Aku pernah mendengar sebuah khotbah yang terngiang-ngiang di telingaku sampai sekarang:
“Pemudi Kristen adalah pemudi kekasih Yesus!”
Sebagai seorang pemudi Kristen, aku pun tersentak. Betapa benarnya itu! Betapa bahagianya para pemudi Kristen karena dikasihi oleh Yesus! Tetapi, berkali-kali aku tertunduk sedih, sakit hati dan marah, ketika menyadari bahwa seringkali kami sendiri, para kekasih Yesus, yang membiarkan diri dirusak.
Aku dulu bertemu dengan dia di gereja. Seorang pemuda yang baik, rajin ke gereja dan terlibat pelayanan. Awalnya biasa saja bagiku, tetapi perhatiannya, kelembutannya, humornya, makin lama makin memikat hatiku. Akhirnya aku berkata "ya" menyambut cintanya. Awalnya pacaran kami sangat sehat. Kami bahkan banyak bicara tentang pelayanan. Tetapi kadang kami pergi berdua dan di saat sepi dia suka membelaiku. Jujur aku sangat menikmatinya. Lama kelamaan sentuhan, belaian, ciuman, menjadi semakin agresif. Hubungan kami makin lama makin jauh dan kami pun jatuh dalam dosa seksual yang paling dalam. Aku menangis dan dia pun meminta maaf. Kami berdoa dan meminta ampun ke Tuhan. Perasaanku tidak karuan setiap kali mengingat hal itu. Tapi entah mengapa, kami mengulanginya lagi.. dan lagi… Aku benar-benar ingin berhenti. Aku jijik dengan diriku. Aku marah dengan dia. Tapi aku tidak berani memutuskan hubungan itu. Hubungan kami dengan Tuhan pun semakin menjauh. Di hadapan banyak orang, kami adalah pasangan yang baik. Tetapi, itu justru membuatku semakin tertekan karena aku tahu, kami sangat munafik.
Sekian tahun aku bersama dengannya dan akhirnya… kami pun menikah. Tidak ada yang tahu kepedihan yang kurasakan pada waktu mengenakan cadar tanda kesucian, mendengar dia mengucapkan janji nikah yang sulit untuk kupercaya, dan menerima berkat dalam pernikahan kudus. Seperti apa hidupku nanti?
Itu sebabnya sangat sakit hatiku ketika baru-baru ini aku mendengar seorang pemudi kekasih Yesus bercerita:
“Dia diperkenalkan kepadaku oleh seorang teman. Dia terlihat dewasa dan bertanggung jawab. Dari perkenalan, lalu mulai sering chatting, pergi bersama teman, dan akhirnya kami pacaran. Sama seperti semua hubungan lainnya, setelah beberapa lama berpacaran, masalah di antara kami mulai muncul. Sebenarnya hampir semua hanyalah masalah kecil, kesalahpahaman, dan yah… seputar itu lah. Tapi yang membuatku terkejut adalah ketika marah, dia sering mengucapkan kata-kata kasar kepadaku. Waktu aku menegurnya, kadang dia meminta maaf, tetapi lebih sering dia membela diri. Aku tidak bisa mengerti emosinya yang meledak-ledak dan mudah marah. Belakangan ini, ternyata bukan saja mulut tapi tangan juga ikut berbicara. Sakit hatiku lebih sakit dari bekas tamparannya. Tetapi dia meminta maaf, dengan bersujud dia mohon ampun kepadaku dan berjanji tidak akan mengulanginya. Aku percaya kepadanya, apalagi kemudian dia berubah menjadi sangat baik kepadaku. Tapi ternyata peristiwa itu bukan yang pertama kali, bahkan bukan yang kedua kali… Tapi aku masih percaya dia akan berubah nanti walaupun entah kapan.”Oh.. ingin aku berteriak kepadanya untuk memutuskan hubungan itu dan tidak membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu.
Seakan masih belum cukup, aku mendengar juga seorang pemudi kekasih Yesus lainnya bercerita:
“Aku baru baru saja putus dengan pacarku. Sakit hati, kesedihan, membuat kesepian makin menjadi. Lalu datanglah seorang pemuda ke hidupku. Dia terlihat percaya diri, pandai bicara, dan menarik. Awalnya hanya chatting, lama kelamaan… dia makin terlihat menarik. Ah, perasaan ini melambung setiap kali dia memberi perhatian. Kesepianku tidak lagi terasa. Maka tanpa pikir panjang, dengan senang hati kuterima cintanya. Beberapa minggu berpacaran, aku terkejut ketika dia mencium bibirku. Rasanya aneh, terlalu cepat, dan ah… tidak benar. Tapi dia terlihat tenang dan yakin. Aku pun membiarkannya. Tetapi, aku lebih kaget lagi ketika tangannya semakin berani menggerayangi tubuhku. Aku tahu itu salah, tapi aku tidak berani menolak. Kami memang tidak meneruskannya lebih jauh tetapi hampir setiap kali berduaan dia akan melakukannya. Aku merasa direndahkan dan dilecehkan. Aku ingin dia berhenti melakukannya tapi aku juga menikmatinya dan itu makin membuatku merasa bersalah. Di sisi lain, aku takut dia marah lalu memutuskan hubungan ini dan aku akan merasa kesepian lagi. Apa yang harus aku lakukan?”Cerita-cerita seperti ini yang dituturkan beberapa pemudi kekasih Yesus, dan juga dialami olehku, ya… cerita-cerita seperti inilah yang membuat
Aku ingat lagi kalimat-kalimat di dalam khotbah pendeta itu:
Wahai pemudi kekasih Yesus, tidakkah kamu mengerti betapa Yesus mengasihimu? Mengapa kamu biarkan seorang pria menghinamu, merusakmu, mengambil keuntungan darimu?
Tidak pernahkah kamu baca di Alkitab, perintah Tuhan kepada para suami adalah: “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.” (Efesus 5:25-27)
Yesus begitu mengasihimu, sehingga DIA MATI BAGIMU, demi untuk MENGUDUSKANMU dan menjadikanmu TIDAK BERCELA! Maka demikianlah Ia memerintahkan para suami untuk memperlakukanmu dan demikianlah juga kamu harus memilih dan menilai pria yang pantas untuk menjadi pasanganmu!
Wahai pemudi kekasih Yesus, tidak tahukah kamu bahwa dengan membiarkan dirimu menjadi tidak kudus dan bercela, itu mendukakan Yesus yang mengasihimu?
Wahai pemudi kekasih Yesus, tidak tahukah kamu bahwa tidak ada alasan untuk kamu mencari kasih yang palsu, bobrok dan bukan-kasih hanya karena kamu kesepian?
Yesus mengasihimu dan itu lebih dari cukup. Yesus menginginkan yang terbaik bagimu. Yesus menginginkan kamu hidup KUDUS dan TAK BERCELA, dengan atau tanpa pendamping seorang pria! DIA MATI BAGIMU untuk itu!Izinkan aku memberikan nasihat kepadamu pemudi-pemudi kekasih Yesus. Waktu akan berlalu. Relasimu dengan dia mungkin tidak berlanjut ke jenjang pernikahan. Tetapi, luka yang ditimbulkannya kepadamu akan membekas.
Ya, waktu akan berlalu. Sekalipun relasimu dengan dia berlanjut ke pernikahan, seperti yang kualami, luka itu tetap akan membekas. Luka itu akan terasa waktu kamu mengingat semuanya. Luka itu akan terasa waktu kamu bertemu dengan pemudi lain yang mengalami hal serupa sepertimu. Luka itu akan terasa waktu kamu sulit percaya kepada pasanganmu. Luka itu akan terasa waktu dia kasar dan tidak mempedulikan perasaanmu, apalagi waktu dia memukulimu. Luka itu akan terasa waktu dia meninggalkanmu mengejar wanita lain. Luka itu akan terasa waktu kamu menyadari bahwa dia terikat dengan pornografi, dan itulah yang membuat dia dulu begitu agresif kepadamu. Luka itu akan terasa waktu kamu harus mendidik anakmu sendiri untuk hidup dalam kekudusan. Luka itu akan sangat terasa, waktu dia memperlakukanmu dengan tidak hormat karena kamu dulu begitu mudah dilecehkan.
Oh, aku bersyukur… Walaupun sekian lama aku juga harus menanggung bekas luka itu, Yesus sungguh mengampuni dan memulihkan aku dan suamiku. Anugrah-Nya begitu besar. Tetapi tidak semua pemudi mengalami itu.
Aku sangat mengerti bahwa kasih Tuhan tidaklah bisa dibandingkan dengan kasih manusia. Kasih Tuhan itu sempurna dan kasih manusia itu cacat. Maka tak mungkin kita menemukan kasih yang sempurna dari sesama manusia. Tetapi mengapa kita memilih kasih yang bukan sekedar cacat, tetapi rusak, bobrok, najis, bahkan sama sekali bukan-kasih!? Mengapa kita biarkan itu?
Oh, pemudi kekasih Yesus, aku berdoa supaya kamu hidup kudus dan tak bercela. Sekalipun kamu tidak menemukan pasangan di dunia ini, ingatlah bahwa kamu terikat dengan kekasihmu yang sejati di sorga. Dan jikalau kamu menemukan pasangan di dunia ini, dia haruslah orang yang MENGINGINKAN kamu hidup kudus dan tak bercela bahkan RELA MENGORBANKAN DIRI untuk menjagamu kudus dan tak bercela.
Seperti Yesus, ya… seperti Yesus.
Wahai pemudi kekasih Yesus, demi kebaikanmu sendiri, demi kasih Allah, janganlah kecewakan Yesus yang mengasihimu. Engkau adalah pemudi kekasih Yesus, carilah pasangan yang mengasihimu… seperti Yesus mengasihimu.