik pesawat yang sama dengan saya. Siapapun yang membayar pesawatnya, tapi dia adalah penumpang pesawat yang saya yakin tidak diberi diskon karena dia TKW. Tapi di pesawat, sikap sopan santun pramugari menjadi berbeda ketika melayani dia dan melayani saya. Mengapa? Sebagai warga negara Indonesia, dia boleh mendapatkan passport seperti saya, tapi dia mendapat passport yang berbeda dari saya. Mengapa? Dan kalau dia punya uang untuk jalan-jalan ke luar negeri, apakah tiap kali pulang dia akan selalu diperlakukan sebagai TKW, keluar lewat jalur TKW, padahal dia sedang jadi turis? Mengapa?
Dan yang juga membuat saya muak, saya pernah melihat bagaimana seorang petugas cleaning service di bandara memperlakukan TKW. Saya bertanya kepada dia dimana toilet, dan saya mendapat jawaban dengan sikap yang sangat sopan. Tapi ketika seorang TKW bertanya kepada petugas yang sama, dia mendapat jawaban dengan kasar!
Bukan cuma korupnya sistem di Indonesia, tapi betapa keterlaluannya orang-orang Indonesia itu!
Bagi kita orang Kristen, jangan sampai kita melakukan yang sama. Amsal berkata:
Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia. (Amsal 14:31)