Ungkapan ini sering kita dengar: Perlu atau mau? Kita perlu membedakan antara keperluan dan kemauan. Kalau saja kita mendaftarkan apa saja yang kita ‘perlu’ kita akan melihat bahwa sebetulnya tidak banyak yang kita perlukan dan jauh lebih banyak apa yang kita mau. Kita sering dengar itu bukan?
Tapi permisi tanya, berapa banyak dari kita yang menerapkan ini? Berapa banyak dari kita yang sering bertanya sebelum membeli sesuatu, apakah saya perlu atau mau?
Saya menemukan bahwa kalau saja kita sungguh lakukan itu, dalam banyak hal kita bisa menggunakan uang dengan jauh..jauh..lebih bijaksana. Dan pertanyaan itu akan menyelamatkan kita dari menumpuk banyak barang yang bukan saja tidak perlu, tapi menghabiskan waktu kita. Banyak barang yang kita beli, akan mengambil waktu kita bukan? Gadget baru, kita belajar cara memakainya. Apps baru, kita membiasakan diri menggunakannya. Jam tangan baru, baju baru, sepatu baru, akan mengambil space di rumah kita dan nantinya membuang waktu kita untuk memikirkan untuk diberikan ke siapa! Ok, saya agak berlebihan. Tapi benar, lebih banyak barang lebih menyusahkan. Dan yang lebih penting, pertanyaan itu sedikit banyak akan berperan menyelamatkan kita dari kerakusan dan sikap tidak pernah puas, serta sikap restless, tidak bisa tenang, selalu merasa ada sesuatu yang kurang, selalu ingin lagi dan ingin lagi.
Tidak berarti bahwa kita tidak boleh membeli sesuatu yang kita mau dan bukan perlu. Saya percaya kita boleh pergi makan di tempat yang baik (walaupun yang kita perlu hanya sepiring nasi dan tempe). Saya percaya kita boleh pergi jalan-jalan ke luar negeri (walaupun yang kita perlu hanya jalan-jalan ke mall dekat rumah untuk hiburan). Saya percaya kita boleh membeli jam tangan yang bagus (walaupun yang kita perlu hanya jam tangan merk apapun). Saya percaya Tuhan mau kita menikmati apa yang Dia berikan dengan sukacita dan tanpa rasa bersalah. Tapi seperti semua hal lain, segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik.
Alangkah bijaknya kalau kita membatasi kemauan kita, mengekang nafsu kita, dan mempertanyakan keperluan kita sebelum membeli sesuatu. Maka “Perlu” dan “Mau” bukan dua kutub yang bertolak belakang, bukan hitam putih, tapi dua hal yang saling melengkapi dan melatih kita untuk berbijaksana. Bagaimanapun juga uang dan waktu kita adalah milik Tuhan. Dan bagaimanapun juga, adalah baik untuk hidup dalam kesederhanaan.
Sebagai usulan, selain bertanya perlu atau mau, mungkin boleh tambahkan pertanyaan-pertanyaan lain seperti: Mau berapa banyak? Berapa sering? Berapa mahal? Bagaimana orang lain melihat? Apakah ini berlebihan? dan pertanyaan-pertanyaan lain seperti itu yang mempertanyakan batasan kemauan kita. Setuju?