Kadang saya complain dengan Natal yang di-sekularisasikan. Tiap kali melihat iklan baju, kosmetik, elektronik, yang menggunakan Natal sebagai promosinya - saya complain. Tiap kali mendengar so called ‘lagu Natal’ diputar di mal, dan lagunya adalah: ‘White Christmas’, ‘Last Christmas I give You My Heart’, ‘I Saw Mommy Kissing Santa Claus’, ‘Santa Claus is Coming to Town’, dan seterusnya - saya complain. Kapan Natal bisa dimurnikan dari semua sekularisasi itu? Kapan Natal kembali dirayakan sebagai pernyataan kasih Allah?
Pop Culture yang mengelilingi Natal membuat banyak orang dibelokkan dari arti Natal yang sesungguhnya. Natal menjadi tidak ‘berbahaya’, dan itu sebabnya banyak orang, termasuk yang bukan Kristen, ikut dalam gempita Natal. Bahkan negara yang jelas menolak kekristenan pun, ikut merayakan Natal. Kita tahu motivasinya: ekonomi! Tidak ada Natal di situ. Yang ada hanya tiruan Natal yang menyesatkan.
Banyak orang berpikir bahwa kondisi ini ada ‘untungnya’. ‘Jinak’nya Natal membuat semua orang tidak keberatan merayakan Natal. Maka itu bias menjadi kesempatan untuk kita memasukkan kisah sesungguhnya tentang Natal. Saya kira sebaiknya kita melihat kondisi itu bukan sebagai ‘keuntungan’ tapi sebagai anugrah Tuhan yang bekerja di tengah kekacauan dan segala bentuk tipuan. Setan mengacaukan Natal tapi Tuhan bisa menjadikannya kebaikan.
Tetapi, yang membuat saya menjadi sangat khawatir adalah berbagai hal yang membelokkan manusia dari Natal itu ternyata juga membelokkan orang Kristen. Orang Kristen pun terbuai dengan Pop Culture di sekitar Natal itu dan menganggap Natal begitu ‘jinak’. Natal kita kaitkan dengan perasaan hangat, merasa ada sesuatu yang ‘beda’, senang berkumpul dengan keluarga, pesta makan, menyanyikan lagu Natal, dan seterusnya. Coba saja ketik 'Christmas' di google image, maka gambar yang muncul semuanya adalah tentang kehangatan keluarga, rumah yang hangat di tengah salju, hadiah, pohon Natal yang indah, dan seterusnya. Natal yang sangat jinak!
Pegang baik-baik kalimat ini: Natal tidak pernah ‘jinak’! Natal adalah demonstrasi keliaran, kekuatan, dan kedahsyatan kuasa Allah dan kasih Allah.
Bayangkan apa yang terjadi waktu Natal. Rencana ribuan tahun sekarang dilaksanakan! Sakit hati Allah karena dosa, yang sudah ditanggung ribuan tahun, sekarang akan didamaikan! Anak Allah sudah lama menyatakan kerelaan-Nya untuk menjalankan rencana itu dan sekarang Dia sungguh kerjakan! Seluruh malaikat terbelalak dan tidak mengerti, setan gempar dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Allah, hari itu… Anak Allah.. menjadi manusia! Lalu dengan kelemahan seorang bayi, dengan kerentanan seorang manusia, dengan kerendahan seorang anak tukang kayu, Dia mulai menghajar, memporak-porandakan, dan menghancurkan kuasa setan. Natal sama sekali tidak jinak!
Setan gagal mencegah Natal maka dia membuat Natal menjadi menjadi ‘jinak’, kesenangan semata, dan dia belokkan manusia supaya jangan pernah sampai kepada Natal yang sesungguhnya. Begitu suksesnya dia, sampai2 orang Kristen pun ikut dibelokkan.
Kita tahu bahwa Tuhan tetap bisa bekerja sekalipun di tengah kekacauan yang ditimbulkan oleh setan. Dia tetap bisa berkarya dan menjadikan kebaikan dari segala sesuatu. Tetapi, bukankah menjadi sangat mengkhawatirkan kalau kita, yang seharusnya membawa keliaran, kekuatan, kedahsyatan kasih dan kuasa Allah itu, justru juga sudah ikut terbuai?
Mari ingat lagi liarnya, kuatnya, dahsyatnya, kasih dan kuasa Allah yang bekerja waktu Natal dan yang juga sudah bekerja dalam diri kita sehingga kita bisa disebut ‘anak-anak Allah’!
Merry Christmas to us all!