Sebagian dari kita mungkin mulai lelah dengan latihan. Sebagian mungkin mulai tegang (atau mungkin PD). Tetapi, satu hal yang paling penting adalah apa yang ada di pikiran dan hati kita tentang pelayanan ini? Apakah kita merasa “ah sudah biasa begini, tinggal tampil, ya sudah.” Atau kita merasa “aduh ini stress banget, cape banget, pengen cepet selesai semuanya. .. lalu liburan.” Apa sebetulnya kerinduan kita melalui pelayanan ini?
Kita berlatih. Itu pasti penting. Kita persiapan, curahkan waktu dan tenaga. Itu juga pasti penting. Tetapi, apa yang ada di pikiran dan hati kita mengenai pelayanan ini, itu jauh lebih penting. Karena apa yang akan kita lakukan bersama tanggal 24 Desember nanti bukanlah pertunjukan dan bukanlah hiburan. Apa sebenarnya yang kita lakukan? Kita berusaha supaya setiap orang yang belum percaya, pada waktu datang, mendengar orang Kristen memuji Tuhan melalui lagu, musik dan melihat drama, hatinya bergetar. Lalu pada waktu dia mendengar Firman, Roh Kudus bekerja membuka hatinya sehingga dia diterangi dan pindah dari kegelapan kepada terang. Kita juga berusaha supaya setiap orang yang sudah percaya, pada waktu datang, mendengar lagu pujian, melihat drama, mendengar khotbah, dia dikuatkan dan dikobarkan lagi imannya.
Ini pekerjaan yang wow. Pada dasarnya yang kita lakukan adalah berusaha mematahkan kuasa kegelapan yang berkuasa di dalam hati orang yang belum percaya dan yang sedang mengintai dan berusaha menjatuhkan orang percaya. Supaya pada akhirnya terang Tuhan bercahaya dan nama Tuhan ditinggikan.
Masalahnya waktu kita menginginkan itu, mengusahakan itu, mengerjakan itu, satu hal yang pasti adalah: Setan tidak akan tinggal diam. Maka jelas pelayanan kita adalah peperangan rohani. Tetapi siapa kita sehingga sanggup mengerjakan pelayanan seperti ini? Siapa kita sehingga sanggup mematahkan kuasa kegelapan dalam hati orang yang belum percaya dan menguatkan serta memulihkan orang yang percaya. Siapa kita?
Pada waktu memikirkan ini, saya kembali mengingat cara kerja Tuhan yang sangat mirip pada waktu Natal yang pertama.
Kalau kita mau anggap peristiwa itu sebagai pelayanan, maka Natal pertama adalah pelayanan yang sangat besar: Menghadirkan Anak Allah ke dalam dunia dan tinggal di tengah manusia.
Halangannya juga bukan main besarnya. Kalau dilihat dari kacamata manusia, maksud Tuhan hampir gagal waktu itu. Peperangannya sangat mengerikan: Setan melakukan apa saja untuk menghalangi hal itu terjadi, termasuk mendalangi pembunuhan semua bayi berusia 2 tahun ke bawah di Bethlehem. Maria sendiri waktu itu bisa menolak jadi “bintang utamanya.” Yusuf bahkan hampir menolak jadi “ketua panitia” karena mau memutuskan pertunangan dengan Maria. Ada resiko orang-orang setempat mengamuk dan seluruh “artis dan panitia” bisa dibunuh dengan ditimpuki batu. Belum lagi ejekan, gosip, caci maki yang terus diterima oleh Yusuf dan Maria. Tidak main-main.
Maka kalau bicara besarnya skala pelayanan, Natal pertama adalah pelayanan terbesar sepanjang sejarah manusia. Nasib seluruh dunia dan seluruh manusia bergantung pada event itu. Kalau bicara ngerinya dan dahsyatnya pelayanan, Natal pertama adalah pelayanan terngeri dan terdahsyat di seluruh sejarah manusia.
Tetapi, anehnya, panitia dan pelayan yang dipilih untuk event sebesar itu adalah Yusuf dan Maria. Dua orang super sederhana, bukan siapa-siapa, dari tempat super kecil, bukan tempat apa-apa. Tetapi di pundak merekalah diletakkan tanggung jawab untuk mengerjakan pelayanan terbesar, terngeri dan terdahsyat di seluruh sejarah manusia.
C. S. Lewis menulis tentang rencana Allah ini: Seluruh rencana besar Allah untuk menyelamatkan dunia, menyempit, dan menyempit, terus sampai akhirnya menjadi satu titik kecil, sangat kecil, yaitu seorang gadis Yahudi yang berdoa. Melalui dia, Allah menghadirkan Yesus ke dalam dunia. Philip Yancey berkata pada waktu dia membaca lagi cerita di Alkitab mengenai kelahiran Yesus, dia gemetar sambil memikirkan bahwa nasib seluruh dunia, nasib seluruh manusia, bergantung hanya pada dua orang anak muda desa tanpa pendidikan, bukan siapa-siapa, dari tempat yang bukan apa-apa.
Tapi tokh akhirnya ketika dua orang yang bukan siapa-siapa itu taat, rencana Tuhan tergenapi.
Saya mencoba membandingkan ini dengan pelayanan kita tanggal 24 Desember nanti. Walaupun pelayanan yang kita lakukan tidak sebesar, sengeri dan sedahsyat Natal yang pertama, tapi esensinya sama.
Pada waktu kita melayani dalam Natal, ingatlah bahwa kita bukan sedang menampilkan pertunjukan, bukan sedang menghibur, bahkan bukan sedang sekedar membuat ibadah indah dan wow. Tetapi, kita sedang melakukan yang sama seperti pelayan Natal yang pertama, Yusuf dan Maria, untuk berdoa, berharap, berusaha, membuka jalan untuk Sang Terang itu hadir di dalam hati manusia yang gelap. Kita berdoa, berharap, berusaha, supaya sang Terang itu menyalakan lagi terangNya yang mungkin hampir padam, di dalam hati anak2-anakNya.
Untuk hal sebesar itu, kita juga sama seperti pelayan Natal yang pertama: Kita bukan siapa-siapa. Tetapi ketika Tuhan memilih kita untuk melayani dan kita berespon dengan ketaatan dan penyerahan diri, Tuhan bisa memakai kita jauh melampaui apa yang mampu untuk kita lakukan.
Maka kembali kepada apa yang saya katakan di awal. Kita latihan, itu pasti penting. Kita persiapan, curahkan waktu dan tenaga, itu juga pasti penting. Tapi apa yang kita pikirkan tentang pelayanan ini? Apa kerinduan kita melalui pelayanan ini? Apakah kita berdoa dengan sungguh-sungguh supaya Tuhan bekerja dengan kuasaNya? Supaya melalui apa yang kita lakukan, yang sebetulnya tidak akan cukup untuk melakukan pekerjaan besar ini, maksud Tuhan tercapai? Apakah kita berharap supaya Terang Tuhan dinyatakan dan menerangi hati setiap orang yang datang? Apakah kita sadar bahwa kita harus bergantung sepenuhnya kepada Tuhan karena ini adalah peperangan rohani melawan kuasa kegelapan?
Apa yang ada di dalam pikiran dan hati kita mengenai pelayanan ini sangatlah penting. Berdoalah dan siapkanlah hati untuk dipakai oleh Tuhan.