Apa yang penting untuk kita lakukan dalam hidup ini? Pertanyaan ini baru sangat kuat berbicara
ketika kita tahu bahwa hidup kita tidak akan lama lagi.
Dalam Retreat Young Adult Fellowship di GKY Singapore bulan Agustus lalu, kami menonton bersama “The Bucket List”. Film itu berkisah tentang dua orang yang menderita kanker dan tahu hidup mereka tidak lama lagi. Mereka membuat daftar apa yang ingin mereka lakukan dalam sisa hidup mereka. The list of things that you want to do before you kick the bucket (ungkapan yang artinya meninggal dunia). Pesannya sangat kuat: Jika hidup itu singkat, apa yang sebenarnya penting untuk kita lakukan?
Beberapa waktu yang lalu saya berkenalan dan melayani seorang yang sedang berobat di Singapore karena menderita kanker. Selama di Singapore, dia yang belum Kristen ini, banyak dilayani oleh orang Kristen dan akhirnya dia menjadi percaya dan dibaptis. Semua sepertinya berjalan baik, kemoterapi selesai dan kankernya dinyatakan bersih. Kami semua sangat bersukacita. Tapi tidak lama setelah dia kembali ke Indonesia, datanglah berita yang mengejutkan. Kankernya kambuh kembali dan kali ini jauh lebih ganas. Dokter hanya menawarkan satu alternatif: kemoterapi dengan obat yang sangat keras. Kemungkinan sembuh tidak besar sementara resiko pengobatan adalah pendarahan di otak dan koma. Apa yang akan terjadi jika dia menolak pengobatan? Dokter menjawab: 6 bulan! Dia bertanya ke dokter lain, jawabannya lebih membuat pesimis: 3-6 bulan! Dia memutuskan untuk tidak menjalani pengobatan itu dan menerima resiko untuk meninggal dalam waktu yang diperkirakan oleh dokter. Waktu saya mendengar itu, saya mengunjungi dia. Kami menangis bersama.
Berita itu bukan hanya membuat dia tergoncang tapi juga saya. Setelah pulang dari rumah sakit hari itu, saya jadi berpikir apa yang akan saya lakukan kalau dokter mengatakan yang sama kepada saya? Saya yakin saat itu, seperti dia, saya akan berpikir apa yang penting yang harus saya lakukan dalam waktu yang tersisa. Sekarang sudah 5 bulan berlalu dan dia baru saja dipanggil Tuhan. Saya mendengar bahwa dalam waktu 5 bulan itu, keluar masuk rumah sakit, dia bukan saja mengatur keuangan keluarga tapi dia juga banyak memakai waktu untuk berdoa dan mendengar Alkitab dibacakan.
Ada satu orang lagi yang saya kenal sebagai orang Kristen lama. Dia tidak banyak terlibat pelayanan karena kesibukan bisnis, tetapi dia selalu menyempatkan diri datang kebaktian. Ketika dia divonis dokter menderita kanker, seluruh hidup menjadi berubah. Dia harus lepaskan semua bisnisnya dan diam di rumah untuk pengobatan. Dalam keadaan itu, dia mengingat… “Dulu saya ingin aktif pelayanan tapi tidak pernah sempat. Lalu usia makin tua dan sudah masuk usia manula. Saya ingin pelayanan di komisi manula, tapi juga tidak sempat karena kesibukan bisnis. Sekarang tiba2 bisnis harus dilepas.” Sekarang dia punya waktu! Tapi tubuhnya tidak mengizinkan. Apakah dia menyesal? Mungkin.
Life is short! Kita semua tahu itu. Tapi betapa sulitnya kita hidup dengan kesadaran itu! Hidup itu singkat. Mari hidupi dengan baik, lakukan yang baik, yang mulia, yang bernilai kekal. Lakukan lebih banyak lagi hal2 seperti itu! Cintai orang2 di sekitar kita yang Tuhan berikan untuk kita, orang tua, suami atau istri, anak2, teman2. Mengapa menghabiskan waktu untuk saling membenci, sebal, marah? Mengapa tidak mengasihi lebih lagi? Bahkan pikirkan bagaimana lebih dari itu, lebih berani lagi menyerahkan diri untuk dipakai Tuhan, melayani lebih lagi, mencintai yang Tuhan cintai, mengarahkan hati kepada hadiah surgawi, mengambil resiko untuk mengasihi sesama. Hidup itu singkat, bagaimana kita menghidupinya?
Jangan sampai tiba waktunya kita menengok ke belakang dan berkata, "sudah terlambat". Kita tidak pernah terlambat untuk bertobat selama kita masih hidup. Tapi kita bisa terlambat untuk melakukan yang baik, yang Tuhan inginkan. Mari mulai sekarang juga. Ingat: Hidup itu singkat!