pengalaman, keindahan sentuhan Tuhan yang kami rasakan. Dalam banyak kesempatan, Retreat itu masih menjadi topik pembicaraan di antara para peserta. Salah satu momen yang sangat berkesan bagi mereka adalah ketika saya membasuh kaki empat orang jemaat. Hampir semua orang menangis pada waktu itu.
Menarik mendengarkan bagaimana momen itu menyentuh mereka. Ada yang menangis karena melihat peristiwa itu mengingatkan bahwa mereka harus melayani lebih sungguh. Ada yang menangis karena melihat saya sebagai gembala membasuh kaki. Ada yang bahkan tidak tahu kenapa menangis!
Beberapa orang ada yang bertanya apa yang saya rasakan pada waktu itu. Ada yang mengira bahwa momen itu berbicara dengan kuat kepada mereka yang dibasuh kakinya dan bukan kepada saya yang membasuh. Tidak ada yang tahu, saya juga menangis waktu itu. Pada waktu saya berjalan ke depan dengan handuk di tangan, saya menangis. Momen itu berbicara dengan sangat kuat juga kepada saya.
Yohanes adalah satu-satunya penulis Injil yang mengganti peristiwa perjamuan makan terakhir dengan pembasuhan kaki. Semua penulis Injil bercerita bahwa di malam terakhir itu, Yesus mengadakan perjamuan makan terakhir dengan murid-muridNya. Tapi Yohanes sama sekali tidak menyebut itu dan dia menggantinya dengan peristiwa pembasuhan kaki. Mungkinkah Yohanes sengaja menceritakan ini karena waktu itu orang-orang Kristen sudah mulai berebut kedudukan, mulai berebut menjadi yang terbesar, mulai melupakan kasih dan pelayanan? Bahwa di malam terakhir sebelum Yesus disalib, Dia membasuh kaki murid-muridNya dan meminta mereka saling membasuh kaki satu sama lain.
Kalau kita membaca Yoh 13, gambaran yang diberikan sangat kuat: Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya (13:1), Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia (13:2), Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubahNya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggangNya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-muridNya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggangNya itu (13:4-5), dan setelah Yesus memerintahkan mereka saling membasuh kaki (13:14), Ia sangat terharu, lalu bersaksi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku" (13:21).
Perhatikan suasananya. Yesus tahu Ia akan mati dan akan kembali kepada Bapa. Yesus tahu salah seorang muridNya akan menyerahkan Dia. Yesus bahkan tahu ada yang sedang berpikir untuk menjadi yang terbesar dan semua akan meninggalkan Dia. Semua suara-suara dari hati manusia itu seperti bergema di telinga Yesus. Tapi seperti Dia selalu mengasihi murid-muridNya, demikianlah Dia mengasihi mereka sampai kesudahannya! Dan dia bangun, tanggalkan jubah, ambil kain dan air, lalu membasuh kaki murid-muridNya.
Penderitaan di depan mata sementara murid-muridNya tidak tahu. Sebentar lagi Dia akan tinggalkan mereka sementara mereka masih berdebat siapa yang terbesar. Dalam kesedihanNya melihat murid-muridNya satu persatu, hati Yesus dipenuhi dengan kasih kepada mereka dan Dia membasuh kaki mereka, 1X di ruangan itu dan 1X lagi di atas kayu salib. Dia membasuh kaki mereka, melayani mereka, dengan memberikan nyawaNya.
Saya menangis ketika akan membasuh kaki karena di dalam hati saya, berulang-ulang muncul "Tuhan membasuh kakiku. Tuhan mati bagiku. Tuhan lebih dulu melayani kepadaku."
"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu" (Yoh 13:14)