Tidak jarang ketika diminta untuk melayani pemberitaan Firman Tuhan, saya menjawab “tidak bisa”. Dan reaksi yang sering saya terima adalah “oh sudah penuh ya Pak?”.
Terus terang saya sulit menjawab reaksi seperti itu, karena saya tidak tahu apa yang dimaksud ‘penuh’. Kalau yang dimaksud adalah setiap hari saya sudah ada pelayanan khotbah, maka jawabannya adalah tidak. Kalau maksudnya tepat hari itu, jam itu, saya ada pelayanan khotbah lain, maka jawabannya juga tidak. Kalau yang dimaksud adalah saya sangat sibuk dan “tidak ada waktu”, ini agak mendekati walaupun juga tidak tepat. Karena kalau “tidak ada waktu” artinya saya sangat banyak pelayanan, sampai tidur pun kurang, tidak punya waktu makan dengan tenang, tidak punya waktu berenang atau jalan-jalan di mal, jawabannya juga tidak.
Saya akan menyebutkan apa yang saya maksudkan dengan “tidak bisa”:
1. Saya membutuhkan waktu lama untuk mempersiapkan khotbah. Sebagai contoh, untuk khotbah di kebaktian, saya membutuhkan 5-8 jam persiapan non stop. Artinya waktunya akan menjadi lebih panjang jika ditambah dengan istirahat, ke kamar mandi, makan, dsb. Lagipula, tidak setiap saat saya ‘in the mood’ untuk persiapan. Ada kalanya saya harus melakukan kegiatan-kegiatan lain terlebih dahulu dan baru bisa kembali pada persiapan saya. Maka total waktu real yang dibutuhkan sangat panjang.
2. Sebagai pembina komisi, pelayanan saya bukan hanya berkhotbah, tetapi juga memikirkan strategi pelayanan, mengerti kondisi yang terjadi, atau menguatkan teman-teman. Dan semua itu perlu waktu.
3. Selain melayani, saya harus memperhatikan hal-hal yang esensial bagi hidup saya seperti: doa, tenang dan berdiam diri, membaca buku, olah raga, rekreasi, menjalin relasi keintiman dengan keluarga dan teman-teman.
Dengan kondisi seperti di atas, sekalipun jadwal saya ‘kosong’, seringkali saya harus berkata “tidak bisa”.
Saya tidak bermaksud menulis artikel ini untuk berkeluh kesah. Tetapi apa yang saya alami, saya yakin banyak juga dialami oleh kita yang sibuk melayani. Orang-orang terus minta kita mengerjakan ini dan itu. Mereka mungkin hanya melihat apa yang kita kerjakan berdasarkan jumlah berapa bidang pelayanan yang kita ambil, tanpa mempedulikan ‘serba-serbi’ yang berkaitan dengan bidang pelayanan itu. Mereka mungkin juga tidak tahu ‘kemampuan’ kita. Mereka juga tidak tahu kondisi kita secara pasti, kondisi fisik kita, keluarga kita apalagi kerohanian kita.
Ada 2 hal yang mempengaruhi cara saya mengatur jadwal pelayanan saya:
1. Khotbah Pdt. Yohan Candawasa di dalam bukunya yang berjudul Ambillah Aku Melayani Engkau. (Teman-teman pengurus KP 1 GKY Green Ville 2005-2006 mungkin masih ingat saya pernah minta kalian membaca seluruh bab itu sebagai bahan saat teduh waktu pembinaan pengurus tahun 2005). Point yang sangat saya ingat adalah: Orang banyak mencari Yesus dan Yesus berkata “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota yang berdekatan supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itulah aku telah datang”. Orang banyak mencari Dia! Mereka sedang membutuhkan pelayananNya, mungkin ada yang sakit keras, mungkin ada yang hampir mati (dan jadi mati betulan karena tidak dilayani Yesus), mungkin ada yang kerasukan setan, mungkin ada yang ingin dengar khotbahNya, tapi YESUS PERGI! Pasti banyak yang kecewa dan memaki-maki Dia. Tapi Dia tahu untuk apa Dia datang ke dunia, bukan melayani semua kemauan orang, tapi ada misi khusus yang Dia terima dari Bapa. Kita masing-masing juga punya panggilan dari Bapa.
2. Saya sadar seringkali kesibukan hanyalah untuk memuaskan kedagingan, supaya kita terlihat penting, dipercaya banyak hal, disukai dan dibutuhkan orang. Mungkin kita bisa merasa bangga punya banyak pelayanan, apalagi sampai semuanya bergantung pada kita. Tetapi itu dosa!
Maka kesibukan kita seharusnya diatur sesuai karunia dan panggilan kita!
Dalam masa beberapa tahun pelayanan, saya menemukan bahwa kesibukan yang pas akan menghasilkan pertumbuhan. Tidak sibuk berarti kemalasan dan itu membuang karunia Tuhan. Tetapi kesibukan yang terlalu sibuk sampai panik akan menghancurkan kerohanian.
Tidak sibuk adalah banyak bermalas-malasan dan tidak menggunakan waktu dengan baik. Saya ingin tekankan ini, saya sama sekali tidak setuju dengan kemalasan yang menggunakan alasan kesibukan. Kita bisa terlihat seperti banyak kegiatan dan sibuk, padahal malas. Hanya kita dan Tuhan yang tahu itu.
Kesibukan yang pas artinya adalah sangat sibuk tetapi tetap mengerjakan semua hal yang esensial bagi kehidupan. Kerohanian pribadi dibangun, keluarga diperhatikan, kondisi fisik dijaga, teman-teman ditolong.
Kesibukan yang terlalu sibuk sebenarnya sama sibuknya dengan kesibukan yang pas tapi mengabaikan banyak hal yang esensial dalam kehidupan.
Kenapa bisa sama sibuknya? Karena waktu kita sama-sama 24 jam. Ini bukan tentang orang yang malas, tapi tentang orang yang rajin. Sama-sama 24 jam, kalau sama-sama rajin, maka pasti sama-sama ‘habis-habisan’. Tapi bagaimana cara pakainya? Sibuk yang pas atau terlalu sibuk?
Beberapa pertanyaan perenungan buat setiap kita:
1. Apakah engkau sudah pakai waktumu dengan baik? Jangan ukur dari jumlah kegiatanmu tapi tanya sungguh-sungguh apakah engkau sudah pakai waktumu dengan baik untuk Tuhan?
2. Kalau engkau sibuk, untuk apa engkau sibuk? Apakah engkau jelas kemana arah kesibukanmu?
3. Apakah hal-hal yang esensial dalam hidupmu engkau kerjakan? Apakah dalam kesibukanmu, ada ketenangan dan kedamaian dalam hati?