Berkaitan dengan itu, masing-masing kami yang ditahbiskan diminta untuk menuliskan kesaksian pelayanan kami untuk dimuat dalam buku acara pentahbisan. Di bawah ini adalah tulisan saya:
Saya percaya bahwa menjadi Pendeta adalah panggilan Tuhan. Itu bukan panggilan dari manusia atau dari gereja, tapi dari Tuhan. Dan panggilan itu saya dengar bukan hari ini, tapi lebih dari lima belas tahun yang lalu. Dan panggilan itu sudah saya jawab “ya” lebih dari lima belas tahun yang lalu.
Ketika itu saya masih kuliah di Universitas Trisakti. Melalui berbagai peristiwa dan beberapa hamba Tuhan, saya yakin Tuhan memanggil dan menunggu jawaban saya. Maka waktu itu saya menjawab “ya” untuk melayani Tuhan sepenuh waktu seumur hidup saya. Saya menjawab “ya” untuk belajar Firman Tuhan dan memberitakannya. Saya menjawab “ya” untuk menaruh umat Tuhan di dalam hati saya.
Kemudian tahun 1998 saya masuk ke Institut Reformed untuk dipersiapkan disana. Sekian tahun masa persiapan di sekolah teologi dan kemudian sekian tahun pelayanan membuat saya makin jelas melihat kemana Tuhan membawa saya. Ada kerinduan-kerinduan khusus yang Tuhan tanamkan dalam hati saya. Saya rindu melihat gereja yang belajar Firman Tuhan, orang-orang Kristen mau berpikir tentang imannya, mau mengerti kebenaran dengan mendalam. Saya rindu melihat gereja yang anggotanya saling mengasihi, begitu rupa sehingga berani untuk berkorban dan menderita untuk kebaikan saudaranya. Saya rindu melihat gereja yang beribadah kepada Tuhan dengan segenap hati, menikmati relasi dengan Tuhan dan berusaha hidup menyenangkan Tuhan. Saya rindu melihat gereja yang bersaksi, setiap orang Kristen sesuai dengan karunianya masing-masing, mengambil bagian untuk membawa orang percaya kepada Tuhan. Saya berharap itulah yang akan terus menjadi kerinduan saya.
Selama lebih dari lima belas tahun ini, tidak pernah sekalipun saya meragukan panggilan Tuhan ataupun menyesali jawaban saya. Saya hanya menyesali kekurangan saya, dalam segala hal, dalam melayani Dia. Saya menjalani panggilan itu kadang dengan tegap, kadang dengan terseok-seok, kadang hampir terjerembab. Tapi anugrah Tuhan selalu menopang saya sehingga tidak pernah tergeletak dan Tuhan sangat bermurah hati untuk terus memakai saya.
Saya bersyukur untuk hak istimewa bisa melayani di GKY Green Ville dan GKY Singapore. Saya bisa melayani mereka karena mereka mengasihi, mendoakan, dan melayani saya. Melalui bersama dengan mereka, saya makin mengerti arti panggilan Tuhan yang saya jawab “ya” lebih dari lima belas tahun yang lalu itu. Untuk mereka, saya tidak henti-hentinya bersyukur.
Secara khusus, saya berterima kasih kepada beberapa hamba Tuhan yang secara istimewa Tuhan pakai untuk membentuk pola pikir, arah pelayanan, dan terutama kerohanian saya: Pdt. Yung Tik Yuk, Pdt. Dr. Stephen Tong, Pdt. Dr. Hendra G. Mulia, dan Pdt. Yohan Candawasa. Melalui mereka, Tuhan sudah sangat memberkati saya.
Dan terakhir, saya sangat berterima kasih kepada istri saya yang menyetujui jawaban “ya” saya sejak kami belum menikah. Sampai hari ini dia selalu siap menjadi penghibur, pengkritik dengan kasih, dan pendoa yang paling setia bagi saya.
Maka bagi saya hari ini, tidak lain tidak bukan, adalah peneguhan dari mereka dan dari gereja dimana Tuhan tempatkan saya untuk melayani, bahwa betul lima belas tahun yang lalu saya dipanggil Tuhan dan saya sudah, masih, dan akan terus menjawab “ya” kepada Tuhan.