Banyak orang mungkin merasa apalah salahnya tidak merayakan kenaikan Tuhan Yesus. Seperti juga banyak orang merasa apalah salahnya tidak merayakan Natal, Jumat Agung atau Paskah. Atau bahkan seperti sebagian orang merasa apalah salahnya tidak kebaktian di gereja. Yang penting bukan ke gereja, tapi tindakan nyata, aplikasi Firman Tuhan, kesaksian hidup.
Benarkah begitu?
Bagaimana kita menjelaskan ibadah dalam Perjanjian Lama, dimana Tuhan meminta semua orang Israel datang ke Bait Allah pada waktu perayaan-perayaan khusus? Mereka tinggal terpencar di banyak kota dan mereka diperbolehkan beribadah di tempat masing-masing, tidak perlu ke Yerusalem. Hari Sabat mereka khususkan untuk berkumpul beribadah bersama dan tidak bekerja. Tapi hari-hari khusus, semua harus datang ke Yerusalem. Dan orang Yahudi yang saleh, yang memperhatikan perintah Tuhan, taat datang ke Yerusalem. Mengapa? Bukankah Tuhan ada di kota mereka masing-masing? Bukankah biasanya mereka boleh menyembah Tuhan dengan komunitas masing-masing tanpa harus ke Yerusalem? Karena hidup kita dibangun atas dasar apa yang Tuhan kerjakan di masa lalu. Mereka harus menjadikan hari-hari tertentu spesial sebagai hari mengingat apa yang Tuhan kerjakan, dan menjadikan hari-hari itu khusus untuk beribadah bersama kepada Tuhan.
Dan bukankah itu adalah natur kita manusia, mengingat hari-hari yang penting? Kita hidup di dalam waktu, maka tidak bisa tidak, selalu ada tonggak, kairos, hari yang kita anggap istimewa dan kita peringati dengan istimewa. Bagaimana kita menjadi manusia tanpa ada hari-hari yang penting itu? Sebagian orang mengatakan, “tiap saat saya merayakan Yesus mati dan bangkit, maka tidak merayakan Jumat Agung dan Paskah juga tidak apa”. Tapi kita tidak bisa mengatakan, “tiap hari saya merayakan cinta kasih dengan suami/istri saya, maka anniversary tidak perlu dirayakan” bukan?
Bagi kita orang Kristen, kehidupan kita tidak bisa dipisahkan dari apa yang Yesus perbuat bagi kita. Tapi apakah kehidupan Yesus, apa yang Yesus perbuat, itu penting bagi kita? Apakah yang Dia lakukan berharga untuk kita ingat dan rayakan secara istimewa? Maka saya ingat seorang pendeta pernah berkata, “kita boleh lupakan hari-hari yang penting bagi kita, hari ulang tahun kita, hari ulang tahun pernikahan kita, dan hari-hari lain, tapi jangan lupakan hari-hari yang berkaitan dengan kehidupan Yesus”.
Indonesia mungkin adalah satu-satunya negara di dunia yang menjadikan hari kenaikan Yesus sebagai hari libur. Dan saya curiga mungkinkah karena itulah orang Kristen di Indonesia banyak merayakan kenaikan Tuhan Yesus? Seperti juga kita mengingat dan merayakan Natal, Jumat Agung dan Paskah. Bukan karena menganggap itu penting, bukan karena menandainya, tapi karena itu hari libur!?
Di Singapore, hari kenaikan Tuhan Yesus bukan hari libur. Dan saya kira hampir semua gereja di Singapore tidak merayakannya (sebagian merayakannya di hari Minggu – dengan alasan praktis). Dan terbukti, banyak orang Kristen Indonesia yang tinggal di Singapore, kemudian lupa, mengisinya dengan acara lain, tidak ingin kebaktian, bahkan berdoa sendiri pun pada hari itu mengingat kenaikan Tuhan Yesus, bersyukur, berharap, menujukan pandangan kepadaNya, semuanya tidak! It’s just another day- business as usual!
Saya sangat menyesali sikap orang Kristen kepada pertemuan ibadah: kalau dirasa membangun, kalau dirasa cocok, kalau dirasa bermanfaat (untuk?), kalau waktunya cocok, kalau pas tidak ada acara, kalau tidak ada kerjaan kantor, kalau tidak ada keluarga ajak jalan-jalan, baru pergi. Intinya: Pertemuan ibadah – kalau saya suka dan ada waktu luang. Beginikah cara kita mencintai Tuhan kita dan menyembah Dia?
Hidup kita polanya adalah: Ibadah – lalu diutus pergi. Duduk diam di kaki Tuhan – lalu melayani. Atau pola Amanat Agung: Tunggu dulu dipenuhi Roh Kudus – lalu pergi menjadikan segala bangsa murid Tuhan. Itu bukan peristiwa 1X ibadah, 1X duduk diam, 1X tunggu dulu dipenuhi Roh Kudus, lalu selama-lamanya terus melayani. Polanya adalah seperti gelombang gempa, ibadah adalah pusat gempa dan gelombangnya memancar ke luar. Ibadah harus terus ada supaya pancaran terus ada dan benar. Ibadah harian, ibadah pribadi adalah usaha to focusing our life daily to God, memperkuat pancaran itu. Tapi Ibadah bersama adalah mengalami lagi pusat gempa itu. Ibadah hari Minggu adalah peristiwa spesial, bahkan sepanjang hari itu pun spesial, dikhususkan untuk kita dan Tuhan. Bagaimana mungkin di hari spesial itu, seolah belum cukup, kita masih bekerja, kita lakukan banyak aktifitas lain, dan ibadah berada di pinggir.
Hari-hari raya khusus dalam kekristenan lebih khusus lagi. Karena hari-hari itulah kita ada sebagaimana adanya hari ini. Dan hari-hari itu membentuk kehidupan kita. Bagaimana mungkin hari-hari seperti itu kita lupakan, acuhkan dan pinggirkan?
Besok adalah hari yang dirayakan oleh seluruh gereja di seluruh dunia selama hampir 2000 tahun sebagai hari kenaikan Tuhan Yesus. Ada gereja yang merayakannya di hari Minggu karena alasan tidak libur. Ok, tapi rayakanlah itu! GKY Singapore merayakannya tepat hari kamis. Berusahalah untuk datang, rayakan, dan sembah Dia. Kalau betul-betul tidak bisa, bolehkah saya berikan saran? Mintalah ampun kepada Tuhan karena anda lupa, karena anda anggap tidak penting, atau karena anda betul-betul dengan menyesal tidak bisa datang ke pertemuan ibadah. Dan pakailah waktu khusus besok untuk mengingat dan bersyukur kepada Tuhan untuk karyaNya dan harapkanlah kedatanganNya kembali.