Saya sangat terganggu dengan kenyataan makin sedikitnya orang yang menyerahkan diri menjadi
hamba Tuhan penuh waktu di Indonesia.
Dari percakapan dengan beberapa rekan yang mengajar di sekolah teologi, bukan hanya jumlah yang menurun tapi juga 'mutu' yang menurun. Banyak yang masuk ke sekolah teologi sebetulnya tidak siap secara intelektual dan pengetahuan (Saya menemukan keluhan yang sama di Singapore yaitu makin menurunnya pengetahuan Alkitab dari mereka yang masuk sekolah teologi). Padahal studi teologi sama sekali tidak mudah.
Sedikit informasi, tahukah anda berapa rata-rata jumlah mahasiswa baru yang diterima oleh 1 sekolah teologi di Indonesia? Jangan bandingkan dengan penerimaan mahasiswa baru di universitas-universitas umum. Setahu saya hampir tidak ada yang lebih dari 50 orang, dan biasanya berkisar hanya antara 15-40 orang! Beberapa sekolah teologi yang saya tahu, biasanya menerima tidak pernah lebih dari 30 orang. Dari jumlah itu pun, biasanya tidak semua akan lulus dan menjadi hamba Tuhan penuh waktu.
Dan bagaimana kalau dari jumlah yang tinggal sedikit itu, ternyata lebih sedikit lagi yang sanggup belajar Firman Tuhan dengan dalam dan mengajarkannya dengan baik? Saya tidak meremehkan siapa pun, saya percaya ada tempat untuk tiap orang untuk melayani Tuhan dengan kapasitas yang berbeda. Tapi gereja Tuhan perlu orang-orang yang diberkati Tuhan dengan kepandaian dan kedalaman berpikir. Dimanakah orang-orang seperti itu? Dulu banyak hamba Tuhan yang mau pergi melanjutkan studi tapi kesulitan biaya. Sekarang ada biaya yang disediakan pun, belum tentu ada yang bisa dan mau melanjutkan studi!
Apa sebetulnya yang terjadi? Mengapa makin sedikit orang yang mau menjadi hamba Tuhan penuh waktu? Apa yang akan terjadi dengan gereja Indonesia di masa depan? Apa yang bisa kita semua lakukan untuk masalah ini? Apakah para pemimpin gereja di Indonesia sadar akan hal ini? Apa yang bisa dilakukan oleh GKY Singapore untuk masalah ini? Setiap tahun ada banyak anak Indonesia yang datang studi di Singapore, dan umumnya mereka sangat pandai. Tapi berapa persen yang kemudian menjadi hamba Tuhan penuh waktu dibanding mereka yang kemudian bekerja di bidang lain? Adakah 10%? Saya bahkan ragu apakah ada 0,5%! Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mengganggu saya.
Kalau kita tidak sama-sama berdoa untuk hal ini dan kalau kita (saya sebut 'kita', karena saya berharap salah satunya adalah yang membaca tulisan ini) tidak mau dipakai Tuhan menjadi hamba Tuhan penuh waktu, mungkin akan tiba masanya 'lost generation' dalam kepemimpinan kekristenan di Indonesia.
Betulkah Tuhan tidak memanggil lagi orang-orang untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu di Indonesia? Apakah Tuhan sedang 'meninggalkan' gereja-gereja di Indonesia? Atau sebetulnya Tuhan masih memanggil, tapi karena pilihan terlalu banyak, tawaran terlalu banyak, dan menjadi hamba Tuhan penuh waktu adalah pilihan dan tawaran yang terasa paling tidak menarik, maka sedikit yang 'merasa terpanggil'? Atau terlalu takutkah kita untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu?
Gereja harus berdoa bersama untuk hal ini. Orang-orang Kristen harus berdoa untuk hal ini. Maukah anda berdoa bahwa mungkin Tuhan mau pakai anda? Maukah anda berdoa bahwa mungkin Tuhan mau pakai anak anda?