Minggu ini orang Kristen merayakan Jumat Agung dan Paskah, dua hari yang sangat besar, kalau tidak bisa dikatakan terbesar, dalam kalender gereja.
Di dalam kebaktian Jumat Agung atau Paskah di gereja-gereja, dengan berbagai cara kita selalu mengenang kembali kesengsaraan Kristus. Ada pengkhotbah yang menceritakan ulang penderitaan yang ditanggung Yesus. Ada gereja yang menampilkan cuplikan film The Passion of Christ. Ada juga yang menampilkan drama yang melukiskan adegan penyiksaan dan penyaliban Yesus. Dan tidak jarang jemaat, termasuk saya, menangis karenanya.
Jelas tidak salah, bahkan harus, untuk kita mengenang kembali kesengsaraan Kristus. Juga sama sekali tidak salah untuk menangis membayangkan penderitaan yang ditanggung oleh Kristus.
Tetapi jangan sampai kita salah alamat!
Ketika seorang ayah yang penuh kasih memukul anaknya yang bersalah, ia pasti tidak ingin anaknya menangis karena pukulannya saja, lalu titik berhenti di situ. Ia pasti ingin anaknya tahu kesalahannya dan tidak ingin mengulanginya lagi. Ketika seorang ayah memberikan hadiah, ia pasti tidak ingin anaknya bersukacita hanya karena hadiahnya saja, tetapi karena tahu ayahnya mengasihinya.
Ketika kita merayakan Jumat Agung dan Paskah, mengenang kesengsaraan Yesus, menangis karenanya, apa sebenarnya yang kita kenang dan tangisi? Kalau kita hanya mengenang betapa menderitanya Yesus, betapa sakitnya cambukan yang dia terima, betapa perihnya luka ketika paku itu menusuk kaki dan tangannya, kita salah alamat. Kalau kita hanya menangis karena itu, kita salah alamat. Allah tidak ingin kita berhenti di situ.
Mengenang kembali kesengsaraan Kristus seharusnya membawa kita melihat dua hal:
Pertama, betapa besarnya kasih Kristus. Apa yang Dia tanggung bagi kita adalah pernyataan kasihNya kepada kita, kasih yang sudah ada sebelum permulaan zaman dan kasih yang terus dinyatakan kepada kita sampai hari ini bahkan sampai selama-lamanya. Peristiwa kesengsaraan Kristus adalah salah satu, atau lebih tepatnya yang terbesar, dari pernyataan kasih itu. Oh sungguh, “betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus!” (Ef 3:18).
Kedua, seperti yang dikatakan Yesus kepada perempuan-perempuan yang menangisi diriNya: “janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (Luk 23:28). Yesus disalib karena menanggung dosa-dosa kita. Tangisilah diri kita yang berdosa ini, tangisilah diri kita yang membutuhkan darahNya yang dicurahkan di atas kayu salib itu, tangisilah diri kita yang sampai hari ini terus berbuat dosa dan terus disucikan oleh darahNya itu!
Betapa lebih gampangnya kita mengenang kesengsaraan Kristus daripada mengingat kasih Allah apalagi keberdosaan kita! Tetapi itulah Jumat Agung dan itulah Paskah.
Selamat merayakan Jumat Agung dan Paskah. Tuhan berkati!