Monday, March 23, 2009

Gelisah?

Beberapa kali saya ditanya, “Apa sih sebenarnya yang dipelajari di sekolah teologi hingga perlu waktu bertahun-tahun untuk lulus?” Ada lagi yang bertanya, “Apa di sekolah teologi belajarnya urutan dari Kejadian sampai Wahyu?” Saya suka tersenyum karena pertanyaan-pertanyaan itu lucu bagi saya. Biasanya kemudian saya menjawab dengan menyebutkan beberapa pelajaran di sekolah teologi (walaupun mungkin bagi dia apa yang saya sebutkan seperti bla..bla..bla..), paling tidak memberikan sedikit gambaran bahwa kami tidak belajar berurutan dari Kejadian sampai Wahyu.

Saya menyadari bahwa pertanyaan seperti itu hanya salah satu cerminan dari masalah kebutaan orang Kristen terhadap teologi. Kalau saja mereka belajar teologi, dengan sendirinya pertanyaan seperti itu tidak akan muncul. 

Salah satu kesan yang saya alami ketika baru masuk ke sekolah teologi, mengikuti berbagai kuliah dan melihat perpustakaan dengan buku yang begitu banyak, saya merasa dunia teologi seperti samudra luas. Begitu banyak yang harus dipelajari, begitu banyak bidang, semua berkaitan, semua saling menunjang, dan uniknya langsung atau tidak langsung semua berpusat pada satu buku kecil yang dimiliki oleh hampir semua orang Kristen (apalagi di Indonesia) yaitu Alkitab. 

Sejak lulus dari sekolah teologi, sebenarnya saya tidak pernah berhenti membaca buku. Masa praktek pelayanan 1 tahun saya lewati dengan mengajar 2 mata kuliah di sekolah teologi (dan itu memaksa saya untuk membaca buku) dan sangat banyak berkhotbah. Setelah itu selama 1 tahun saya menggembalakan sebuah jemaat di Beijing dan praktis setiap minggu saya berkhotbah (itupun membuat saya membaca buku). Setelah itu, selama 1 tahun berikutnya saya mengajar 7 mata kuliah di sebuah sekolah teologi di China (dan itu sangat.. sangat.. memaksa saya untuk membaca buku!). Setelah pulang ke Indonesia dan melayani di gereja, saya juga tidak berhenti membaca buku (walaupun hampir selalu sebagai persiapan untuk berkhotbah).

Tetapi belakangan ini saya gelisah karena menemukan bahwa saya masih sangat kurang pengetahuan. Terlalu banyak hal yang saya tidak tahu! Saya tidak berharap untuk tahu segalanya. Tetapi setelah sekian tahun belajar teologi dan menjadi murid Alkitab yang, menurut saya, cukup serius, saya terkejut ketika menyadari bahwa terlalu banyak yang saya tidak tahu. Saya terkejut ketika melihat ada masalah atau fenomena tertentu dan tidak tahu bagaimana menjawabnya. Saya terkejut ketika menyadari ketidakpekaan teologis saya pada isu-isu tertentu. Dan saya sangat terkejut saat saya membaca ulang Injil, banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya sendiri dan tidak bisa saya jawab. Sekali lagi, saya tidak berharap bahwa saya bisa menjawab semua pertanyaan, tetapi paling tidak jangan sebanyak itu yang tidak bisa saya jawab!

Beberapa tahun yang lalu saya sangat gelisah melihat banyak orang Kristen hampir tidak tahu apa-apa tentang teologi. Tetapi sekarang saya menjadi lebih gelisah lagi karena menyadari saya pun kurang belajar. Saya mulai sadar bahwa saya memang tidak pernah berhenti membaca buku, tetapi ternyata jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan yang seharusnya saya baca sebagai murid Alkitab apalagi sebagai orang yang mengajarkan Alkitab. Maka akhir-akhir ini saya memaksa diri untuk lebih banyak membaca buku, baik itu mengenai biblical theology, pastoral, worship, spiritualitas, etika, kebudayaan, apa saja. 

Kegelisahan ini menyebabkan saya mau belajar. Tetapi kegelisahan saya menjadi-jadi ketika sadar bahwa banyak orang Kristen tidak gelisah! Bahkan banyak hamba Tuhan tidak gelisah, bertahun-tahun melayani dan setiap tahun hanya membaca beberapa halaman buku teologi! Bagaimana kita bisa menjadi serupa dengan Kristus sementara kita tidak mengenal Dia dengan baik? Bagaimana kita bisa bertahan bahkan bercahaya di dalam dunia ini sementara kita tidak mengenal kebenaran Tuhan? Dan, bagaimana kita mengajarkan Firman Tuhan?

Belajar teologi dengan dalam memang bukan segala-galanya. Tetapi belajar teologi adalah salah satu disiplin rohani (yang banyak diabaikan oleh orang Kristen). Belajar teologi adalah bagian dari mencintai Tuhan. Belajar teologi adalah bagian dari kegelisahan melihat dunia yang perlu dilayani. Saya ingin kegelisahan ini dirasakan oleh para hamba Tuhan dan orang Kristen. Maukah ikut gelisah bersama saya?


Tuesday, March 03, 2009

Supaya Kamu Dapat Berdoa

"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa" (1 Petrus 4:7)

Kesudahan Segala Sesuatu Sudah Dekat
Surat 1 Petrus ditulis mungkin sekitar tahun 60-an M, artinya sampai sekarang sudah berlalu lebih dari 1940 tahun. Tetapi waktu itu, Petrus mengatakan ‘sudah dekat’. Kesadaran (awareness) semacam ini selalu muncul dalam Alkitab. Yesus juga mengatakan sudah dekat dan ‘berjaga-jagalah’. Ada 2 arti ‘sudah dekat’ :

Pertama, bagi kita pribadi, waktu kita tidak lama. Begitu kita dipanggil Tuhan, itulah ‘kesudahan segala sesuatu’ bagi kita, pribadi.

Kedua, sebelum generasi di zaman Yesus itu berlalu, tanda-tanda akhir zaman sudah digenapi. Maka tidak ada lagi peristiwa yang memisahkan kita dari kedatangan Kristus. Yesus bisa datang kapan saja! Kondisi seperti ini berarti ‘sudah dekat’.

Petrus perlu menyebutkan ini karena kalau kita berpikir bahwa kesudahan segala sesuatu masih jauh, itu adalah pikiran yg menyesatkan dan akan menjauhkan kita dari Kerajaan Allah. Yesus sungguh-sungguh bisa datang kapan saja.

Kuasailah dirimu dan jadilah tenang
Keduanya lebih ke arah pikiran (mind) daripada tubuh. Ada 2 hal muncul dalam pikiran saya mengenai arti perintah ini:

Pertama, jangan biarkan pikiranmu panik akan berbagai masalah yang engkau hadapi dalam dunia. Kita bisa berdoa sambil sibuk melakukan banyak hal, tapi kita tidak bisa berdoa sambil panik.
Kedua, arahkan pikiranmu kepada Tuhan yang akan segera datang, jangan berpikir Dia masih jauh dan lama. Pikiran seperti ini akan memfokuskan kita kepada Tuhan dan kebenaranNya.

Supaya kamu dapat berdoa
Mengapa perintah ini diberikan setelah 2 kalimat di atas? Calvin mengatakan “Dia mau mengingatkan mereka untuk berdoa dengan sungguh-sungguh, bukan secara formal”. Kalau doa hanya formalitas, dalam keadaan apapun, dengan pikiran bagaimanapun, asalkan kita biasa berdoa atau lancar berkata-kata, kita pasti bisa berdoa. Tetapi doa yang sungguh-sungguh, hanya bisa ketika kita sadar “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat…kuasai diri… dan jadilah tenang”.