Dulu saya ini orang yang sangat jahat sampai akhirnya suatu hari saya dengar khotbah dan jadi Kristen. Puji Tuhan, saya bertobat dan kenal Tuhan. Sekarang saya melayani di gereja. Dulu itu saya bukan cuma suka mabuk-mabukan, judi. mencuri, tapi saya bahkan juga berani merampok dan membunuh. Tidak ada orang yang berani dengan saya. Wah.. kalau pas minum, saya ini kuat sekali, minum berbotol-botol brandy juga tidak mabuk. Kalau pas judi, saya hampir selalu menang. Uang saya banyak dari hasil judi. Kalau diterusin, bisa kaya sekali saya ini. Terus kalau berkelahi, lawan 5 orang sekaligus juga saya tidak takut. Orang mau tusuk saya, nggak mempan, saya terlalu jago, dia yang saya tusuk duluan. Kalau saya merampok, saya punya ilmu yang bikin orang ketakutan dan cepet sekali serahkan semua barang. Kalau saya nggak jadi orang Kristen, mungkin sekarang saya sudah terkenal banget di dunia kejahatan…Ok, mungkin cerita imajiner di atas agak ekstrim. Tapi pernahkah mendengar kesaksian yang kira-
kira nadanya mirip seperti di atas?
Sebuah kesaksian mengenai pertobatan dan anugrah keselamatan yang Tuhan berikan, tetapi yang isinya jauh lebih banyak tentang betapa “hebat”nya dia di dalam berbuat dosa. Tidak ada penyesalan di wajahnya ketika menceritakan dosanya. Sebaliknya dia cenderung bangga akan apa yang pernah dia perbuat.
Mendengar kesaksian seperti demikian membuat saya jadi bertanya-tanya: Apakah dia sungguh bersyukur untuk keselamatannya? Apakah dia sungguh menangis, memukul diri dan menyesali dosa-dosanya? Apakah dia tersentuh oleh kasih Yesus yang menderita karena dosa-dosanya? Apakah dia bangga akan salib Yesus? Jika “ya”, lalu mengapa dia begitu bangga akan dosa?
Di dalam percakapan sehari-hari, saya sering menjumpai “kesaksian” yang serupa – tentu tidak se-ekstrim di atas. Tapi sungguhan, ada banyak orang “Kristen” (apakah benar dia orang Kristen, saya tidak tahu) yang bangga akan dosanya di masa lalu. Dia bangga bahwa dulu dia berangasan, kasar, galak, sadis. Dia bangga bahwa dulu dia jagoan berantem. Dia bangga bahwa dulu dia pemabuk. Dia bangga bahwa dulu dia sudah “mencicipi” berbagai dosa seksual yang menjijikkan – pornografi, free sex, pelacuran, dan sebagainya.
Yang selalu paling jelas adalah mimik wajahnya waktu menceritakan semua itu sama sekali tidak menunjukkan penyesalan, malu, “memukul diri,” tetapi seakan berkata: “Semua itu gua udah pernah… apa sih yang gua nggak tau… orang mau sombong pernah gini gitu? alaahh… gua juga pernah… kalo dulu ya, gua nih…”
Maka saya bertanya-tanya: Apakah sikap seperti itu adalah sikap Kristen? Atau lebih jauh lagi, mungkinkah orang Kristen bersikap seperti itu?
Mungkinkah sikap seperti itu sebenarnya berakar pada dosa “kesombongan” – pride? Dia ingin membanggakan DIRI-nya. Seperti anak kecil yang ingin tampil hebat dan dilihat orang. Dia tidak bisa membanggakan kerendahan hati dan tidak mungkin membanggakan penyesalan! Maka apa yang mau dibanggakan? Dosa.
Atau mungkinkah sikap seperti ini menunjukkan dosa yang mulai mencengkeram lagi hatinya? Seperti seorang pelacur yang sudah ditebus, dikeluarkan dari perbudakan, dilimpahi dengan kasih sayang yang suci, tetapi sekarang mulai main mata lagi dengan pelacuran! Dia mengingat-ingat kembali betapa enaknya hidup melacur. Dia mulai tidak bangga dengan penebusan, pembebasan dan kasih sayang suci yang dinikmatinya. Dia tidak berpikir betapa memalukan dan menjijikkan “pelacuran” yang dia banggakan itu di mata Tuhan. Dosa sudah mengintai, mengajaknya bermain mata dan dia mulai tertarik lagi.
Atau mungkinkah lebih serius lagi, dia memang tidak mengenal Allah!? Dia tidak mengenal Allah dengan segala keindahan-Nya, kesucian-Nya, dan kecemburuan-Nya. Oh, dia mungkin ke gereja, pelayanan, tetapi dia tidak mengenal Allah. Itu sebabnya dia tidak menganggap dosa sebagai sampah yang memalukan, tetapi malah menganggapnya sebagai permata yang bisa dibanggakan. Apa yang dibenci Allah, disukai oleh dia. Bukankah itu tanda dia tidak mengenal Allah?
Saya tidak tahu yang mana.
Tetapi, setiap kali seseorang mulai membanggakan dosa, mari kita tidak kagum tapi waspada. Mari kita melihatnya sebagai tanda yang sangat jelas bahwa dosa sedang bekerja di dalam diri orang itu. Dan mari kita bertanya: Apakah dia mengenal Allah?
Kalau kita sendiri lah yang suka membanggakan dosa… setiap kali kita sadar, bertobatlah! Karena “dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau” (Kej 4:7).