Bangsa Aram berperang dengan Israel dan mereka mengepung langsung ibukota Israel. Di zaman itu,
pengepungan berarti kelaparan di dalam kota. Dan penulis kitab Raja-raja ini memberi kita gambaran seperti apa dahsyatnya kelaparan itu: Sampai ada 2 orang ibu yang berjanji untuk bergantian menyembelih anaknya sendiri supaya bisa makan! (6:26-29)
Waktu raja Israel mendengar sampai ada rakyatnya yang makan anaknya sendiri, dia tidak tahan lagi. Dia pakai kain kabung, tanda berduka dan tertekan, dan dalam kemarahannya, yang terlintas dalam pikirannya adalah: bunuh Elisa! (6:31). Dia berkata “Sesungguhnya malapetaka ini adalah daripada TUHAN. Mengapakah aku berharap kepada TUHAN lagi?” Dia marah kepada Tuhan, dan dia ingin melampiaskan kemarahannya dengan membunuh nabi Tuhan. Balas dendam kepada Tuhan!
Tetapi luar biasa, terlepas dari kejahatan Israel, Tuhan masih mau menyampaikan firmanNya melalui Elisa, dan isinya adalah berita anugrah! Janji Tuhan adalah: "Besok kira-kira waktu ini...", dalam 24 jam seluruh ekonomi Israel akan total berubah (7:1). Harga-harga yang begitu mahal karena sangat langka akan menjadi begitu murah karena berkelimpahan.
Perwira yang menjadi ajudan raja langsung bereaksi, “Tidak mungkin! Sekalipun Tuhan membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?” (7:2). Dengan kata lain dia berkata “Biarpun Tuhan lakukan mukjizat, tingkap langit sampai terbuka pun, tidak akan hal itu terjadi.
Dia tidak menyangka bahwa Tuhan akan melakukannya dalam cara yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan: Tuhan akan bawa makanan itu masuk berlimpah-limpah bukan lewat mana-mana, bukan lewat langit, tapi dari pintu gerbang. Tuhan akan berikan makanan berlimpah-limpah bukan dari suplai ladang atau sawah atau pedagang-pedagang, bukan dari semua yang mereka pikirkan, tetapi dari milik pasukan Aram. Dan yang sangat drastis adalah itu akan terjadi dalam 1 malam!
Ada beberapa hal saya ajak kita renungkan:
1. Mengapa perwira ajudan raja itu bisa berkata: "Sekalipun Tuhan membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin itu terjadi"? Padahal dia orang Israel, dia tahu bahwa Allah maha kuasa. Dia tahu kisah bagaimana Allah menghukum Mesir dengan 10 tulah, dia tahu cerita bagaimana tiap hari Allah turunkan manna bagi orang Israel selama puluhan tahun di padang gurun, dia tahu semua cerita-cerita perbuatan dahsyat Allah di masa lalu. Tetapi dia akan berkata, "Itu dulu. Sekarang, tidak mungkin!"
Mungkin ini juga menjadi masalah kita. Kita baca di Alkitab tentang kuasa Allah. Kita baca betapa Allah bisa melakukan perkara besar. Tetapi paling mentok kita hanya berkata, "Itu dulu. Sekarang, tidak mungkin!"
Kita juga bisa percaya ketika mendengar cerita tentang kuasa Tuhan bekerja kepada orang lain di tempat lain. Ketika kita dengar orang lain mengalami mukjizat ini dan itu, kita percaya itu dari Tuhan. Kita dengar cerita kebangunan rohani di negara ini dan itu, kita amini itu dari Tuhan.
Tapi ketika kita alami kesukaran, jalan buntu. berdoa dan tidak ada perubahan, kita sulit percaya bahwa Tuhan yang sama yang mengerjakan semua itu bisa melakukan sesuatu kepada saya sekarang dan di sini.
2. Dalam pikiran perwira itu, karena kota itu dikepung kiri kanan dan tak mungkin ada bahan makanan masuk maka kalau Tuhan mau tolong, satu-satunya cara adalah Tuhan musti jatuhkan dari langit. Tidak ada cara lain! Dan bagi dia, itu pun tidak akan cukup.
Sama, kita bisa berpikir dalam keadaan kita, kalau Tuhan mau tolong, musti begini atau begitu cara tolongnya, musti terjadi ini atau itu, ada perubahan ini dan itu, dst. Dan kita mengajari Tuhan.
Tapi kenapa Tuhan harus ikuti pikiran kita? Tuhan bisa lakukan dengan cara apa saja. Seperti dalam cerita ini, tanpa buka tingkap langit Tuhan bisa berikan makanan.
3. 7:5-7 menceritakan ketika orang-orang kusta itu sampai di perkemahan orang Aram, tidak ada 1 orang pun disana sebab "Tuhan telah membuat tentara Aram itu mendengar bunyi kereta, bunyi kuda, bunyi tentara yang besar”. Begitu mengerikannya bunyi itu dan mereka mengira Israel memanggil raja-raja daerah lain, pasukan yang sangat besar untuk menolong mereka. Dengan ketakutan, mereka langsung lari. Gampang sekali!
Kita bisa tanya, “Tuhan kenapa nggak dari dulu, kenapa tunggu begitu lama? Kenapa tunggu sampai begitu kelaparannya sampai ada ibu yang makan anaknya?
Kita tidak tahu kenapa, tetapi ibu makan anak itu bukan karena Tuhan tapi karena dosa. Dan Tuhan biarkan dosa terjadi, ada yang saling membunuh, ada yang mungkin mencuri, menjarah, merampok, ada yang memaki Tuhan, ada yang tidak percaya Tuhan. Tuhan biarkan semuanya. Sampai waktunya tiba, Tuhan menyatakan kuasaNya.
Setelah Tuhan menolong, bagaimana reaksi orang Israel? Saya kira sama dengan reaksi semua orang di manapun juga:
Orang yang tidak percaya kepada Tuhan, tetap tidak akan peduli kepada Tuhan.
Orang yang percaya Tuhan tapi selama kesukaran dan penantian marah, kecewa, ngomel sama Tuhan, atau bahkan 'mengancam' tinggalkan Tuhan, akan tertunduk malu.
Tetapi orang yang terus berharap, percaya dan berdoa, merekalah yang bersukacita luar biasa!
Kita yang mana?