Salah satu kesulitan yang dihadapi banyak orang adalah berkata "tidak". Penyebabnya? Bermacam-macam. Saya coba sebutkan beberapa di bawah ini:
Merasa tidak enak ("Sungkan menolak dia")
Kasihan ("Aduh bagaimana dia nanti")
Merasa bersalah ("Kalau sampai nanti tidak berhasil, pasti karena saya bilang tidak")
Bangga karena dibutuhkan ("Aduh senangnya dibutuhkan dan dipuji")
Merasa tidak enak ("Sungkan menolak dia")
Kasihan ("Aduh bagaimana dia nanti")
Merasa bersalah ("Kalau sampai nanti tidak berhasil, pasti karena saya bilang tidak")
Bangga karena dibutuhkan ("Aduh senangnya dibutuhkan dan dipuji")
Kalau anda termasuk orang yang sulit berkata "tidak". Alasan mana yang paling sering menjadi alasan anda?
Saya tidak bermaksud untuk cynical karena saya pun termasuk orang yang sulit berkata "tidak". Dan saya tahu bahwa di samping alasan-alasan di atas, kita mungkin juga punya alasan-alasan yang baik. Tetapi satu hal yang harus kita ingat adalah: ketika kita berkata "ya" kepada sesuatu, kita sedang berkata "tidak" kepada yang lain.
Bagaimana bisa begitu? Waktu kita sangat terbatas, 24 jam setiap hari. Ada begitu banyak hal yang harus kita lakukan, maka kalau kita bukan orang malas, pasti dengan mudah 24 jam itu terisi. Setiap kali kita berkata "ya", kita sedang mengisi jadwal kita dan pada saat yang sama kita sedang berkata "tidak" kepada yang lain karena jadwal sudah penuh. Ini bukan masalah tentang hal yang baik dan buruk karena mungkin pilihannya semua baik. Tetapi kita tetap harus memilih mana yang harus kita lakukan.
Bagaimana bisa begitu? Waktu kita sangat terbatas, 24 jam setiap hari. Ada begitu banyak hal yang harus kita lakukan, maka kalau kita bukan orang malas, pasti dengan mudah 24 jam itu terisi. Setiap kali kita berkata "ya", kita sedang mengisi jadwal kita dan pada saat yang sama kita sedang berkata "tidak" kepada yang lain karena jadwal sudah penuh. Ini bukan masalah tentang hal yang baik dan buruk karena mungkin pilihannya semua baik. Tetapi kita tetap harus memilih mana yang harus kita lakukan.
Maka pilihannya sebenarnya bukan apakah saya harus berkata "ya" atau "tidak", tetapi yang mana yang harus saya iya-kan. Apakah kita ingin mengisi sendiri agenda kita, dengan hal-hal yang memang seharusnya kita iya-kan, atau kita biarkan orang lain yang mengisi agenda kita, dengan berkata ini dan itu yang harus kita iya-kan?
Hidup dengan tujuan adalah hidup yang tahu kapan harus berkata "ya" dan kapan harus berkata "tidak".