Monday, March 21, 2011

Panca Indra Untuk Ibadah

Kita manusia sangat terikat dengan materi, apa yang kita lihat, dengar, cium, raba dan rasa. Maka panca indra kita adalah pintu masuk yang sangat penting untuk kita belajar, mengerti, menangkap kesan, dan akhirnya menyentuh hati.

Untuk setiap hal ada indra yang relevan. Apa yang kita anggap baik adalah apa yang memberi kesan baik melalui setiap indra yang relevan dengan itu. Itu sebabnya makanan bukan hanya rasanya yang penting tapi juga penyajiannya (lihat) dan harumnya (cium). Jika kita masuk kamar hotel, yang akan membuat kita suka bukan hanya design-nya yang enak dilihat, tapi juga bau kamar itu (cium) dan kehalusan seprainya (raba). Waktu kita menonton teater, yang dimanjakan terutama adalah mata kita dan telinga kita, tapi kalau ruangannya bau sampah pasti juga tidak nikmat untuk kita.

Demikian pula untuk ibadah. Bukankah kelima indra kita bisa berfungsi di dalam ibadah!?
Melalui indra pendengaran, kita mendengar musik, suara pujian, pembacaan Alkitab dan juga khotbah. Betapa pentingnya suara di dalam ibadah, saya rasa kita semua tahu.

Melalui indra penglihatan, kita melihat dekorasi ruang ibadah, pakaian pemimpin ibadah, ekspresi para pemimpin ibadah dan sebagainya. Banyak orang menekankan ibadah yang minimalis (tidak usah pakai apa-apa yang penting hati), tapi saya kurang setuju karena di dalam Perjanjian Lama jelas ibadah bukan minimalis tapi maksimalis (coba lihat bagaimana Tuhan menyuruh Musa merancang tempat ibadah, pakaian imam, dsb)! Perhatikan juga ritual, tindakan, sikap para imam di dalam Perjanjian Lama ketika melakukan ibadah. Sangat mengesankan!

Melalui indra penciuman, kita merasakan suasana. Perhatikan betapa bedanya suasana hati kita jika ruangannya bau obat atau bau dupa atau bau lainnya. Apa yang kita cium mungkin berkesan pada kita lebih dalam dari apa yang kita dengar. Mungkinkah itu juga sebabnya di bait Allah dulu ada bau kemenyan yang khusus dibakar di bait Allah? Sehingga setiap kali masuk, jemaat terbiasa merasakan, "ini bait Allah".

Melalui indra perasa, kita mencicipi roti dan anggur. Tuhan dulu meminta orang Israel makan sayur pahit waktu Paskah, mengingatkan mereka akan pahitnya perbudakan mereka di Mesir. Kita sekarang makan roti dan anggur sebagai lambang tubuh dan darah Kristus, ingat akan kasih-Nya dan menerima berkat-Nya.

Melalui indra peraba, kita bisa merasakan banyak hal. Tahun lalu di dalam kebaktian Jumat Agung GKY Singapore, kami membagikan paku kepada setiap jemaat sebelum mengajak untuk berdoa. Melihat dan meraba paku membuat perbedaan.

Pengalaman ibadah seperti ini disebut multi sensory worship. Dan dasarnya adalah karena indra kita diciptakan Tuhan sebagai pintu masuk menuju pikiran dan hati kita. Kita semua perlu benar-benar memikirkan terus ibadah kita di gereja masing-masing.