“TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung." (Rut 2:12)
Ayat ini menarik perhatian saya.
Beberapa waktu ini saya banyak memikirkan tentang hidup dan pelayanan. Saya teringat pada banyaknya kesalahan di masa lalu yang saya sesali. Saya juga menyadari ada banyak ketidakpastian di masa depan yang membuat saya gentar. Maka ketika membaca Alkitab, dan sampai pada bagian ini, mata saya terhenti dan hati saya terharu. Ayat ini menjadi sebuah oasis bagi saya hari itu.
Kita tahu kisah Rut. Dia adalah seorang perempuan Moab yang menikah dengan seorang Israel. Naomi, mertua perempuannya, adalah seorang yang dirundung kemalangan. Suaminya meninggal. Lalu dua orang anaknya (salah satunya adalah suami dari Rut) juga meninggal. Maka Naomi hanya tinggal sebatang kara bersama dengan dua orang menantu perempuannya. Tetapi ketika Naomi memutuskan untuk kembali ke Israel, Rut mengambil keputusan untuk mengikuti mertuanya itu kembali ke Israel. Bagaimanapun dibujuk, ia ngotot untuk ikut Naomi ke Israel. Dengan sangat yakin ia berkata kepada mertuanya: “bangsamulah bangsaku dan Allahmulah allahku.” Kalimat yang sama sekali tidak main-main!
Keputusannya untuk mengikuti Naomi membuat Rut menjalani kehidupan yang sangat sulit. Dia pindah ke tempat yang sama sekali asing bagi dia. Dia harus berusaha diterima menjadi bagian dari bangsa Israel. Dia tidak ada prospek untuk menikah kembali – sesuatu yang dianggap sangat buruk di zaman itu. Ditambah lagi, karena mertuanya tidak punya kemampuan ekonomi, dia harus bekerja kasar. Kehidupan menjadi sangat sulit baginya.
Tetapi, dengan tindakannya menemani Naomi, dengan datang ke tanah dan umat milik Allah, dengan berkomitmen “bangsamulah bangsaku dan Allahmulah allahku”, Rut sebetulnya menempatkan diri berlindung di bawah sayap Tuhan. Rut memilih Allah!
Sekalipun itu berarti dia kehilangan banyak hal, mengalami banyak kesulitan, dan seperti tidak punya pengharapan. Tetapi di saat yang sama, justru dengan demikianlah, Rut sedang menempatkan dirinya sepenuhnya di bawah perlindungan sayap Allah. Allah digambarkan seperti induk burung yang menawarkan sayapnya untuk melindungi anak-anaknya yang tidak berdaya dan kepada siapa yang datang untuk berlindung di bawah sayap-Nya, Allah tidak akan pernah mengecewakan!
Saya tidak membayangkan diri saya seperti Rut… tetapi saya membayangkan diri sebagai orang yang berlindung di bawah sayap Tuhan. Di tengah banyaknya kesulitan dan tekanan, tiap hari saya memohon anugrah Tuhan. Saya mau berlindung, berjongkok, mengkerut, tiarap, terlentang, atau apapun, di bawah sayap Tuhan.
Maka doa berkat Boas untuk Rut itu mengharukan saya: “TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung."
Saya tidak mengklaim berbuat apapun yang pantas untuk menerima upah dari Tuhan. Sama sekali tidak. Tuhan menyatakan perlindungan-Nya saja, itu sudah lebih dari cukup bagi saya.
Tapi doa Boas bahwa Tuhan bukan saja akan melindungi melainkan juga akan membalas orang yang datang berlindung di bawah sayapnya, membuat saya terharu akan kemurahan Tuhan.
Under the wings of God, I come to take refuge!
Wednesday, April 10, 2019
Wednesday, January 02, 2019
Jangan Membuat Resolusi
Ada sangat banyak orang yang hampir selalu membuat resolusi di awal tahun yang baru. Saya salah satunya. Tapi tahun ini tidak.
Mengapa sangat banyak orang yang membuat resolusi di tahun baru? Saya kira ada 2 alasan besar.
Pertama, pergantian tahun adalah “tonggak waktu” yang Tuhan berikan untuk menandai hidup kita. Bahwa “satu bab” sudah berlalu dan kita membuka “bab yang baru”. Maka pergantian tahun mendorong kita untuk mengingat “bab yang lalu”, mengevaluasinya, dan mengharapkan “bab yang baru.”
Kedua, kita sangat sadar bahwa hidup kita belum cukup baik di tahun yang lalu. Kita tahu segala kelemahan dan kegagalan kita. Berat badan yang tidak ideal. Kehidupan keluarga yang kurang harmonis. Pembagian waktu yang berantakan. Gaya hidup yang kurang baik. Maka kita ingin berubah.
Maka tahun baru, resolusi baru. Kita berharap segalanya lebih baik. Kita bertekad menjadi lebih baik.
Tetapi, resolusi cenderung fokus pada hasil (tidak selalu, tapi biasanya begitu). Kita ingin menjadi orang yang lebih ramah. Kita ingin turun 8kg. Kita ingin sehat. Kita ingin berhasil dalam pekerjaan. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Tetapi, tidak ada hasil tanpa proses! Kita sering membuat resolusi tanpa memikirkan bagaimana mencapainya. Maka tidak heran pada bulan Februari banyak orang yang meninggalkan resolusi yang dibuat pada bulan Januari!
Resolusi juga cenderung fokus pada kesimpulan tanpa memberikan detil apa yang dimaksudkan. Misalnya "saya mau lebih banyak menolong orang" tidak akan berhasil tanpa diperjelas apa sebetulnya yang ingin kita lakukan. Untuk bisa lebih banyak menolong orang, perlu ada kebiasaan baru yang kita bentuk. Kebiasaaan apa? Kapan? Apa komitmennya? Tanpa semua itu, resolusi akan percuma.
Maka menjelang akhir 2018, saya mencoba membuat aturan bagaimana saya mau hidup di tahun 2019. Aturan itu seperti proses. Saya tidak tahu bagaimana hasilnya nanti, walaupun seharusnya kalau prosesnya benar maka hasilnya pasti baik. Saya tidak ingin fokus dan hanya memimpikan hasil, tetapi saya ingin fokus mengerjakan proses.
Di akhir tahun 2018 dan di awal tahun 2019, saya membaca dua artikel tentang resolusi yang sangat baik dan menegaskan apa yang ingin saya lakukan:
https://www.thegospelcoalition.org/article/skip-resolutions-make-rule-life/
https://www.thegospelcoalition.org/article/make-habits-not-resolutions/
Di dalam artikel yang pertama, penulis menyarankan untuk kita membuat aturan hidup yang mencakup lima wilayah kehidupan kita: (1) Relasi dengan Tuhan, (2) Kehidupan/kesehatan pribadi, (3) Relasi dengan orang di sekitar, (4) Gereja, (5) Pekerjaan.
Misalnya kita bisa membuat aturan hidup:
1. Setiap hari Senin-Jumat: Saya akan bangun jam 05.15, olah raga selama 45 menit. Setelah sarapan, saya akan saat teduh selama 30 menit. Kemudian berangkat kerja.
2. Saya akan tidur paling lambat jam 22.30.
3. Setiap hari Minggu saya akan mengevaluasi kehidupan selama 1 minggu dan merencanakan minggu yang akan datang (jam 14.00-15.00).
4. Setiap hari senin malam, saya akan membaca buku rohani selama 1.5 jam.
5. Setiap hari Minggu malam saya akan mengajak orang tua makan bersama.
6. Setiap akhir bulan saya akan mengevaluasi kondisi keuangan saya dan mendiskusikannya dengan suami/istri.
7. Selain perpuluhan yang saya berikan, saya akan menyisihkan 2% lagi dari pendapatan saya untuk menolong orang yang membutuhkan.
8. Dst…
Mulailah dengan berdoa bagian mana dalam hidup kita yang harus berubah. Pikirkan baik-baik apa yang ingin kita capai di tahun 2019. Kemudian pikirkan bagaimana kita bisa mencapainya. Kebiasaan apa yang harus kita mulai? Komitmen apa yang harus kita jalani untuk membentuk kebiasaan itu?
Komitmen akan membentuk kebiasaan dan kebiasaan pasti akan mengubah. The power of commitment. The power of habits.
Selamat membuat aturan hidup dan membentuk kebiasaan yang baru.
Mengapa sangat banyak orang yang membuat resolusi di tahun baru? Saya kira ada 2 alasan besar.
Pertama, pergantian tahun adalah “tonggak waktu” yang Tuhan berikan untuk menandai hidup kita. Bahwa “satu bab” sudah berlalu dan kita membuka “bab yang baru”. Maka pergantian tahun mendorong kita untuk mengingat “bab yang lalu”, mengevaluasinya, dan mengharapkan “bab yang baru.”
Kedua, kita sangat sadar bahwa hidup kita belum cukup baik di tahun yang lalu. Kita tahu segala kelemahan dan kegagalan kita. Berat badan yang tidak ideal. Kehidupan keluarga yang kurang harmonis. Pembagian waktu yang berantakan. Gaya hidup yang kurang baik. Maka kita ingin berubah.
Maka tahun baru, resolusi baru. Kita berharap segalanya lebih baik. Kita bertekad menjadi lebih baik.
Tetapi, resolusi cenderung fokus pada hasil (tidak selalu, tapi biasanya begitu). Kita ingin menjadi orang yang lebih ramah. Kita ingin turun 8kg. Kita ingin sehat. Kita ingin berhasil dalam pekerjaan. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Tetapi, tidak ada hasil tanpa proses! Kita sering membuat resolusi tanpa memikirkan bagaimana mencapainya. Maka tidak heran pada bulan Februari banyak orang yang meninggalkan resolusi yang dibuat pada bulan Januari!
Resolusi juga cenderung fokus pada kesimpulan tanpa memberikan detil apa yang dimaksudkan. Misalnya "saya mau lebih banyak menolong orang" tidak akan berhasil tanpa diperjelas apa sebetulnya yang ingin kita lakukan. Untuk bisa lebih banyak menolong orang, perlu ada kebiasaan baru yang kita bentuk. Kebiasaaan apa? Kapan? Apa komitmennya? Tanpa semua itu, resolusi akan percuma.
Maka menjelang akhir 2018, saya mencoba membuat aturan bagaimana saya mau hidup di tahun 2019. Aturan itu seperti proses. Saya tidak tahu bagaimana hasilnya nanti, walaupun seharusnya kalau prosesnya benar maka hasilnya pasti baik. Saya tidak ingin fokus dan hanya memimpikan hasil, tetapi saya ingin fokus mengerjakan proses.
Di akhir tahun 2018 dan di awal tahun 2019, saya membaca dua artikel tentang resolusi yang sangat baik dan menegaskan apa yang ingin saya lakukan:
https://www.thegospelcoalition.org/article/skip-resolutions-make-rule-life/
https://www.thegospelcoalition.org/article/make-habits-not-resolutions/
Di dalam artikel yang pertama, penulis menyarankan untuk kita membuat aturan hidup yang mencakup lima wilayah kehidupan kita: (1) Relasi dengan Tuhan, (2) Kehidupan/kesehatan pribadi, (3) Relasi dengan orang di sekitar, (4) Gereja, (5) Pekerjaan.
Misalnya kita bisa membuat aturan hidup:
1. Setiap hari Senin-Jumat: Saya akan bangun jam 05.15, olah raga selama 45 menit. Setelah sarapan, saya akan saat teduh selama 30 menit. Kemudian berangkat kerja.
2. Saya akan tidur paling lambat jam 22.30.
3. Setiap hari Minggu saya akan mengevaluasi kehidupan selama 1 minggu dan merencanakan minggu yang akan datang (jam 14.00-15.00).
4. Setiap hari senin malam, saya akan membaca buku rohani selama 1.5 jam.
5. Setiap hari Minggu malam saya akan mengajak orang tua makan bersama.
6. Setiap akhir bulan saya akan mengevaluasi kondisi keuangan saya dan mendiskusikannya dengan suami/istri.
7. Selain perpuluhan yang saya berikan, saya akan menyisihkan 2% lagi dari pendapatan saya untuk menolong orang yang membutuhkan.
8. Dst…
Mulailah dengan berdoa bagian mana dalam hidup kita yang harus berubah. Pikirkan baik-baik apa yang ingin kita capai di tahun 2019. Kemudian pikirkan bagaimana kita bisa mencapainya. Kebiasaan apa yang harus kita mulai? Komitmen apa yang harus kita jalani untuk membentuk kebiasaan itu?
Komitmen akan membentuk kebiasaan dan kebiasaan pasti akan mengubah. The power of commitment. The power of habits.
Selamat membuat aturan hidup dan membentuk kebiasaan yang baru.
Subscribe to:
Posts (Atom)