Sunday, May 06, 2007

Firman Tuhan = Khotbah?

Dalam pertemuan-pertemuan ibadah, sebelum pembicara berdiri di depan, biasanya liturgis atau worship leader akan mengatakan “Kita akan mendengarkan Firman Tuhan”.

Memang pembicara biasanya kemudian membacakan satu atau beberapa bagian Firman Tuhan. Tetapi saya kira yang dimaksud liturgis atau worship leader dengan “Kita akan mendengarkan Firman Tuhan” adalah “Kita akan mendengarkan khotbah”.

Khotbah bukanlah Firman Tuhan. Saya kira tidak ada pengkhotbah waras yang berani mengangkat naskah khotbahnya tinggi-tinggi sambil berseru “Ini adalah Firman Tuhan!”.

Kita bisa mendefinisikan khotbah sebagai:
“Penjelasan akan Firman Tuhan supaya pendengar mengerti Firman Tuhan”
“Usaha mengekspos pendengar kepada Firman Tuhan sehingga mereka berhadapan langsung dengan Tuhan yang berfirman”
Atau hal-hal yang serupa dengan itu, tetapi jelas khotbah bukanlah Firman Tuhan itu sendiri.

Saya tidak bermaksud menyalahkan liturgis atau worship leader yang mengatakan “Kita akan mendengarkan Firman Tuhan”. Kalimat itu sah saja karena memang dalam ibadah, Firman Tuhan akan diperdengarkan dan juga dijelaskan.

Tetapi 2 hal yang ingin saya ajak kita cermati:

Pertama, kalimat itu sudah menjadi kalimat yang terlalu biasa diucapkan sehingga liturgis atau worship leader, jemaat atau bahkan si pembicara sendiri, tidak terlalu menganggapnya serius. Pokoknya apa saja yang akan dibicarakan oleh si pembicara langsung disebut “Firman Tuhan”. Saya pernah datang dalam suatu persekutuan. Acaranya adalah pemutaran film dan sebelum film diputar, si pembicara pertama-tama akan memberikan pengantar film tersebut sebelum akhirnya nanti mengajak jemaat mengkritisi film itu berdasarkan konsep Firman Tuhan. Jelas si pembicara tidak akan mengajak membuka Alkitab, tidak membacakan Firman Tuhan dan tidak menjelaskan arti Firman Tuhan. Tetapi worship leader sudah terlalu biasa mengucapkan kalimat itu, maka ketika tiba waktunya si pembicara akan naik dan memberikan pengantar film tersebut, dia langsung mengatakan “Kita akan mendengarkan Firman Tuhan”. Kalau sampai sejauh itu, saya rasa kita sudah salah kaprah.

Kedua, tidak jarang setelah khotbah, jemaat mengatakan kalimat-kalimat seperti demikian:
“Wah Firmannya bagus sekali Pak!”
“Firman Tuhan hari ini sangat keras, tetapi kita harus belajar menerimanya”

Kalau memang yang dimaksud adalah Firman Tuhan sesungguhnya (Alkitab), kalimat-kalimat di atas tidak salah. Kalau yang dimaksud adalah penjelasan Firman Tuhan (khotbah) menolong dia mengerti betapa indahnya rencana Tuhan yang tertulis dalam Alkitab, atau karena khotbah itu dia mengerti teguran dari Firman Tuhan bahwa ada dosa-dosa dimana dia harus bertobat, maka kalimat-kalimat di atas juga tidak salah. Tetapi seringkali yang dimaksud adalah ‘khotbah’nya dan bukan ‘Firman Tuhan’nya.

Mengapa saya mempermasalahkan ini? Pertama ini berkaitan dengan definisi dan keseriusan kita memandang Firman Tuhan. Kedua, saya tidak rela kalau ada pengkhotbah yang khotbahnya tidak tepat, walaupun diuraikan dengan bagus atau ‘keras’, lalu orang bilang “Firmannya bagus atau Firmannya sangat menegur”. Itu bukan Firman Tuhan! Bahkan itu salah sama sekali karena tidak sesuai dengan Firman Tuhan!

Tugas pengkhotbah adalah menjelaskan Firman Tuhan, membawa pendengar untuk mengerti Firman Tuhan dan berespon kepada Firman Tuhan. Dia mungkin melakukannya dengan memakai ilustrasi, menjelaskan latar belakang bagian-bagian Firman Tuhan, memakai kalimat-kalimat dari teolog-teolog atau filsuf-filsuf, atau menceritakan kesaksian hidupnya. Tetapi lewat semua itu, tujuan utama adalah supaya pendengarnya mengerti dan mengamini Firman Tuhan.

Maka tidak semua yang dikatakan di atas mimbar harus kita anggap Firman Tuhan. Setiap pengkhotbah harus berpikir apakah melalui kalimat-kalimatnya, dia membawa jemaat mengerti Firman Tuhan? Dan setiap jemaat, seperti yang pernah dikatakan Paulus “menanggapi (menguji) apa yang mereka katakan”. Kalau khotbah itu memang membawa kita mengerti Firman Tuhan dengan benar, mari kita bersyukur untuk bagian Firman Tuhan itu dan kita bersyukur untuk khotbah yang disampaikan yang menolong kita mengerti, dan akhirnya kita harus berespon kepada Firman Tuhan itu sendiri. Bagaimanapun, kita harus taat kepada Firman Tuhan dan bukan kepada khotbah.