Saya baru saja membaca tulisan Thomas a Kempis dimana dia mengajarkan bahwa
Kristus meminta
kita untuk mempercayakan seluruh diri kita dengan pasrah
kepada-Nya dan meminta kita untuk berdoa demikian:
Lord, You know what is better for me; let this be done or that be done as
You please. Grant what You will, as much as You will, when You will. Do with me
as You know best, as will most please You, and will be for Your greater honor.
Place me where You will and deal with me freely in all things. I am in Your
hand; turn me about whichever way You will. Behold, I am Your servant, ready to
obey in all things. Not for myself do I desire to live, but for You – would that
I could do this worthily and perfectly!
Berkali-kali saya membaca kalimat-kalimat itu dan memikirkan implikasinya.
Betulkah saya berani berdoa seperti itu? Menjatuhkan diri sepenuhnya ke dalam
genggaman tangan Tuhan – tanpa memohon yang lain, tanpa ada keinginan lain,
tanpa memikirkan yang lain, semua terserah Tuhan! Kalau Tuhan anggap baik untuk
membuat saya hancur – untuk kebaikan jiwa saya, silakan. Kalau Tuhan anggap baik
untuk mengambil semua yang berharga bagi saya, silakan. Kalau Tuhan membiarkan
saya di dalam kegelapan yang sangat gelap, silakan. Kemana pun Tuhan mau saya
melangkah, kapan pun semua itu akan terjadi, saya berserah! Bukankah itu doa
yang mengerikan?
Oh.. how I wish I could pray that worthily and perfectly! Betapa
inginnya saya bisa berdoa seperti itu dengan layak dan sempurna!
Saya sangat tahu bahwa Tuhan bukan Tuhan yang jahat dan senang mempermainkan
hidup saya. Dia sangat baik, amat baik, terlalu baik! Tetapi betapa sulitnya
untuk betul-betul memasrahkan diri kepada-Nya. Selalu ada keinginan untuk
berkata, “Ah Tuhan, tapi jangan yang itu ya…betul lho Tuhan, saya sih pasrah,
tapi jangan sampai begitu dong…”
Saya tahu saya tidak akan pernah lulus pelajaran berdoa dan mengikut Tuhan,
sampai nanti berjumpa dengan Dia di kekekalan. Tetapi, saya ingin naik kelas…
sedikit saja…
Lord, have mercy on me!
-Lamunan sore hari-