Sekedar ingin sharing apa yang sedang saya lakukan dalam studi saya di semester ini. Ini adalah semester terakhir sebelum saya masuk dalam penulisan thesis. Maka semester ini saya mengambil guided study, mata kuliah yang dirancang untuk mempersiapkan saya dalam penulisan thesis.
Waktu pihak sekolah menanyakan apa yang ingin saya tulis tentang thesis, saya bergumul dan akhirnya saya menjawab saya ingin menulis tentang misi di kekristenan awal (early Christianity). Belum terlalu jelas apa yang ingin saya tulis, tapi mungkin seputar misi seperti apa yang diharapkan Paulus dari gereja, aktif atau pasif? Berita apa yang harus diproklamirkan oleh gereja? Apakah misi gereja dilihat sebagai misi 'one body' atau 'personal'?
Karena topik itu, pembimbing saya meminta saya untuk mempelajari apakah Yudaisme di zaman bait Allah kedua (maksudnya bait Allah yang berdiri setelah kembali dari pembuangan di Babel) adalah agama yang bermisi atau tidak (Whether Judaism in the second temple period was a missionary religion or not). Topik yang sebenarnya sangat besar, terlalu besar untuk sebuah paper singkat. Tapi yang dia harapkan adalah saya menjadi akrab dengan literatur, sejarah dan perdebatan seputar misi di zaman kekristenan awal, dan untuk itu saya tidak bisa lari dari Yudaisme.
Maka mulailah saya berpusing ria dengan segala macam Judaism stuff. Menarik tapi sangat susah! Saya mulai suka sekaligus mulai pusing! Saya harap dalam 2 atau 3 minggu lagi saya bisa mulai menulis paper saya. Tidak mungkin saya bisa menjawab pertanyaan itu dalam riset singkat dan paper singkat semester ini. Saya hanya mencoba merangkumkan berbagai perdebatan dan data yang ada (saya harap dengan itu saya juga menjadi familiar dengan dunia itu) dan kemudian bisa memberikan masukan kritis. Fiuhhh... may God help me!
Beberapa buku di bawah ini sementara ini saya anggap sebagai buku-buku utama yang harus dibaca:
Tuesday, February 22, 2011
Thursday, February 17, 2011
Mengapa 'Buku Renungan' Untuk 'Saat Teduh'?
'Saat teduh' adalah istilah yang dipakai untuk menyebut waktu khusus untuk membaca Alkitab dan berdoa. Tidak jelas siapa yang pertama kali mengeluarkan istilah ini, tetapi istilah yang dia pakai sangat menarik. Dia tidak menyebutnya sebagai 'saat membaca Alkitab' atau 'saat berdoa' tetapi 'saat teduh'. Sebuah waktu yang dipakai untuk teduh, tenang, dan menemukan kedamaian. Kita tahu isinya adalah membaca Alkitab dan berdoa, tetapi penekanannya adalah pada keteduhan yang kita temukan waktu membaca Alkitab dan berdoa.
Bagaimanapun bagusnya, istilah itu sudah menjadi technical term untuk menunjuk suatu kegiatan. Dan celakanya kegiatan yang kita maksud biasanya adalah: membaca artikel renungan harian (baik lewat buku ataupun online)! Kita bisa lakukan itu sambil duduk di MRT (buat yang di Singapore), sambil berdiri berdesakan di bis, atau via iPhone di kantor sambil menunggu komputer start-up. Maka kalau kita ditanya, "Apakah sudah bersaat teduh?", asalkan kita sudah membaca artikel itu, kita akan berkata "Sudah!"
Beberapa hal yang perlu kita pikirkan ulang:
1. Saat teduh isinya adalah membaca Alkitab dan berdoa. Lebih dalam lagi, saat teduh adalah waktu khusus berkomunikasi dengan Tuhan. Kita berbicara kepada-Nya dan mendengar suara-Nya. Kita bersekutu dengan Dia. Mengapa lalu ini diganti dengan membaca artikel renungan? Mengapa tidak lebih baik baca 1 ayat Alkitab, meresapi ayat itu, dan kemudian berdoa kepada Tuhan? Jangan salah mengerti, saya tidak anti buku saat teduh atau artikel-artikel renungan online. Tapi apa yang ada di dalam artikel2 seperti itu adalah renungan seseorang akan ayat Alkitab. Kita boleh membacanya untuk menolong kita juga merenungkan Alkitab tapi bukan merenungkan artikelnya! Dan coba tanya ulang pertanyaan yang paling dasar di dalam saat teduh, apakah kita berkomunikasi dengan Tuhan?
2. Membaca buku renungan di bis atau artikel renungan online tidak salah. Tapi benarkah kita menemukan keteduhan? Diam, tenang, cari wajah Tuhan dan menerima damai-Nya? Benarkah itu adalah saat yang T-E-D-U-H bagi kita?
Sekali lagi, tidak apa kita memakai buku saat teduh, tapi mari pikir dulu bagaimana buku saat teduh itu atau artikel renungan online itu membantu kita berkomunikasi dengan Tuhan dan teduh di kaki-Nya.
Mari ber-saat teduh lagi! Benar-benar ber-saat teduh!
Maka lain kali waktu kita ditanya, "Apakah sudah bersaat teduh?" kita bisa menjawab dengan tersenyum, "Sudah!"
Bagaimanapun bagusnya, istilah itu sudah menjadi technical term untuk menunjuk suatu kegiatan. Dan celakanya kegiatan yang kita maksud biasanya adalah: membaca artikel renungan harian (baik lewat buku ataupun online)! Kita bisa lakukan itu sambil duduk di MRT (buat yang di Singapore), sambil berdiri berdesakan di bis, atau via iPhone di kantor sambil menunggu komputer start-up. Maka kalau kita ditanya, "Apakah sudah bersaat teduh?", asalkan kita sudah membaca artikel itu, kita akan berkata "Sudah!"
Beberapa hal yang perlu kita pikirkan ulang:
1. Saat teduh isinya adalah membaca Alkitab dan berdoa. Lebih dalam lagi, saat teduh adalah waktu khusus berkomunikasi dengan Tuhan. Kita berbicara kepada-Nya dan mendengar suara-Nya. Kita bersekutu dengan Dia. Mengapa lalu ini diganti dengan membaca artikel renungan? Mengapa tidak lebih baik baca 1 ayat Alkitab, meresapi ayat itu, dan kemudian berdoa kepada Tuhan? Jangan salah mengerti, saya tidak anti buku saat teduh atau artikel-artikel renungan online. Tapi apa yang ada di dalam artikel2 seperti itu adalah renungan seseorang akan ayat Alkitab. Kita boleh membacanya untuk menolong kita juga merenungkan Alkitab tapi bukan merenungkan artikelnya! Dan coba tanya ulang pertanyaan yang paling dasar di dalam saat teduh, apakah kita berkomunikasi dengan Tuhan?
2. Membaca buku renungan di bis atau artikel renungan online tidak salah. Tapi benarkah kita menemukan keteduhan? Diam, tenang, cari wajah Tuhan dan menerima damai-Nya? Benarkah itu adalah saat yang T-E-D-U-H bagi kita?
Sekali lagi, tidak apa kita memakai buku saat teduh, tapi mari pikir dulu bagaimana buku saat teduh itu atau artikel renungan online itu membantu kita berkomunikasi dengan Tuhan dan teduh di kaki-Nya.
Mari ber-saat teduh lagi! Benar-benar ber-saat teduh!
Maka lain kali waktu kita ditanya, "Apakah sudah bersaat teduh?" kita bisa menjawab dengan tersenyum, "Sudah!"
Subscribe to:
Posts (Atom)