Monday, July 21, 2008
Yang Penting Tuhan Mau - 1
Dari sejak remaja, saya sering mendengar orang berkata “pelayanan yang penting mau bukan
mampu”. Kalimat ini seringkali diucapkan pada waktu mendorong (kadang memaksa) seseorang untuk ambil bagian dalam pelayanan. Maksudnya jelas, asalkan kita mau kita pasti bisa dipakai oleh Tuhan. Kemampuan itu dari Tuhan maka yang penting, sekali lagi, adalah kita mau.
Setiap kita memang tidak ada yang mampu mengerjakan pekerjaan Tuhan. Sesungguhnya terlalu agung, terlalu besar, terlalu impossible bagi siapapun untuk membantu pekerjaan Tuhan! Itu yang pernah diungkapkan Paulus di dalam surat 2 Korintus. Setelah dia menyatakan peran yang sangat mulia dari seorang pelayan Tuhan yaitu “menyebarkan bau yang harum dari Kristus” (2 Kor 2:15), dia bertanya “Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?” (2 Kor 2:16). Dan jawabannya “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (2 Kor 3:5).
Maka kita mungkin bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang terlihat seperti pekerjaan Tuhan. Kita bisa mengorganisir suatu acara, membuat desain untuk publikasi, memasak, memainkan musik atau bahkan berkhotbah, tetapi semua itu mungkin bukan pekerjaan Tuhan. Tidak ada dari kita yang mampu menyebarkan bau yang harum dari Kritus, itu adalah pekerjaan Allah. Dengan kekuatan sendiri, kita hanya mampu melakukan christian work dan bukan pekerjaan Tuhan.
Tetapi apakah betul “pelayanan yang penting mau bukan mampu?” Saya kira juga tidak terlalu tepat. Bukankah Tuhan memberikan tempat bagi masing-masing anggota tubuh? Bukankah Tuhan memberikan talenta yang berbeda bagi pelayan-pelayanNya?
Dalam konteks praktis, apakah kita perlu membujuk orang yang suaranya agak ‘lari’ untuk ikut paduan suara (karena paduan suara kekurangan anggota) dengan alasan “pelayanan yang penting mau”? Saya kira tidak. Atau apakah karena kita kekurangan guru sekolah minggu, maka siapa saja kita bujuk untuk menjadi guru sekolah mingu dengan alasan “pelayanan yang penting mau”? Lebih parah lagi, apakah kita harus membiarkan seseorang menempati jabatan tertentu dalam pelayanan hanya karena “dia mau”?
Banyak kekacauan dalam gereja karena banyak orang Kristen yang ingin mengambil tempat yang bukan bagiannya. Dan juga ada banyak kelemahan dalam pelayanan karena banyak orang yang ambil bagian di dalamnya hanya karena merasa bersalah jika dia tidak mau. Konsep bukankah “yang penting mau” membuat banyak orang merasa keterlaluan jika tidak mau. Padahal tiap anggota tubuh harus berada pada tempatnya, bukan sekedar mau berada di mana.
Mungkin lebih baik kita katakan “pelayanan yang penting adalah Tuhan mau”. Kalau pelayanan bukan kesanggupan kita tetapi Tuhan, maka biar Tuhan yang menunjukkan apa yang harus kita lakukan. Talenta yang Tuhan berikan kepada kita bisa menjadi petunjuk bagi kita. Situasi pelayanan di hadapan kita juga bisa menjadi petunjuk bagi kita. Pada intinya, masing-masing kita harus dengan hati yang jujur bertanya kepada Tuhan, apa yang Tuhan mau kita lakukan. Kalau Tuhan mau, walaupun kita tidak mampu (dan memang kita tidak akan mampu), Tuhan akan pakai kita. Sebaliknya, sekalipun kita mau, kalau Tuhan tidak mau (bukan tempatnya kita), kita hanya akan mengerjakan christian work dan bukan pekerjaan Tuhan.