Cara Berpikir - Part 1: Apa sih Masalahnya?
Cara Berpikir - Part 2: Benarkah Begitu?
Ada ungkapan dalam bahasa Inggris: “Miss the forest for the trees.” Ungkapan yang kalau diterjemahkan harfiah artinya: “Tidak melihat hutan karena melihat pohon-pohon.” Maksudnya kita begitu fokusnya pada hal-hal yang mendetil atau pada keruwetan dan seluk beluk suatu hal sampai akhirnya kehilangan big picture.
Ungkapan kebalikannya adalah: “Miss the trees for the forest” (ini ciptaan saya sih). Artinya mungkin sekali kita hanya melihat big picture tanpa pernah melihat detilnya. Kita hanya punya konsep besar tanpa memikirkan langkah-langkah mencapainya, tanpa melihat berbagai hambatan dan cara menghadapinya, tanpa mempersiapkan sumber daya yang dibutuhkan.
Jelas dua-duanya kurang baik! Maka saya ingin menciptakan ungkapan lain (yang kurang kreatif sebenernya): “Seeing both the forest and trees.” Maksudnya jelas, ketika memikirkan sesuatu, kita selalu harus melihat big picture dan juga detilnya.
Tetapi, kesulitannya adalah kita sulit untuk melihat keduanya sekaligus. Waktu melihat big picture, yang kecil-kecil menjadi kabur, waktu melihat yang kecil-kecil, big picture menjadi kabur. Bagi yang suka fotografi, ini seperti lensa, waktu di-zoom dia melihat yang detil tapi tidak bisa melihat wide, waktu dibuat wide ya semua kelihatan tapi tidak detil. Still following me? :-) Maka saya usul supaya kita belajar berpikir bukan melihat “forest” dan “trees” barengan, tapi bergantian – simultaneously. Proses ini juga bukan satu kali, tapi berulang-ulang. Pakai gambaran lensa tadi, ini seperti di-zoom, lalu dibuat wide, zoom lagi, wide lagi, zoom lagi, wide lagi, dan seterusnya.
Gambaran lain yang mungkin menolong: Bayangkan kalau kita adalah seorang prajurit yang diterjunkan ke medan perang di tengah hutan. Sebelum diterjunkan kita sudah melihat peta, kemana harus pergi, daerah mana yang harus dihindari, dst. Tapi pada waktu di tengah hutan, kita melihat pohon, binatang buas, sungai, kita terluka, lelah, dan kita mulai kehilangan arah kemana harus berjalan dan kehilangan semangat karena tidak tahu berapa lama lagi harus berjalan. Kita ketemu satu orang musuh lalu kita perang mati-matian padahal di dekat situ ada puluhan musuh yang harus diperangi. Alangkah indahnya kalau kita bisa terbang dulu ke angkasa lalu melihat ke bawah, kelihatan semuanya, dimana tempat tujuannya, dimana yang banyak musuh, dst. Tapi kalau kita kelamaan di angkasa, peperangan di bawah tidak akan selesai. Harus turun lagi! Tapi sekarang turun dengan insight hasil melihat dari angkasa tadi. Tidak lama berada di bawah, kocar-kacir karena perang, halusinasi karena kelelahan (sorry agak lebay), membuat kita perlu terbang lagi ke angkasa. Demikian seterusnya. Bolak-balik.. bolak-balik..
Waktu melayani, masih sebagai mahasiswa, saya menemukan benturan dua cara berpikir ini. Seorang teman selalu bicara big picture sementara saya selalu ngotot untuk mengajak melihat yang detil. Dia selalu menjawab: “Jangan bicara itu dulu, itu masalah teknis.” Tapi saya selalu berteriak: “Tapi kalau teknisnya nggak mungkin, buat apa bicara ini.” Saya orang yang cenderung
Tidak jarang ketika mendengar sebuah konsep pelayanan (big picture) yang dengan yakin dipresentasikan sebagai sebuah konsep yang baik, saya langsung melihat kebalikannya: Konsep itu buruk! Kadang konsep itu buruk karena tidak mungkin dijalankan. Kadang buruk karena karena dalam pelaksanaannya justru akan menimbulkan banyak masalah - yang kalau ditimbang lebih merugikan daripada berguna. Kadang buruk karena justru tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan. Ironis, sebuah konsep pelayanan dibuat untuk mencapai sebuah tujuan, tapi seringkali kalau itu dijalankan justru tujuannya tidak akan tercapai. Konsep seperti itu hanya melihat “forest” dan bukan “trees.”
Tidak jarang juga ketika melihat orang-orang yang sangat militan dalam pelayanan, berjuang untuk bidang pelayanannya, saya geregetan karena sebetulnya yang dikerjakan mereka salah. Pakai gambaran perang, yang bagian konsumsi mempersiapkan makanan pesta dan bukan makanan prajurit di medan perang, yang bagian pengadaan senjata menyiapkan 200 pistol padahal hanya butuh 25, di tempat yang butuh 1 prajurit dikirim 10 prajurit, sebaliknya di tempat yang butuh 10 prajurit dikirim 1 prajurit, dan seterusnya (nggak perlu diterusin kan?). Militan! Semangat! Setia! They are doing their best! Sayang.. salah alamat. Pakai gambaran lebih nyata, ada banyak bagian di gereja dan tiap bagian mungkin berusaha membuat bagiannya menjadi baik. Mereka yang melayani di pemuda berjuang, yang di remaja juga berjuang, sekolah minggu, wanita, pasutri, misi, literatur, persekutuan doa, semua juga berjuang. Tapi sangat mungkin (dan hampir selalu begitu) mereka melihat “trees” dan bukan “forest.”
Betapa pentingnya kita berusaha melihat keduanya!
Cara berpikir ini juga berlaku dalam kehidupan. Kita bekerja di kantor, mengurus keluarga, sibuk dengan berbagai kegiatan, aktif pelayanan, dan seterusnya. Itu semua “trees.” Pernahkah berhenti dan mencoba melihat “forest”? Dimana saya? Apa yang saya lakukan? Apa yang penting dan mendesak, dan bagaimana saya membedakannya? Kemana saya melangkah? Jalanilah hidup dengan bolak-balik melihat “forest” dan “trees”!
Entah terasa atau tidak, saya kesulitan untuk menjelaskan konsep ini dalam bentuk tulisan :-) Paling gampang adalah silakan langsung berlatih. Saya sendiri masih terus belajar untuk melakukannya. Tidak pernah mudah tapi kalau kita berusaha melakukannya mungkin ada banyak kesalahan yang akan berhasil dihindari. Selamat berpikir bolak-balik!